SELASA sore, saat jam menunjuk pukul 16.30 WIB, suasana di Perum Pesona Harapan Jaya, Tahap I, Jalan KH.Azhari, Kalidoni, Palembang terlihat anak-anak ramai bermain.
Udara sejuk dan bersahabat pun menemani mereka bermain. Apalagi sejak pagi hingga siang, langit terlihat mendung. Meski hanya sebentar, tepat pukul 14.00 WIB, hujan lebat akhirnya turun membasahi seluruh perumahan.
Diva kecil, Syifa, serta bocah seumur belasan tahun lainnya terlihat juga, asyik bermandi hujan. Dengan polosnya mereka bercengkraman, berlari kesana kemari bersama bocah lainnya. Bocah laki-laki juga terlihat bergembira sembari menggoes sepedanya mengitari blok perumahan.
Para orang tua mereka tak ada satu pun yang melarang untuk pulang ke rumah. Riang gembira terpancar dirawut wajah satu- persatu sang bocah.
Dengan pakaian yang basah kuyup, serta rambut yang ikut basah, mereka terus saja bermain gembira, Maklum sudah hampir seminggu ini memang menikmati libur sangat panjang [libur covid, ramadhan, Idul Fitri, serta semesteran].
Libur panjang ini disempatkan para bocah untuk bermain dengan puasnya di tempat tinggal mereka. Saking asyiiknya, mereka pun tak mengenal waktu, tak mengenal letih, tak mengenal rasa sakit.“Libur covid-19, libur naik kelas om,” kata Zikri dengan polosnya, sambari mengusap-usap rambutnya yang basah.
Ada yang menarik, disaat melihat mereka bermain hujan. Mereka manfaatkan untuk bermain “tongkopan”[Petak Umpet], permain yang sangat sederhana dan sangat jadul, mengingatkan kita semasa seumur mereka.
Ternyata “tongkopan” tak tergerus zaman. Hingga kini, permainan ini tetap dimainkan oleh generasi sekarang dibanding tradisi lainnya.
“Sudah belom…sudah belom..,?”kata Icha ketika mendapat giliran menjadi kucing, mencari teman-temannya yang bersembunyi.
Melansir Wikipedia, permainan ini dimulai dengan kata Hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi “kucing” (berperan sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi).
Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 10, biasanya dia menghadap tembok, pohon atau apasaja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi (tempat jaga ini memiliki sebutan yang berbeda di setiap daerah, contohnya di beberapa daerah di Jakarta ada yang menyebutnya INGLO, di daerah lain menyebutnya BON dan ada juga yang menamai tempat itu HONG). Setelah hitungan sepuluh (atau hitungan yang telah disepakati bersama, misalnya jika wilayahnya terbuka, hitungan biasanya ditambah menjadi 15 atau 20) dan setelah teman-temannya bersembunyi, mulailah si “kucing” beraksi mencari teman-temannya tersebut.
Jika si “kucing” menemukan temannya, ia akan menyebut nama temannya sambil menyentuh INGLO atau BON atau HONG, apabila hanya meneriakkan namanya saja, maka si “kucing” dianggap kalah dan mengulang permainan dari awal. Apabila Yang seru adalah, pada saat si “kucing” bergerilya menemukan teman-temannya yang bersembunyi, salah satu anak (yang statusnya masih sebagai “target operasi” atau belum ditemukan) dapat mengendap-endap menuju INGLO, BON atau HONG, jika berhasil menyentuhnya, maka semua teman-teman yang sebelumnya telah ditemukan oleh si “kucing” dibebaskan, alias sandera si “kucing” dianggap tidak pernah ditemukan, sehingga si “kucing” harus kembali menghitung dan mengulang permainan dari awal.
Permainan selesai setelah semua teman ditemukan. orang yang pertama ditemukan yang menjadi ‘kucing’ berikutnya.
Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu ‘kebakaran’ yang dimaksud di sini adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan oleh si kucing disebabkan diberitahu oleh teman kucing yang telah ditemukan lebih dulu dari persembunyiannya.
Permainan ini bisa melatih anak beradu kecerdasan, kecermatan, dan kejelian. Anak-anak dilatih berpikir mencari tempat yang tepat untuk bersembunyi dan bagaimana cara bersembunyi untuk menghindar dari orang mencarinya. Permainan ini juga menjadikan anak lebih kuat dan tangkas secara fisik. Selain itu memberikan pendidikan pada anak untuk bermain sportif, jujur, dan kreatif.[***]
One/berbagai sumber