Features

Bendera Merah Putih Menyapa Pagi Palembang, Humor, Haru hingga Harapan di HUT RI ke-80

ist

PAGI di Simpang Lima DPRD Sumatera Selatan, Palembang, Rabu (13/8/2025) itu, mendadak seperti warung pecel lele yang tiba-tiba kedatangan rombongan artis sinetron  ramai, riuh, dan penuh warna. Ribuan bendera merah putih bertebaran, bukan karena angin nakal, tapi karena 3.000 lembar sang saka dibagikan langsung  duet Wali Kota Ratu Dewa dan Wakil Wali Kota Prima Salam. Mereka tidak hanya membagikan kain dua warna itu, tapi juga menabur senyum, tawa, dan sedikit “kehebohan terencana” di tengah lalu lintas yang biasanya cuma sibuk klakson-klaksonan.

Seorang pengendara ojek online yang menerima bendera, senyumnya lebar sekali, seperti baru dapat bonus orderan 10 trip sekaligus. “Mantap, Pak, benderanya langsung saya pasang di rumah, biar tetangga tau saya nasionalis level dewa,” celetuknya sambil gas pelan, takut benderanya terbang.

Di antara kerumunan, ada anak-anak SD di dalam angkot yang teriak “Merdekaaa!” sambil melambaikan bendera. Wajah mereka sumringah, padahal sebagian tadi sempat merengut karena tugas PR matematika belum selesai. Seorang siswi di kursi roda pun tersenyum menerima bendera, ditemani ibunya yang matanya berbinar.

Momen seperti ini mengingatkan, kemerdekaan tidak melulu soal pidato panjang atau upacara kaku, tapi juga soal menyapa dan diingatkan kita adalah bagian dari cerita besar bernama Indonesia.

Kalau pepatah bilang “sekali layar terkembang, pantang surut ke pantai”, maka pagi itu versinya jadi “sekali bendera dikibarkan, pantang dilipat di lemari”.

Acara ini bukan sekadar seremonial, sebab Forkopimda, pejabat kota, sampai komunitas sepeda ikut membaur. Ada yang sambil gowes membagikan bendera, ada pula yang sambil bercanda, “Kalau semua rumah pasang bendera, nyamuk aja bisa bingung mau hinggap di mana saking merah-putihnya kampung kita”

Saking ramainya, lalu lintas di Jalan POM IX terasa seperti jalur parade, tapi tak ada yang mengeluh. Justru banyak yang berhenti sebentar, turun kaca mobil, dan menerima bendera sambil tersenyum. Mungkin di hati kecil mereka, ada rasa bangga yang tak terucap. “Saya bagian dari ini semua”

Ratu Dewa bilang, pembagian bendera ini simbol pengingat perjuangan pahlawan, benar saja, di era di mana banyak orang lebih sibuk memikirkan promo flash sale, mengingatkan arti kemerdekaan itu penting.

Bendera merah putih itu ibarat post-it note raksasa menempel di hati, memberi pesan singkat jangan lupa kita ini pernah berjuang bersama.

Dan kalau mau jujur, bendera yang berkibar itu juga pengingat Indonesia seperti rumah kontrakan besar kita semua yang tinggal di sini, dan kalau mau nyaman, ya harus kita rawat bersama.

Hari itu di Palembang, bendera merah putih bukan sekadar kain dijahit dua warna. Ia adalah sapaan, candaan, ajakan, dan doa. Ia mengikat orang-orang yang tadinya sibuk masing-masing menjadi satu kesatuan.

Di tengah riuh lalu lintas, ada tawa, ada genggaman, ada semangat yang mengalir. Dan mungkin, di masa depan ketika anak-anak yang teriak “Merdekaaa!” itu sudah dewasa, mereka akan ingat pagi di mana sebuah bendera kecil di tangan mereka menjadi awal rasa bangga yang besar di dada.

Karena kemerdekaan, pada akhirnya, bukan hanya soal pernah direbut 80 tahun lalu. Tapi soal bagaimana kita setiap hari memilih untuk mengibarkan hati kita  merah berani, putih tulus.[***]

Terpopuler

To Top