DI LAUT itu, tak semua yang mengapung adalah cinta, kadang kapal asing, kadang rumpon ilegal, dan kadang kalau lagi apes, mantan yang tersesat naik banana boat. Tapi yang paling membuat jengkel nelayan kita adalah dua jenis makhluk laut yang bikin napas Menteri Kelautan sempat sesak, kapal ikan ilegal dari negeri jiran dan rumpon-rumpon liar yang bikin ikan tuna mogok mudik ke Indonesia.
Bayangkan, ikan-ikan tuna yang biasanya berenang bahagia dari Filipina menuju Laut Sulawesi, tiba-tiba disambut pemandangan tak ramah rumpon-rumpon ilegal, bagaikan warteg terapung, menyediakan ‘makan siang’ untuk nelayan negara tetangga. Ibarat mudik Lebaran, ikan-ikan ini tertahan macet gara-gara ada posko sembako dadakan di jalan tol, ya jelas batal sampai rumah!
Nah, minggu ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun pasang jurus pamungkas. Tak tanggung-tanggung, Kapal Pengawas Barrakuda 01 berhasil membekuk KM. PKFA 9586, kapal asal Malaysia yang nyelonong manja ke perairan Selat Malaka. Bukan hanya nyolong ikan, kapal ini juga pakai alat tangkap terlarang trawl alias pukat harimau, alat yang dalam dunia perikanan dianggap setara Thanos sekali lempar, semua punah. Ikan kecil, besar, bahkan calon mantu pun ikut terjaring.
Lucunya, kapal ini tak pakai bendera apapun, seperti mahasiswa salah jurusan yang gak pakai jas almamater hilang identitas dan arah hidup. Nahasnya lagi, awak kapalnya lima orang asal Myanmar, jadi kalau ini sinetron, judulnya “Kapten Malaysia, Awak Myanmar, Ikan Indonesia Kisah Cinta Segitiga di Lautan Lepas.”
Sementara itu, di Laut Sulawesi, KKP juga tak tinggal diam, KP Orca 04 bergerak cepat menertibkan 20 rumpon ilegal, yang diduga kuat milik nelayan Filipina.
Ibarat memotong benang layangan ilegal yang melintang di langit Indonesia, tali rumpon pun diputus satu-satu. Rumpon ini memang tak main-main, keberadaannya seperti magnet buat ikan-ikan tuna. Ikan yang tadinya mau mampir ke Indonesia, jadi ‘check in’ dulu di rumpon tetangga. Ujung-ujungnya? Nelayan kita cuma kebagian buihnya.
Kata Pak Ipunk nama panggilan keren dari Dirjen PSDKP, Pung Nugroho Saksono rumpon ini bukan sekadar tambatan, tapi bisa jadi ‘barier sosial’ buat ikan. Bayangkan, ikan tuna jadi seperti anak rantau yang gagal pulang karena semua jalur dipasang jebakan snack gratisan.
Tapi jangan khawatir, KKP sudah membuktikan bahwa mereka tak cuma jago pidato, tapi juga jago patroli. Seluruh barang bukti, kapal, hasil tangkapan, hingga ponton rumpon yang bikin ruaya ikan tersesat, sudah diamankan untuk proses hukum.
Jangan jadi tamu tak diundang di rumah orang, apalagi sambil bawa jaring dan ngangkut semua isi kulkas. Dan kalau mau mancing, mancinglah di tempat sendiri pakai alat yang sopan, bukan yang seperti bulldozer laut.
Ikan pun punya hak untuk hidup tenang, bermigrasi dengan aman, dan kalau bisa beranak pinak tanpa trauma diculik kapal asing.
Laut Indonesia itu luas dan kaya, tapi bukan bebas buat siapa saja. Di tengah gelombang teknologi, patroli laut, dan ancaman kapal asing, Indonesia masih berdiri tegak menjaga lautnya. Sebab kalau kita diam, lama-lama laut kita tinggal kenangan, ikan-ikannya tinggal dongeng, dan nelayannya tinggal utang.
Jadi, jangan heran kalau satu saat nanti kita lihat iklan begini di pelabuhan “Dicari Ikan Tuna. Terakhir terlihat menyebrang ke Filipina. Bila menemukan, harap tidak memberi makan di rumpon liar”.[***]