– Dari zakat, infak, wakaf, hingga produk halal, dana umat tak hanya soal sedekah tapi peluang investasi syariah terbesar yang bisa mengguncang perekonomian Indonesia.
KALAU kamu pikir Rp500 triliun itu cuma angka gombal, coba bayangkan, itu setara dengan membeli 1 juta gajah miniatur ukuran manusia (ya, gajah miniatur, jangan beneran!). Atau cukup untuk bikin Pulau Bali versi mini di setiap provinsi. Tapi seriusnya, angka itu adalah potensi dana umat yang bisa dikelola dengan profesional dan cerdas, dan kini jadi pembicaraan hangat di istana keuangan syariah.
Presiden Prabowo Subianto punya visi: dana umat yang selama ini tercecer di berbagai lembaga, mulai dari BAZNAS, BWI, hingga Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dikumpulkan, dikelola, dan dijadikan mesin ekonomi syariah nasional. Menteri Agama Nasaruddin Umar bilang, kalau semua potensi ini diberdayakan, Rp500 triliun per tahun bisa dikumpulkan. Wah, kalau uang segede itu dijadikan tumpukan koin, mungkin bisa bikin Monas ketutupan!
Tapi mari kita serius sejenak, ini bukan sekadar soal gedung tinggi atau simbolik. Gedung ikonik di Bundaran HI hanyalah alat, bukan tujuan. Tujuan sesungguhnya adalah menjadikan dana umat instrumen pembangunan yang nyata, dari UMKM halal sampai investasi syariah yang berkelas dunia. Bayangkan zakat yang tadinya cuma masuk kotak amal menjadi modal usaha restoran halal, pasar digital syariah, hingga startup teknologi halal.
Pepatah bilang, “uang yang diam di kantong tidak akan menumbuhkan padi”. Nah, di sini, dana umat harus bergerak, berputar, dan menghasilkan manfaat nyata.
Di sisi lain, ada tantangan yang bikin kita tersenyum tipis, literasi wakaf di Indonesia masih seperti sinyal Wi-Fi di pedalaman lemah dan putus-putus. Profesionalisme pengelola dana umat, alias nazir, kadang masih kayak tukang ojek yang baru belajar GPS: niat baik ada, tapi arah masih ngawur. Dan kepastian hukum aset wakaf? Jangan ditanya, kadang lebih rumit dari drama sinetron tujuh musim.
Tapi justru di sinilah kesempatan emas untuk edukasi dan inovasi. Kita bisa membayangkan platform digital dana umat, lengkap dengan aplikasi mobile, dashboard transparan, dan fitur investasi halal. Jadi, ketika kamu membayar zakat, infak, atau wakaf, uangmu bisa langsung berputar untuk usaha produktif, proyek sosial, atau pembangunan ekonomi mikro. Sekali klik, pahala jalan, ekonomi jalan, dan hati lega.
Coba jika kita pikirkan, sebuah dunia imajiner setiap transaksi zakat adalah seperti biji jagung yang ditanam di ladang digital, tumbuh menjadi pohon ekonomi yang berbuah manis buahnya berupa sekolah, rumah sakit, fasilitas publik, hingga modal usaha halal. Semua orang menang masyarakat, pengelola, dan tentu saja Tuhan tersenyum dari langit.
Dalam konteks global, dana umat Indonesia bisa menjadi role model ekonomi syariah dunia. Negara lain mungkin cuma melihat pasar halal sebagai konsumsi kita bisa menjadikannya ekosistem investasi syariah dengan pengelolaan profesional, transparan, dan akuntabel. Bayangkan Malaysia atau Arab Saudi menengok Indonesia dan berkata, “Wah, ternyata zakat bisa bikin ekonomi bergerak seperti mesin jet!”.
Di balik semua humor dan imajinasi itu, ada pesan moral yang jelas uang, apapun sumbernya, akan menjadi berkah jika dikelola dengan amanah, profesional, dan penuh tanggung jawab. Dana umat bukan sekadar amal, ia adalah investasi sosial-ekonomi yang bisa mengangkat kesejahteraan rakyat.
Pembangunan gedung ikonik hanyalah simbol, yang lebih penting adalah transformasi mindset dan tata kelola dana umat. Dengan literasi tinggi, profesionalisme nazir, dan digitalisasi pengelolaan, Rp500 triliun dana umat bukan hanya angka, tapi mesin penggerak ekonomi syariah Indonesia. Dan siapa tahu, dengan dana umat yang bergerak cerdas, Indonesia bisa punya ekonomi yang stabil, inklusif, dan halal-friendly, bukan cuma untuk hari ini, tapi untuk generasi masa depan.
Jadi, ingat pepatah lama “Sedekah itu benih, jika ditanam dengan benar, akan tumbuh menjadi pohon yang rindang” Nah, Rp500 triliun dana umat adalah hutan! Sekarang tinggal kita yang jadi tukang kebunnya.[***]