Parlemen

“Raperda, Rapat & Rasa-Rasa Soto Ayam, Biar Gak Hambar di Lidah Rakyat”

ist

POLITIK itu seperti masak soto, maka Rapat Paripurna DPRD Sumsel ke-17 kemarin ibarat sedang cek rasa, apakah kaldunya cukup gurih, dagingnya empuk, atau jangan-jangan cuma banyak taburan bawang goreng tapi kuahnya hambar. Gubernur Sumsel, H. Herman Deru, diwakili oleh Wakil Gubernur H. Cik Ujang, datang bukan bawa panci, tapi bawa jawaban atas pandangan fraksi-fraksi DPRD terhadap tiga Raperda, senin [14/7/2025].

Dan seperti biasa, di dunia persidangan, semua orang tampak serius padahal dalam hati mungkin ada yang nyusun draf sambil mikir, “nasi uduk warung depan masih buka gak, ya?”

Nah, dalam jawaban yang disampaikan, Pemprov Sumsel ngaku sepemahaman dengan Fraksi Golkar soal pentingnya Perda pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Mantap! Kita suka kalau pemimpin satu nada, gak kayak keyboard rusak. “Alokasi anggaran akan diprioritaskan,” kata Cik Ujang. Ini seperti bilang ke anak istri, “Gaji bulan depan khusus buat beli lemari buku dan kursi belajar” meskipun realitanya sering kepleset ke diskon Tokopedia.

Tapi jangan langsung kasih standing ovation. Pepatah lama bilang “Menjaring angin takkan dapat ikan”. Artinya, niat baik tanpa eksekusi itu cuma jadi angin lalu. Raperda boleh banyak, tapi kalau tidak dilaksanakan dengan serius, ya rakyat tetap jadi korban sistem yang kayak odong-odong rame tapi jalannya muter-muter.

Ada delapan fraksi kasih pandangan, Pemerintah jawab semuanya, katanya sudah “sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya”. Nah loh. Kalau sudah lengkap, tinggal bikin sayur lodeh. Tapi hati-hati, kadang jawaban panjang lebar itu malah seperti buku resep dari chef luar negeri, keren dibaca, susah diterapkan.

Cik Ujang juga bilang kalau ada yang kurang, bisa dibahas lagi sama dinas terkait. Ini kayak kalau ngelamar kerja tapi CV-nya belum lengkap tenang aja, nanti bisa dikirim via email. Tapi kan rakyat butuh hasil nyata, bukan janji follow-up mulu.

Di akhir rapat, Ketua DPRD Andie Dinialdie kasih mic ke anggota lain buat kasih tanggapan. Fraksi-fraksi pun menyatakan bahwa jawaban dari Pemprov sudah sesuai harapan. Ah, adem. Tapi ingat, sesuai harapan bukan berarti sudah jalan. Harapan itu seperti hujan sore kadang kelihatan dari langit, tapi gak jadi turun.

Agenda ditutup dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus). Ini penting, supaya Raperda gak cuma jadi bubur dingin yang lupa dikasih kuah.

Kita mau ada pengadukan serius, bukan sekadar basa-basi dapur dewan. Harus ada indikator yang jelas, evaluasi berkala, dan laporan ke publik. Tiru negara-negara seperti Finlandia dan Kanada yang serius bikin kebijakan berbasis data, bukan perasaan. Lha, masa Sumsel kalah sama negara yang sering ketutup salju?

Motivasi buat Para Wakil Rakyat “Kalau tidak bisa menjadi matahari yang menerangi, setidaknya jangan jadi awan mendung yang menutupi harapan rakyat”.

Buat para anggota dewan dan Pemprov, inilah saatnya bikin Raperda yang bukan sekadar lembaran hukum, tapi juga warisan kebijakan. Jangan nunggu rakyat demo dulu baru sibuk revisi. Jangan sampai Raperda kita kayak sandal jepit gampang putus saat dipakai jalan jauh.

Rapat Paripurna ini ibarat nonton sinetron episode pembuka. Janji sudah dikasih, tanggapan sudah dibalaskan, tinggal kita tunggu  ending-nya bahagia apa digantung? Kalau boleh kasih saran, bumbu kebijakan ini jangan kebanyakan micin janji, tapi perbanyak protein aksi.

Dan terakhir, pesan nenek saya dulu pas masak “Jangan cuma ngeracik bumbu di mulut, tapi raciklah dengan hati, biar rasanya nempel sampai ke jiwa”.

Semoga Raperda kali ini bukan cuma formalitas, tapi benar-benar jadi resep masa depan Sumsel yang lebih sedap, sehat, dan penuh gizi keadilan. Aamiin.[***]

Terpopuler

To Top