Inspirasi

“Hijrah, Bukan Cuma Pindahan, Tapi Kayak Upgrade HP dari Nokia ke Smartphone!”

kemenag

DENGER kata hijrah, banyak yang langsung mikir soal pindah tempat, dari Mekkah ke Madinah, dari kos-kosan lama ke kontrakan yang ada AC-nya, atau dari mantan toxic ke pasangan yang doyan ngajak kajian.

Padahal, menurut Menteri Agama Nasaruddin Umar, hijrah itu bukan cuma urusan pindah-pindah lokasi macam pindahan kontrakan di akhir bulan.

Ini soal transformasi, bukan transformasi robot kayak di film Transformers, tapi lebih ke transformasi spiritual, intelektual, dan sosial. Intinya, dari gelap jadi terang, dari malas jadi produktif, dari rebahan jadi rebahan sambil ngaji.

Kata Pak Menteri, hijrah Nabi itu bukan sekadar jalan kaki dari titik A ke titik B, kayak upgrade sistem operasi kehidupan, bayangin aja, zaman dulu orang hidup kayak HP jadul, cuma bisa SMS dan telepon. Namun setelah hijrah, hidup umat Islam kayak di-upgrade ke smartphone, ada peta, bisa video call, bisa cari jodoh halal lewat aplikasi.

Nah, begitu pula hidup kita, harus terus di-update. Jangan sampai udah ganti tahun hijriah, tapi akhlak masih versi trial, hati masih penuh cache dosa, dan pikiran penuh virus malas.

Lucunya, kalender hijriah itu bukan hasil rapat sekjen Google Calendar, tapi dari rembukan para sahabat yang otaknya encer semua. Menurut Menag, waktu itu ada banyak opsi buat nentuin kalender Islam, tapi Sayyidina Ali usul kenapa nggak ambil momen hijrah aja? Akhirnya semua sepakat.

Di era sekarang, hijrah itu bukan ganti penampilan doang, jangan sampai baru beli gamis langsung upload foto caption panjang “Hijrahku bukan untukmu”.

Padahal niatnya biar mantan kepanasan, kata Menag, hijrah sejati itu tentang upgrade kualitas diri, bukan filter Instagram. Hidup ini bukan cuma tentang terlihat Islami di feed, tapi bernilai Islami di deed.

Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti juga ikut nimbrung, katanya hijrah itu ya ninggalin keburukan, jangan sampai tiap tahun ganti kalender hijriah, tapi kelakuan masih doyan nyogok, ngegas di jalanan, dan nyalahin lampu merah yang katanya “nggak peka”

Pak Abdul Mu’ti sampai ngutip Muhammad Asad yang nerjemahin ayat “laa tufsidu fil ardh” jadi “jangan berbuat korupsi di muka bumi” Mantap! Jadi kalau masih nyolong sinyal Wi-Fi tetangga atau parkir sembarangan sambil bilang “kan cuma sebentar,” itu belum hijrah beneran. Jangan sampai hijrahmu cuma sejauh dari kasur ke kulkas!

Peringatan 1 Muharam ini bukan ajang selfie berjamaah sambil hashtag #NewMeNewHijrah. Ini momen buat ngaca, bukan ngaca di kamera depan HP, tapi ngaca ke dalam hati, udah sejauh mana kita berubah? Udah kayak Rasulullah yang hijrah demi peradaban, atau masih kayak kambing ngeyel yang tiap tahun tetap nyasar ke ladang tetangga?

Hijrah itu bukan soal jarak, tapi tentang arah, bukan cuma soal niat, tapi juga aksi. Jadi, yuk hijrah, jangan setengah hati. Kayak pepatah Jawa yang dimodif dikit “Wani hijrah, ojo mung wani ngunggah status!” (Berani hijrah, jangan cuma berani unggah status).

Kalau kata orang bijak yang biasanya nongkrong di warung kopi sambil main catur, hijrah itu ibarat nyuci baju. Jangan cuma direndam doang, tapi digosok juga noda-nodanya. Karena kalau cuma niat ninggalin yang buruk tapi masih pelihara kebiasaan lama, itu bukan hijrah… itu cuma pindah posisi rebahan.

Jangan lupa, hijrah itu bukan ajang lomba cepat-cepat jadi sempurna. Nggak perlu buru-buru ganti semua isi lemari, atau tiba-tiba ganti semua playlist jadi suara alam.

Hijrah itu proses, kayak masak rendang butuh waktu, tapi hasilnya gurih. Yang penting konsisten hari ini lebih baik dari kemarin, dan besok lebih baik dari hari ini. Kalau hari ini masih suka nyindir di status, besok coba belajar nyindir pake doa.

Dan kalau pun kita belum bisa hijrah total, minimal jangan ganggu yang lagi berusaha. Jangan mentang-mentang belum siap, lalu bilang, “ah itu mah pencitraan!” Padahal dia udah berusaha keras ninggalin zona nyaman dosa. Ingat, setiap orang punya momen hijrah sendiri-sendiri. Jangan dibandingin, apalagi dijadikan konten roasting.

Jadi mulai sekarang, mari kita hijrah dari hidup yang asal hidup ke hidup yang penuh tujuan, dari yang hanya sekadar lewat, ke yang memberi jejak. Dari yang cuma jadi penonton, ke yang ikut main di panggung kebaikan.

Karena kalau hidup ini cuma dipakai buat ngeluh, nyinyir, dan ngaret mulu, nanti pas ditanya Malaikat “Apa yang kamu lakukan selama 80 tahun di dunia?”.Jangan sampai jawabannya cuma, “Scroll reels dan maraton drama Korea, Malaikat…”

Sekali lagi, yuk, hijrah, karena hidup ini bukan drama, tapi perjalanan. Kalau bisa berubah sekarang, ngapain nunggu tahun depan?, karena hidup ini cuma sekali, jangan disia-siakan buat scroll TikTok sampe subuh,  dari sekarang, kita hijrah… pelan-pelan, tapi pasti. Kayak jalan ke warung waktu belum gajian pelan, tapi tetap niat!.[***]

 

 

Terpopuler

To Top