SUMSELTERKINI.CO.ID, JAKARTA – Pengamat dari Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto mengkhawatirkan kondisi pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi membuat banyak BUMN mengalami gagal bayar.
“Kondisi BUMN kita secara konsolidatif sangat memprihatinkan bila ditinjau dari segi likuiditas dan solvabilitasnya. Apalagi apabila ditinjau dari sumbernya yang sebagian besar dalam bentuk valuta asing,” kata Suroto di Jakarta, Minggu.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memunculkan risiko lain berupa BUMN gagal bayar atau terancam bangkrut.
Akses mencatat utang BUMN secara konsolidatif pada 2017 sebesar Rp4.800 triliun dan nilai asetnya sebesar Rp7.200 triliun.
“Ini artinya kalau dilihat dari solvabilitasnya jelas buruk karena satu rupiah aset dalam posisi menanggung dua rupiah utang,” katanya mengutip Antara, Senin (10/9/2018).
Ia melihat depresiasi nilai rupiah yang menembus ke angka psikologis Rp15 ribu per dolar AS menjadi ancaman BUMN gagal bayar karena utang mereka dalam bentuk valuta asing.
Manajemen kata dia, biasanya hanya punya dua cara untuk menyelamatkan kondisi likuiditas untuk menutup utang jangka pendeknya yang sedang jatuh tempo, sementara opsi lain berupa menambah utang baru dengan cara menjual saham.
“Apalagi kondisi fiskal pemerintah yang sedang menghadapi double defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran saat ini. Maka masalah akan semakin berat dan pemerintah pasti akan banyak menekan manajemen perusahaan,” katanya.
Struktur keuangan BUMN yang demikian ini sebetulnya bukan saja akibat pola pengelolaan yang kurang antisipatif yang dilakukan oleh BUMN, tapi juga dikarenakan oleh tekanan pemerintah yang tidak sehat.
Ia mencontohkan, target pencapaian elektrifikasi pada PT PLN yang tidak lagi ditopang secara rasional secara bisnis.
Menurut dia, ada potensi moral hazard dalam mekanisme perolehan utang itu.
Sebab ada potensi puluhan triliun rupiah keuntungan dari suku bunga yang bisa didapat para kreditor.
Hal ini kata Suroto, mestinya juga perlu menjadi bagian kasus yang disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kondisi ekonomi makro kita saat ini sedang kurang baik. Daya beli lesu, double defisit, dan rupiah terus melemah. Pemerintah harus memberikan lampu merah ke BUMN. Apalagi tahun ini dan tahun depan masuk dalam satu perkiraan krisis konjungtural yang tanpa kita duga akan menyapu semuanya,” katanya.[Ant]