Uncategorized

Polemik Sidang Online di Saat Pandemi COVID-19

foto : ist

PANDEMI  Covid-19 masih melanda Indonesia. Dari data statisitik Johns Hopkins University Medicine mencatat bahwa Indonesia menyumbang 1,11 % kasus positif di dunia atau dengan jumlah 1.191.990 jiwa kasus terkonfirmasi di Tanah Air dengan angka kematian mencapai 32.381 jiwa.

Dalam hal ini pemerintah melakukan usaha preventif untuk mencegah atau meminimalisir penyebaran virus corona secara drastis di Indonesia. Mulai dari ada penerapan PSBB, Social Distancing, Physical Distancing, Rapid Tes/Swab Tes, hingga vaksinasi. Dan hal ini berpengaruh terhadap keadaan persidangan, yang pada halnya keadaan persidangan dilakukan secara online.

Seperti telah tercantum pada Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online). Namun sifat dari Perma ini hanya sebatas landasan hukum dan pedoman kapan persidangan bisa dilaksanakan secara online, dan bagaimana tata caranya.

Tidak sedikit para terdakwa yang berkeluh kesah terhadap keadaan sidang online ini. Keadaan yang mana hanya dapat berbicara melalui virtual dan tidak jarang terjadi kesalahan-kesalahan teknis, serta penyampaian pendapat yang dilakukan terdakwa seperti ada batas bila melalui virtual karena hal itulah banyak terdakwa yang menyatakan walk out dari sidang virtual atau tidak puas dalam diri terdakwa dalam menjalankan sebuah persidangan di depan kamera.

Hal ini terjadi pada contoh kasus Jerinx Sid yang mana dia menyatakan Walk Out pada persidangan online, petinggi KAMI Syahganda Nainggolan yang menolak untuk hadir secara online dipersidangan, Habib Rizieq Syihab menolak mentah-mentah dengan lantang untuk hadir secara online.Peristiwa ini harus menjadi pertimbangan pada Hakim atau pelaku penegak hukum.

Karena opsi persidangan online seperti ini bukanlah salah satu jalan solusi. Namun terdapat solusi-solusi lain yang bisa diterapkan seperti memberlakukan protokol kesehatan di dalam ruang persidangan dan upaya-upaya yang lainnya. Karena notabene-nya massa persidangan bukanlah massa cair yang susah dikendalikan, namun massa padat yang mudah dan bisa diatur dengan prosedural protokol kesehatan.

Walaupun pada kasus yang lain terdapat persidangan yang dilakukan secara normal atau biasa seperti kasus Irjen Napoleon yang terjerat kasus suap Djoko Tjandra yaitu penghapusan nama Djoko Tjandra di red notice. Namun jangan sampai karena hal ini terdapat sentimen negatif dari masyarakat terhadap hakim atau penegak hukum atas tindakan-tindakan yang tidak sama rasa pada terdakwa lainnya.

Hukum bukanlah tujuan, namun yang menjadi tujuan adalah keadilan. Maka substansi keadilan harus diutamakan pada ranah soal prosedur hukumnya itu sendiri. Oleh karena itu penegak hukum harus mentaati keadilan. Keadilan hukum adalah sama rata sama rasa, siapapun mempunyai hak dan kewajiban yang sama di depan hukum.[***]

 

Oleh : Ilham Mardiantoro

Mahasiswa Administrasi Publik, FISIP, Universitas Sriwijaya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com