Hari kemerdekaan bangsa kita memberikan suntikan semangat bagi insan seni. Selama masa pandemi, kreativitas dan aktivitas penggiat seni tak dipungkiri menjadi terbatas. Di bawah kontrol protokol kesehatan yang ketat, buncahan seniman untuk berkativitas di dunia nyata sangat kuat.
Selama ini, meski terkendala protokol kesehatan, kreativitas dan imanjinasi seniman selama masa pandemi tak pernah padam. Tanpa panggung, tanpa pameran, dan tanpa penonton ‘nyata’ senyatanya ternyata karya-karya mereka senantiasa hadir.
Melalui Dewan Kesenian Palembang (DKP), para seniman di bawah enam komite yang ada, teater, musik, seni rupa, tari, sastra, dan film mencoba mengulik dan membahas persoalan berkesenian menuju kenormalan baru. Sekaligus bersilatutahmi dan menggelar karya.
Kegiatan ini, seakan menjadi obat saat kronisnya kondisi kesehatan. Dukungan dan suport termasuk kepedulian berbagai pihak, membuat kegiatan yang dikemas dalam art normal, iklim berkesenian menuju kenormalan baru (silaturahmi-gelar karya seniman kini dan nanti) pun usai dan tuntas. Dialog webinar plus yang dilaksanakan secara daring dan nyata, serta diisi gelar karya para seniman pun bergulir nyaman dari hari pertama hingga hari ketiga.
Dukungan berbagai pihak bukanlah berupa belas kasihan. Tetapi penyemangat sehingga naluri berkesenian dan kreativitas pun bisa tersalurkan. Apalagi, seni itu bukanlah sekedar seni untuk seni. Tetapi seni itu adalah memberikan warna dan manfaat bagi kehidupan.
Karenanya menjadi pertanyaan, kalau masih ada lembaga-lembaga yang seyogyanya punya kemampuan untuk bisa peduli, ternyata sedikit pun mereka tak memberikan empati apalagi simpati. Seni senyatanya memang tak butuh empati maupun simpati itu. Tanpa itu, takkan mengurangi kadar dan kualitas maupun kuantitas mereka berkarya.
Tetapi yang menjadi persoalan, adalah adakah pihak-pihak yang punya kemampuan dan kepedulian bagi kehidupan, bisa ikut mewarnai kehidupan. Membuat masyarakat, bisa menikmati ‘renyahnya’ seni yang membuat kehidupan di masa pandemi bisa menjadi lebih segar. Bagaimana caranya, ya dengan menggunakan ‘tangan’ mereka mencoba memberikan napas segar bagi para seninman untuk tetap terjaga semangatnya.
BUMN-BUMD Membisu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha milik Daerah (BUMD), tentunya tidaklah semata mencari keuntungan. Kalaupun mereka untung, sudah diatur adanya peran mereka untuk ikut ‘membangun’ kehidupan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat di saat pandemi, tak sekedar butuh materi dan bantuan dana, mereka pun akan menikmati seni-seni yang terus mengalir dan terjaga ritmenya.
Itu menang kondisi ideal, yang barangkali akan ditemui dalam situasi normal. Dalam masa pandemi yang mungkin sedang menuju normal, bisa saja lembaga-lembaga itu, pun juga terkendala dalam pusaran yang sama dan dialami masyarakat. Mungkin saja, mereka juga terdampak akibat pandemi covid 19. Sehingga, wajarlah kalau naluri kepedulian mereka pun turut menurun fungsinya. Rasa empati dan simpati mereka pun, mungkin wajar kalau ikut berubah.
Sebagai Ketua Pelaksana kegiatan Silaturahmi dan Gelar Karya seniman kini dan nanti yang digagas DKP, penulis merasakan hal tersebut. Permohonan untuk beraudiensi sekedar bersilaturahmi ataupun permohonan partisipasi dari dana CSR sepertinya tak tersentil di respon mereka.
Kepada PT Pusri, PT Bukit Asam, Pertamina, Bank Sumsel, BTN Syariah, dan BNI upaya membangun kerjasama disampaikan. Padahal, bukan belas kasihan yang diharapkan. Tetapi, empati dan simpati mereka terhadap kehidupan yang sesungguhnya membutuhkan kehadiran seni.
Seni yang membuat kehidupan bisa lebih berwarna. Tak satupun, BUMN maupun BUMD yang ada, memberikan respon positif. Bahkan, Bank Sumsel, yang selama ini sangat konsen dengan seni, ternyata untuk audiensi pun tak tersedia waktu. Sementara, BUMN lainnya, seperti Pusri, Pertamina, PT Bukit Asam, sampai hari pelaksanaan, diam membisu dalam aktivitas mereka.
