BIASANYA emak-emak sawit cuma akrab sama karung, egrek, dan pelepah, kali ini suasana sedikit berbeda. Hari Rabu (30/7/2025), mereka diwakili secara simbolis hadir dalam acara mewah berjudul Program Terpadu Advokasi dan Perlindungan Pekerja Perempuan Perkebunan Sawit, digelar di The Alts Hotel, Palembang. AC dingin, minumannya bukan air galon isi ulang, dan yang pidato pakai jas, bukan caping.
Acara ini dibuka langsung Gubernur Sumsel H. Herman Deru, menyampaikan perempuan jangan cuma dijadikan figuran di dunia kerja, tapi harus diberi panggung utama. “Kita ini beruntung tinggal di Indonesia, negara yang mendukung kesetaraan gender,” kata Pak Gubernur dengan semangat. Tentu saja, para ibu-ibu di ladang nggak dengar langsung, karena saat itu mereka masih sibuk mikirin harga minyak goreng.
Di atas panggung, suasana penuh semangat. Ketua GAPKI Sumsel, Alex Sugiarto, ikut menegaskan industri sawit tak akan bisa maju tanpa kontribusi para perempuan. “Sudah sepatutnya mereka diberi perlindungan,” ujarnya, sambil mungkin dalam hati berkata, “Dan jangan lupa disenyumin biar gak demo.”
Momen makin syahdu saat rompi kehormatan disematkan ke tokoh perempuan Sumsel, Dr. Ratu Tenny Leriva, MM, yang kini juga didapuk sebagai Duta Gender Equality in Business Initiative Enthusiast (GEBIE). Panjang banget jabatannya, sampai-sampai rompinya nyaris butuh dua baris nama. Tapi pesannya jelas perempuan butuh perlindungan nyata, bukan sekadar kata-kata.
Ratu Tenny juga menyentil halus pengusaha muda agar peduli terhadap hak pekerja. “Jangan cuma ngitung laba, tapi lupa kalau di lapangan ada tenaga kerja perempuan yang butuh cuti, gaji layak, dan toilet bersih,” ucapnya tegas. Tentu saja, toilet bersih di ladang sawit itu kadang lebih langka dari sinyal HP.
Sebagai penutup acara, diberikan bantuan iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk 1.000 pekerja informal perempuan di sektor sawit. Akhirnya, emak-emak sawit nggak cuma punya gaji pas-pasan, tapi juga jaminan kalau jatuh dari pelepah nggak langsung jatuh miskin. Ya minimal ada pegangan hidup, bukan cuma pegangan dahan sawit.
Tak lupa juga, diberikan penghargaan kepada daerah-daerah yang dinilai mendukung kesetaraan gender. Kota Pagaralam, Kabupaten Muara Enim, Banyuasin, Musi Rawas, dan tentunya Provinsi Sumsel sendiri. Pak Gubernur terima langsung, senyum sumringah, barangkali sambil mikir, “Kalau semua ini benar-benar berjalan, bisa kita panen bukan cuma sawit, tapi juga harapan”
Meski acaranya mewah, esensinya sederhana perempuan sawit butuh perlindungan, bukan hanya pelindung kepala dari matahari. Mereka ingin dihargai bukan hanya pas Hari Kartini, tapi setiap hari, dari Senin sampai Minggu, termasuk tanggal merah dan hari hujan.
Dan kalau boleh jujur, di ladang sana, emak-emak masih setia menunggu kabar baik turun, seperti nungguin jerigen kosong diisi solar. Mudah-mudahan kali ini bukan cuma janji. Bukan sekadar rompi. Tapi benar-benar revolusi kecil dari akar pohon sawit hingga ke meja rapat elite.[***]