Pendidikan

Bangun Ekosistem Inklusi, dari Gebyar Portadin hingga Senyum Anak Istimewa

ist

GEBYAR Portadin di Gedung Aneka Bhakti Kementerian Sosial akhir pekan lalu, menjadi momen penting untuk membangun ekosistem inklusi pendidikan dan peluang usaha bagi penyandang disabilitas. Acara ini menunjukkan betapa pentingnya menciptakan lingkungan yang ramah serta memberi kesempatan  anak-anak disabilitas untuk berkembang.

Gebyar ini bukan sekadar perayaan biasa, tapi perwujudan nyata dari cita-cita luhur membangun ekosistem inklusi pendidikan dan peluang usaha berbasis disabilitas.

Fatma Saifullah Yusuf, Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Sosial, hadir sebagai keynote speaker, menyuarakan harapan besar agar inklusi tak cuma jadi jargon manis, tapi benar-benar dirasakan anak-anak disabilitas di seluruh Indonesia.

Membangun ekosistem inklusi ibarat merawat tanaman langka di taman yang penuh duri. Butuh kesabaran ekstra, perawatan khusus, dan tentu, cinta yang tak pernah putus.

Fatma menegaskan, inklusi bukan sekadar mengizinkan anak-anak disabilitas masuk ke sekolah, seperti memberi kunci rumah tanpa memastikan pintunya bisa dibuka. Tapi menciptakan lingkungan yang ramah, kurikulum yang cocok, serta guru yang mengerti cara mendampingi. Karena “Sekolah itu bukan hanya bangunan, tapi rumah kedua bagi anak-anak yang ingin tumbuh dan berkembang”

Dalam kesempatan itu, Fatma juga menyoroti sisi pemberdayaan ekonomi, dia bilang, peluang usaha bagi penyandang disabilitas ibarat “benih emas” yang bisa tumbuh subur, jika dipupuk dengan modal, pelatihan, dan jaringan yang tepat.

Contohnya, program dukungan UMKM disabilitas dari Kemensos yang membuka akses modal dan pelatihan fisik, menjadi jembatan penghubung dari mimpi jadi kenyataan.

Seperti kata pepatah lama, “Beri orang ikan, dia makan sehari. Ajari orang memancing, dia makan seumur hidup.” Nah, di sini Kemensos sedang mengajarkan memancing   bukan cuma kasih ikan.

Acara ini semakin hidup dengan keceriaan anak-anak disabilitas yang menari Tari Indang dan Ondel-Ondel. Ada Selvi Sarinah, penyandang disabilitas intelektual, dengan sumringah tampil menari ondel-ondel, menunjukkan bahwa kebahagiaan itu tak mengenal batas.

Di tengah celoteh polos dan tawa mereka, kita diajak menyadari bahwa anak-anak ini bukan ‘orang luar biasa’, tapi ‘orang biasa dengan keistimewaan luar biasa’. Mereka mengajarkan kita arti kegigihan, keikhlasan, dan kebahagiaan sederhana.

Gebyar Portadin juga seperti pasar rakyat mini, dengan 31 sentra UMKM menawarkan produk handmade mulai dari aksesoris hingga makanan. Ini bukti nyata bahwa disabilitas bukan penghalang, melainkan peluang. Seperti lampu kecil di tengah malam, mereka menerangi jalan dengan kreativitas dan semangat yang membara.

Namun, dibalik keceriaan itu tersimpan pesan moral yang dalam, dukungan dari keluarga dan masyarakat adalah kunci utama.

Fatma mengapresiasi orang tua yang ibarat benteng kuat, menahan badai kesulitan dengan cinta yang tak tergoyahkan.

“Memiliki anak istimewa butuh kekuatan fisik, kesabaran, dan keteguhan hati,” ujarnya.

Memang, seperti kata bijak, “Orang tua adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang senantiasa berjuang tanpa pamrih”

Gebyar Portadin menjadi contoh bagaimana kolaborasi lintas sektor mampu mewujudkan mimpi inklusi. Di sini, semua elemen bersatu membangun taman bunga inklusi, di mana setiap anak berhak tumbuh dan mekar sesuai warna dan bentuknya masing-masing.

Lucunya, Fatma bahkan ikut menari Maumere di akhir acara, membuktikan bahwa semangat inklusi itu memang harus dibawa dengan hati riang dan tawa lepas.

Membangun ekosistem inklusi pendidikan dan peluang usaha berbasis disabilitas bukanlah pekerjaan mudah, tapi jelas bukan hal yang mustahil. Dengan cinta, kerja sama, dan komitmen, kita bisa menjadikan Indonesia tempat di mana setiap anak, apapun kondisinya, punya kesempatan yang sama untuk bersinar. Seperti peribahasa, “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing,” mari kita bawa misi ini bersama dengan senyum, tawa, dan hati yang penuh harapan.[***]

Terpopuler

To Top