Inspirasi

TAWA TAPI TAHU -“Antara Cangkir & Gelas: Pahitnya Kopi, Manisnya Introspeksi”

ist

WAKTU kecil, saya pikir cangkir dan gelas itu saudaraan, sama-sama dipakai minum, sama-sama masuk lemari dapur, sama-sama pernah jadi korban pecah karena main bola di ruang tamu. Tapi makin tua (dan makin sering minum kopi buat nutupin ngantuk yang bukan karena kerja), saya baru sadar cangkir dan gelas itu punya prinsip hidup yang beda, bukan cuma bentuknya, tapi juga filosofi hidupnya.

Mari kita kulik pelan-pelan, sambil nyeruput kopi hitam kental yang bikin alis naik dan hati merunduk.

Cangkir itu seperti pensiunan guru kesenian pendiam, antik, tapi penuh cerita. Bentuknya pendek, mungil, suka disandingkan sama alas (saucer) biar makin berkelas. Biasanya dipakai buat ngopi yang niat kopi tubruk, espresso, atau kopi robusta yang pahitnya bikin kamu mempertanyakan pilihan hidupmu.

Minum dari cangkir itu kayak ngajak ngobrol diri sendiri, setiap teguk kopi pahitnya seperti bisikan, “Kamu yakin dengan keputusan semalam? Atau cuma lapar mata lihat mantan update story?”

Cangkir mengajarkan hidup itu bukan soal seberapa banyak kamu bisa tampung, tapi seberapa dalam kamu bisa rasakan. Ia kecil, tapi bermakna, sedikit, tapi menggugah. Kayak cinta sepihak yang kamu pelihara diam-diam tapi tetep bikin jantung deg-degan tiap lihat dia lewat.

Beda dengan gelas, gelas itu kayak tetangga sebelah yang doyan gosip tapi selalu siap bantu kalau banjir. Terbuka, transparan, dan tidak neko-neko. Fungsional, mau diisi air putih, teh manis, atau sisa kopi sachet semalam yang udah dingin gelas siap tampung semua.

Minum dari gelas itu seperti ngobrol sama orang yang to the point “Lo salah. Udah gitu aja.” Dia nggak kasih quote bijak, tapi kasih kenyataan. Kalau cangkir ngajarin kontemplasi, gelas ngajarin ketegasan, gak perlu rumit, gak perlu saucer, langsung seruput.

Gelas berkata, “Hidup ini kadang nggak butuh estetika, cukup fungsional, bersih, dan siap dipakai lagi besok pagi”

Lucunya, dua-duanya baik cangkir maupun gelas bisa diisi kopi pahit. Kopi yang sama, tapi rasanya bisa beda. Karena rasa itu bukan cuma soal lidah, tapi soal suasana, minum kopi dari cangkir di pagi buta sambil hujan turun itu seperti mendengar puisi. Tapi minum kopi dari gelas plastik di warung sambil nunggu motor dicuci, itu rasanya kayak dengerin curhatan abang tambal ban yang lagi galau.

Sama-sama kopi, tapi cara menikmatinya beda.

Perumpamaan dan Pepatah dari Dapur Kehidupan “Jangan ukur makna dari besar wadahnya. Kadang yang kecil lebih mengendap.”
Kayak cangkir kecil, tapi isinya bisa bikin dada bergetar “Kalau hidupmu kosong, bukan salah gelasnya. Mungkin kamu belum ngisi apa-apa”
Filosofi receh tapi ngena. “Cangkir yang cantik pun bisa retak kalau dipakai sembarangan”, cocok buat yang suka PHP-in orang baik.

“Gelas itu jujur, transparan. Kalau isinya pahit, dia nggak akan bohongin kamu pakai warna-warni”, seperti sahabat sejati, walau pahit tetap setia di sisi.

Hidup ini kadang kita jalani kayak gelas cepat, simpel, dan to the point. Tapi sesekali, kita butuh jadi cangkir menikmati tiap detik, merenung tiap teguk, dan sadar bahwa rasa pahit bukan untuk ditolak, tapi untuk dimaknai.

Cangkir dan gelas nggak perlu berantem soal siapa yang lebih hebat, karena pada akhirnya, yang penting bukan wadahnya, tapi apa yang kamu isi, dan bagaimana kamu menikmatinya.

Jadi besok pagi, sebelum kamu ngeluh hidup ini pahit coba cek dulu, kamu minum dari cangkir atau gelas?

Atau jangan-jangan… kamu belum bikin kopinya? “Kamu Tim Cangkir atau Gelas? Jawabanmu Bisa Mengungkap Sisi Tersembunyi Kepribadianmu!”.[***]

Terpopuler

To Top