DULUNYA, Lapangan Hatta dikenal sebagai tempat nongkrong para pemuda rebahan, ngopi di trotoar sambil main gitar sumbang dan bola bekas ban dalam, sekarang, masa depan lapangan ini akan berubah haluan dari lapangan kenangan jadi lapangan tendangan (plus lapak dagangan).
Pemerintah Kota Palembang tengah mempertimbangkan kerja sama revitalisasi Lapangan Hatta bersama PT Bergaya Creative Group. Tujuannya menjadikan lokasi ini sebagai pusat olahraga Mini Soccer dan Fadel plus tempat jajan yang menggoyang lidah dan dompet rakyat.
Pak Wali Kota Palembang, H. Ratu Dewa, menyambut ide ini dengan semangat membara, seperti pelatih yang baru dapat jersey baru, hebatnya, bukan cuma soal lapangan dan rumput sintetis rasa karpet sultan, beliau juga menekankan akan ada ruang untuk UMKM. “Kita ingin masyarakat bisa menikmati olahraga, tapi juga menikmati gorengan” kurang lebih begitu semangatnya. Karena apa? Olahraga tanpa jajanan itu kayak lapangan tanpa gawang hampa.
Rencana revitalisasi ini bukan cuma soal bola, tapi juga soal ekonomi kerakyatan. Bayangkan, sambil nonton mini soccer, penonton bisa jajan cilok, cilor, atau kopi susu kekinian racikan UMKM lokal, lapangan yang sehatkan badan, sekaligus gemukkan omzet.
Di berbagai kota besar, konsep ini sudah ngetren, Di Bandung, lapangan futsal modern berdampingan dengan food court lokal, di Yogyakarta, area skate park bersisian dengan angkringan. Bahkan di Seoul, Korea Selatan, pinggir lapangan basket disulap jadi tenda-tenda kuliner yang bisa bikin kamu lupa diet.
Palembang juga harus berani melangkah lapangan sepak bola di tengah, di kanan ada tukang es doger, di kiri ada bubur kacang hijau, di belakang tribun ada UMKM yang jual jersey dan sandal hotel. Lengkap, mantap!.
Pak Wali menyebut sistem kerja sama akan dikaji apakah pakai skema Build Operate Transfer (BOT). Ini bagus, asal jangan sampai berubah jadi BOH [Build Operate Hilang]. Kita semua ingin lapangan ini tetap milik rakyat, bukan jadi kandang elite.
UMKM perlu dipastikan dapat tempat, jangan sampai mereka cuma jadi “penonton” yang disuruh bayar tiket tapi nggak boleh buka lapak.
Kasih satu zona khusus untuk UMKM, lengkap dengan listrik, tenda, dan pelatihan digital marketing, biar sambil jualan pempek, mereka juga bisa live TikTok. Biar sambil bakar sosis, mereka juga bisa bakar semangat pengusaha kecil.
Revitalisasi Lapangan Hatta adalah kesempatan emas, bukan cuma soal rumput sintetis dan gawang anti-karatan, pastinya soal bagaimana ruang publik bisa jadi tempat rakyat sehat, senang, dan cuan, sebab, seperti kata pepatah modern “Di balik keringat yang jatuh di lapangan, ada gorengan yang menanti di luar arena”.
Kita ingin lapangan ini hidup, bukan hanya oleh suara bola ditendang, tapi juga oleh suara minyak mendesis dan uang receh bersalaman, kalau benar direalisasi, Lapangan Hatta bisa jadi hattrick, sehat jasmani, kuat ekonomi, dan bahagia rohani.
Kalau revitalisasi ini sukses, bukan tidak mungkin 5 tahun ke depan muncul anak-anak Palembang yang berkata “Pak, dulu Ayah pertama kali nembak Ibu di depan lapak cilor Lapangan Hatta, habis main Fadel bareng”.he..he..
Dan sang ayah menjawab, sambil tersenyum, begini akunya, “Iya, nak, tendangan Ayah lemah, tapi cinta Ayah kuat”
Oleh sebab itu, warga Palembang dukung pembangunan, asal bukan cuma untuk elite yang jago juggling proposal, tapi juga untuk rakyat kecil yang jago jualan tanpa modal. Palembang harus bisa nendang ke masa depan sambil bawa termos kopi dan jualan tahu bulat.[***]