Itulah kehidupan. Itulah senyatanya persoalan. Tetapi, bagi para seniman, aktivitas berkesenian takkan terhenti oleh tak hadirnya empati dan simpati. Tepuk tangan dan pujian serta kritikan kurator pun, sesugguhnya memang dibutuhkan. Tetapi tanpa kehadirannya pun, seni itu harus tetap ada.
Kehidupan membutuhkannya. Makanya, dia akan tetap mengalir. Sama seperti aktivtas pihak-pihak tersebut yang tetap beraktivitas meski membisu terhadap kehidupan.
Art Normal
Melalui Art-Normal:Silaturahm-Gelar Karya Seniman Kini dan Nanti: Iklim Kesenian Menuju Kenornalam Baru, DKP mencoba menggambarkan kondisi yang dialami dan bagaimana pelaku seni menyiasati dan bertahan di era pandemi. Lalu, memberikan pemetaan dan menggali rekomendasi terhadap berbagai stake holder sehingga bisa dijadikan bahan masukan dalam melangkah bersama.
Bersamaan HUT ke-75 RI, pembukaan kegiatan ini sekaligus dialog pihak terkait digelar.
Termasuk pementasan wayang Palembang dan penampilan lagu Hari Merdeka berupa ansamble gitar yang disajikan oleh Komunitas Gitar Klasik Palembang.
Pembukaan (Opening) Webinar Plus DKP Senin (17/8) telah disiarkan secara langsung oleh RRI dari tempat pelaksanaan Guns Cafe di seputaran Kambang Iwak Palembang. Aktivitas kegitan tersebut juga sudah terpublikasi melalui media massa maupun media sosial. Dalam kebisuannya, BUMN dan BUMD yang ada di Palembang, tentu tak buta dan tuli. Mereka, akan merasakan bahwa getaran seni tetap berdenyut dan memperkuat nadi kehidupan manusia.
DKP menggelar kegiatan untuk insan seni di kota Palembang, bertajuk ART NORMAL, dan digelar di Guns Cafe, dari 17 sampai 19 Agustus.
Banyak harapan yang bisa terdokumentasi dari kegiatan silaturahmi dan gelar karya ini. Bukan tidak mungkin, dari situ kita bisa mengetahui bahwa kesenian telah berubah. Pandemi mungkin saja telah ‘memaksa’ wajah kesenian berubah menjadi sesuatu bentuk baru. Paling tidak, keinginan seniman bersemuka dengan penikmatnya di bumi, bisa terealisasi.
Narasumber di Teater ada Marlahim Zaini dari Riau, Marhana dari Padang dan Toton Dai Permana dari Palembang, dengan pemantik Diskusi dari DKP Hasan, dipandu artis lokal Cek One, ada juga penampilan monolog dari Fiki.
Sedangkan di komite Musik, DKP menghadirkan Jimi Hutan Tropis, Budi LVT, Fadhil Indra (pendiri Gong Sriwijaya) dari Jakarta, dengan pemantik diskusi Endi Ruskan, dengan penampilan dari Iir Stoned, Alila Najwa, Randi/Rosa. Pada Selasa (18/8/2020), komite Seni Rupa akan menghadirkan Dr. Erwan Suryanegara, M,Sn, Askanadi Sirodjudin, dengan Pemantik Diskusi Husni Mubarak, disini DKP juga menggelar Demo Melukis.
Untuk Komite Tari DKP menghadirkan Dr. Susasrita Violaranti, M.Sn, Surtianingsih Imansyah, dengan pemantik Diskusi Sonia dipandu oleh Dina Tanjung, dengan dihidangkan pula tampilan dari Saudaradance dan BlockArt
Rabu (19/8), komite Sastra menghadirkan narasumber yakni Dr. Tarech Rasyid, M.Hum (Rektor Universitas IBA), Dr. Didik Suhendi, M.Hum (Wakil Ketua HISKI Sumsel) Maspril Aries (Penulis dan Penggagas Dewan Kesenian Lampung), dan Dr. Darwin Effendi, M.Pd. (Dosen Universitas PGRI Palembang) dengan pemantik diskusi Imron Supriyadi, MAg Di hari itu juga, menyuguhkan penampilan pembacaan puisi-Anto Narasoma-Yos Ilyas, Jaid Saidi dan testimoni beberapa sastrawan.
Dan sorenya, menghadirkan komite film dengan narasumber Erlan Basri (Sekjen ADM), Ari Bulu (Koordinator ADM Palembang), Yudi Suhairi (Sekretaris Kekraf Palembang) dengan pemantik diskusi Endah Septi Elyani dan pemutaran film indie.
Seni tetap menggeliat, meski di seberang sana kebisuan bergerak bersama aktivitas keseharian. Beruntung, masih melihat dan mendengar serta memendam rasa, sehingga rona kehidupan sebagai alamiahnya seni kehidupan tetap terjalin menjadi sebuah harmoni.
Palembang, 26 Agustus 2020
Muhamad Nasir
Penggiat Seni Kota Palembang