Features

Misteri Gulma Tak Mati-Mati, Pelajaran Hidup dari Rumput Bandel

ist

Filosofi, Pepatah, dan Perumpamaan dari Si Hijau yang Terlupakan

KALAU manusia punya julukan “si paling tangguh”, maka di dunia tanaman, gelar itu jatuh pada gulma. Dia ini tidak punya agenda, tidak ada sponsor, tidak masuk katalog tanaman hias, tapi eksistensinya solid dan konsisten.
Dibabat, dia tumbuh,disemprot, dia bangkit, dicemooh, eh malah dia cuek, ampun dech..pusing!!

Kalau gulma bisa ikut seminar motivasi, pasti dia ngisi sesi utama dengan judul “Bangkit Walau Tak Diundang, Tumbuh Walau Dicaci”

Gulma dan sifat manusia kayaknya jadi  cermin kecil yang terinjak tapi tak hancur. Anehnya, justru banyak manusia punya sifat gulma. Tapi bukan yang baik-baik, ada yang tumbuh di tempat tak seharusnya, menyerap energi orang lain, nggak bisa dibilangin dan makin tumbuh setelah dimarahin.

Secara ilmiah, gulma disebut adventive species tumbuhan pendatang yang tumbuh liar, seperti Imperata cylindrica (alang-alang), Cyperus rotundus (teki ladang), hingga Eleusine indica (rumput jampang).
Mereka datang tanpa izin, tumbuh tanpa disiram, tapi kokoh seperti orang tua yang selalu ingat tagihan listrik meski ingatan lainnya udah bocor.

Tapi tunggu dulu, jangan buru-buru menghakimi, karena dalam dunia ada duanya semua,  gulma pun ada kasta dan karakter. Ada gulma yang tumbuh liar tapi meneduhkan, ada juga yang rakus dan suka mendominasi.

Begitu pula manusia, ada yang tumbuh tanpa privilege, tumbuh di tempat yang tidak seharusnya.

tapi  ada pula keberadaannya  membawa oksigen dan ada menyerap energi orang lain tanpa memberi ruang.

Ada juga yang menjalar seperti benalu, menyerap semangat sekitar tanpa pernah memberi kembali. Makin ditegur, makin ngeyel. Makin dimarahi, makin tumbuh.

Pepatah kuno bilang “Rumput yang tinggi tak selalu gagah, bisa saja dia menutupi yang lemah di bawahnya”

Dan yang lebih tua lagi pernah bilang “Bila tak bisa menjadi bunga yang indah, setidaknya jangan jadi gulma yang menjerat”

Filsafat gulma, antara keuletan dan kebandelan, oleh sebab itu, mari kita refleksi sejenak, apakah kita tumbuh karena cinta, atau bertahan karena terpaksa?

Gulma tak tumbuh karena dirawat.
Ia tumbuh karena dorongan hidup, dorongan yang lebih tua dari niat baik, lebih kuat dari cinta musiman, ia tumbuh karena alam memintanya untuk tetap hidup. Titik.

Namun tanpa disadari seringkali manusia seperti itu pula, ada yang bertahan bukan karena sedang bahagia, tapi karena tak ada pilihan lain selain bertahan.

Emak-emak yang jualan gorengan pinggir jalan pakai rompi bolong-bolong itu, bisa jadi jauh lebih tangguh dari influencer yang curhat soal burnout di vila Bali.

Di dunia ini, kita sering diberi label, yakni ….
“Kamu harus jadi bunga!”

“Kamu harus jadi pohon rindang!”
Tapi tidak ada yang bilang “jadilah gulma…”

Oleh karena itu, karena gulma punya citra buruk, seperti orang miskin di sinetron, gulma dicap pengganggu, pemicu masalah, sumber penyakit visual di taman perumahan elit.

Tak dianggap

Padahal, gulma mengajarkan beberapa hal yang justru paling manusiawi tumbuh meski tak dianggap, menolak mati meski dipojokkan, dan tidak peduli mau dipuji atau tidak, yang penting tetap hidup.

Kadang, kita juga tak sadar hidup ini bukan panggung taman kota, tapi semak belukar yang liar dan semrawut.
Kita bukan bunga bonsai yang dipangkas rapi, melainkan gulma liar yang sedang mencoba mencari cahaya di sela reruntuhan.

Seperti kata tetua kebun (yang saya karang sendiri) “Bukan tempat yang menentukan tumbuhan, tapi keberanian tumbuhanlah yang menaklukkan tempat”.

Jadi kalau kamu sedang merasa hidupmu tak teratur, kerjaanmu belum dihargai, serta posisimu tak pernah diperhitungkan, maka tenang….. mungkin kamu bukan gagal, mungkin kamu cuma sedang hidup sebagai gulma di dunia yang terlalu mencintai taman.

Kita hidup di zaman yang aneh, semua serba estetik, tapi kosong.
Sementara gulma? tidak pernah ikut lomba taman hias, tapi dia selalu tumbuh paling dulu.

Gulma tidak peduli kamu suka atau tidak.
Dia tak minta difoto, tak butuh testimoni, tak pakai skincare, tapi daunnya tetap hijau, tubuhnya tetap tegak, dan akarnya tetap menghunjam tanah.

“Kalau hari ini kamu merasa jadi gulma, banggalah, karena kadang, justru gulma-lah yang paling tahu bagaimana caranya bertahan di tengah tanah keras dan sinar matahari yang tak adil”

Dan… sepertilah gulma, kita pun bisa tumbuh, bukan karena disayang, tapi karena kita tahu menyerah bukan pilihan.[***]

Terpopuler

To Top