SUMSELGLOBAL

Mahasiswa Ngadep Wali Kota, Bukan Demo, Tapi Minta Restu Biar Bisa Jadi Pahlawan Tanpa Jubah!

ist

SAAT matahari belum terlalu sinis dan AC ruang kerja Wali Kota masih adem maksimal, segerombolan mahasiswa dari UIN Raden Fatah Palembang melakukan aksi yang agak langka mereka ngadep, bukan demo.

Ilham, Ketua Tim Dewan Eksekutif Mahasiswa alias DEMA (bukan DEMA-DERA ya, ini beneran organisasi kampus), datang bersama rombongannya untuk bertamu ke Wali Kota Palembang, H. Ratu Dewa. Tapi jangan salah sangka dulu, ini bukan silaturahmi ala Lebaran bawa parcel, tapi audiensi serius berbalut semangat perubahan dan harapan kolaborasi.

“Kami datang bukan mau minta WiFi gratis, Pak. Tapi kami ingin dapat motivasi, arahan, dan tentu saja restu… biar langkah kami makin mantap dan tidak dianggap cuma tukang komentar di IG Pemkot,” ujar Ilham sambil menyalakan idealisme level tinggi.

DEMA UIN ternyata bukan sekadar kumpulan orang yang jago bikin spanduk dan orasi, mereka punya program yang menyentuh berbagai aspek, mulai dari urusan internal kampus, sampai hal-hal besar macam sosial, kebangsaan, bahkan pemberdayaan masyarakat. Intinya, mereka ingin menunjukkan bahwa mahasiswa bukan hanya bisa kritik, tapi juga bisa kirim solusi.

Ilham dan tim ingin mengajak Pemerintah Kota Palembang kolaborasi, bukan kolaborasi konten TikTok, ya, tapi kerja bareng bikin program yang bermanfaat buat rakyat.

“Kami ini calon-calon pemimpin, Pak. Tapi jangan dikira kami cuma bisa debat ala kafe. Kami juga bisa turun ke lapangan, asal sepatu nggak kemasukan lumpur,” kata salah satu pengurus DEMA sambil serius tapi lucu.

Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, menyambut audiensi ini dengan wajah cerah dan hati lega, menurut beliau, semangat progresif dari kalangan mahasiswa seperti ini adalah bensin buat mesin perubahan. Tanpa mahasiswa, katanya, pemerintah bisa jadi kayak motor mogok ditanjakan berisik tapi nggak jalan.

“Saya senang kalau mahasiswa datang bukan buat demo, tapi bawa program, kalian ini agen perubahan, bukan agen pulsa,” ujar Ratu Dewa sambil melempar senyum edukatif.

Beliau juga mendorong agar DEMA jangan hanya berhenti di ruang audiensi. “Bangun jejaring, kolaborasi, dan jangan lupa update literasi. Idealisme itu bagus, tapi harus dibumbui dengan realitas,” katanya, dengan gaya seperti dosen favorit yang nggak pernah ngasih nilai E.

Sebelum bubar dan kembali ke habitat masing-masing (baca: kampus dan kosan), Ratu Dewa kasih wejangan pamungkas.

“Kalian ini pemimpin masa depan,  kalau hari ini aja udah lelah mikirin caption Instagram, gimana nanti ngurus negara?. Jadi, kuatkan integritas, asah logika, dan jangan lupa senyum saat melayani rakyat, minimal senyum ke teman sekampus dulu”.

Begitulah, audiensi pagi itu berakhir tanpa drama, tanpa lempar-lemparan banner, dan tanpa ditangkap Satpol PP. Sebuah pertemuan yang mungkin tidak viral, tapi sangat vital.

Oleh sebab itu, mahasiswa itu bukan cuma untuk demo dan debat, tapi juga untuk turun ke lapangan, kerja bareng pemerintah, dan bikin perubahan yang terasa sampai ke warung kopi sebelah, kalau bisa kasih solusi, kenapa cuma jadi komentator?“Mahasiswa juga bisa jadi solusi, bukan sekadar suara di kolom komentar!”[***]

Terpopuler

To Top