Sumselterkini.co.id, – Kalau kata pepatah lama “Jangan suruh anakmu mancing ikan, kalau kamu nggak siap dia bawa pulang satu truk hiu pakai ijazah,” Nah, kira-kira itulah yang sedang diantisipasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), lewat pendekatan teaching factory atau, kalau mau dibikin lebih sedap didengar “Belajar sambil ngelapak di dunia nyata”. KKP bertekad supaya lulusan vokasi mereka nggak jadi alumni rebahan berjamaah di rumah.
Sudah terlalu lama dunia pendidikan dan dunia kerja seperti dua orang mantan pernah dekat, tapi sekarang saling bingung kalau ketemu. BPPSDM KP (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan) yang namanya panjang kayak nama akun email pas zaman warnet menyatakan tekadnya untuk menjodohkan dunia kampus dengan dunia industri lewat teaching factory. Ya, bukan hanya praktik di lab, tapi praktik betulan di lapangan, di pabrik, bahkan sampai ke dapur roti yang wangi kayak masa depan taruna yang cerah.
Contohnya, taruna dari Program Taruna Berprestasi (PTB) Batch 2 diajak main-main (yang serius) ke PT. Puratos Indonesia perusahaan bakery top, bukan buat ngemil roti gratis, tapi buat belajar beneran. Mereka mengolah protein alternatif dari hasil laut untuk dijadikan bahan roti. Tuna rasa croissant?.
Ikan kembung isi cokelat? belum sampe situ, tapi idenya udah ke arah sana pangan sehat dari laut yang bisa bikin perut kenyang dan dompet tetap tebal. Inilah bukti nyata bahwa belajar bisa dari oven, bukan cuma dari dosen ibarat kata, jangan cuma bisa bikin makalah, tapi juga bisa bikin makaroni dari daging ikan patin. Kenapa tidak?
Kata pakar pendidikan asal Finlandia, Pasi Sahlberg, dalambuku Finnish Lessons, 2011. “The more time students spend in real working environments, the better prepared they are for life.” (“Semakin banyak waktu yang dihabiskan siswa di lingkungan kerja nyata, semakin siap mereka menghadapi kehidupan,”).
Jadi, makin sering taruna kita main ke dapur pabrik atau nelayan, makin jago mereka nyari rezeki dari laut, bukan cuma dari teori. Jerman, mereka punya sistem dual vocational training, separuh waktu di sekolah, separuh waktu magang di industri. Hasilnya? Pengangguran muda rendah, dan lulusan vokasi nggak canggung kalau disuruh pasang baut mesin kapal.
Korea Selatan, vokasi maritimnya terintegrasi sama pelabuhan, jadi siswanya bukan cuma tahu teori arus laut, tapi juga tahu cara narik jangkar dan buka palka kontainer. Australia, ada TAFE (Technical and Further Education) yang kerja sama dengan industri lokal, bikin lulusan bisa langsung kerja atau buka usaha, dari budidaya udang sampai pengolahan seafood kemasan.
Tahun Akademik 2023/2024, dari 2.195 lulusan Politeknik KP, sebanyak 76,13% udah terserap kerja langsung nyebur ke industri, pemerintahan, atau jadi pelopor UMKM laut. Sisanya? Ya ada yang lanjut kuliah, ada yang jadi bos kecil buka usaha, dan sebagian lagi mungkin masih nunggu panggilan sambil ngurus kolam lele di rumah.
Ini capaian yang layak diacungi jempol, bukan cuma karena angkanya lumayan, tapi karena pendekatan teaching factory terbukti mengubah pola pikir taruna dari “cari kerja” jadi “siap kerja”tau bahkan “ciptakan kerja”.
Kalau boleh kasih saran, kenapa nggak sekalian bikin waralaba roti laut “Taruna Tuna Bakery”? Bisa ekspansi ke bandara, rest area tol Trans Sumatra, sampai ke kapal ferry. Selain itu, bikin reality show “MasterChef Laut” buat promosi hasil kreasi anak vokasi KP, dijamin, bukan cuma jadi tontonan, tapi juga jadi peluang ekonomi baru.
Ibarat laut, pendidikan vokasi ini harus luas, dalam, dan penuh ikan bukan penuh omong kosong, dengan teaching factory, taruna kita nggak lagi bingung setelah lulus. Mereka siap mengarungi ombak dunia kerja, bukan sekadar jadi nelayan angan-angan.
Sambut era baru pendidikan vokasi yang bukan cuma nyuruh taruna ngapalin teori arus laut, tapi juga ngajarin mereka cara bikin keripik tenggiri kemasan ramah lingkungan, karena seperti kata pepatah tua versi nelayan “Kalau bisa makan dari laut, ngapain rebutan micin di darat?”.[***]