KEPENGURUSAN PWI Sumsel telah berlangsung dalam era dan waktu serta situasi politik yang berbeda. Era kepemimpinan almarhum H Ismail Djalili, H Asdit Abdullah, H Kurnati Abdullah, H Octaf Riyadi telah berlalu dan memberikan manfaat maupun pelajaran yang berharga bagi PWI Sumsel sendiri maupun para anggotanya.
Tiap-tiap era telah memberikan warna tersendiri, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Kini, di era zaman now, dan situasi pasca reformasi yang bebas, tentu membutuhkan sosok yang setidaknya memiliki kemampuan yang sama plus kepiawaiannya menyesuaikan dengan kondisi terkini.
Kebutuhan berorganisasi adalah mutlak bagi semua orang. Termasuk bagi mereka yang memiliki profesi. Diantaranya, mereka yang berprofesi wartawan. Dibutuhkan organisasi yang menjamin rasa nyaman dan bisa menjadi rumah besar bagi insan kuli tinta ini. Hingga diharapkan tumbuh profesionalitas yang bisa mengangkat martabat para jurnalis yang tergabung dalam organisasi tertua dan terbesar di nusantara ini, PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).
Terutama di era zaman now yang lekat dengan digitalisasi dan tumbuhkembangnya konvergensi media. Apalagi tantangan bagi wartawan dan media massa saat ini semakin keras. Diperlukan sosok wartawan yang tangguh, profesional, kompeten dan sekaligus beretika untuk dapat memenangi ‘pertarungan’ tersebut. Kehadiran organisasi bagi mereka yang menggeluti profesi wartawan ini tentu dapat memperkuat dan turut mengamankan mereka dalam menalankan profesinya. Termasuk tentunya, organiswasi wartawan bisa menjadi mitra bagi media massa yang menaungi kerja jurnalis. Jurnalisnya nyaman menjalankan profesi, medianya maju dan bertahan di era yang penuh tantangan, dan organisasi mampu memberikan kehangatan. Ditambah sinergisitas dengan berbagai stake holder yang tidak membiaskan kontrol sosial tentu akan memperkuat posisi pers sebagai pilar keempat dalam bernegara dan berdemokrasi.
Menyadari hal-hal di atas, Ketua PWI Sumsel ke depan idealnya adalah sosok yang merasa terpanggil untuk membangun PWI Sumsel. Tentu dengan keyakinan bahwa anggota PWI Sumsel juga memerlukan organisasi yang bisa menjadi rumah besar bagi mereka dalam memelihara dan menjaga marwah wartawan, yang sesungguhnya bermartabat.
Paling tidak, dibutuhkan Ketua yang bisa menggandeng rekan-rekan seprofesi untuk menjalin kebersamaan. Sama-sama memiliki organisasi dan bersama menjaga marwah dan martabat profesi yang memiliki fungsi strategis dalam bernegara maupun bermasyarakat. Sebagai pilar keempat dalam negara demokrasi.
Karenanya, wajar saja kalau Ketua PWI Sumsel ke depan adalah sosok yang bisa: (1) memberikan sentuhan langsung kepada wartawannya, (2) memberikan manfaat bagi organisasi, (3) dan mitra bagi media massa, (4) sekaligus bisa membangun citra organisasi.
Sentuhan Wartawan
Sebagai insan pers, saya mencatat beberapa hal yang setidaknya harus terus dan dapat diperjuangan oleh ketua PWI Sumsel kedepan. Terutama yang berhubungan langsung dengan ‘dunia’ wartawan. Diantaranya, melaksanakan dan melanjutkan tradisi Uji Kompetensi Wartawan (UKW), mengoptimalkan pembelaan wartawan, menggagas dan membangun kemandirian dengan menghidupkan koperasi atau lembaga lainnya sebatas tidak menyalahi ketentuan, menggelar pendidikan baik formal maupun nonformal untuk meningkatkan profesional wartawan, dan memperbanyak even atau kegiatan entah itu lokakarya, seminar, atau kegiatan lainnya di sela-sela tugas jurnalistik wartawan yang padat.
Kepengurusan sebelumnya, mencatat telah berkali-kali sukses melakukan UKW gratis dan mandiri. Dan ini membuahkan penghargaan sebagai pengurus yang aktif. Tradisi ini selayaknya dilanjutkan dan ditingkatkan. Salah satu rekomendasi saat penetapan Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2016 yang saya ikuti sebagai mewakili ahli pers dari Sumsel, adalah diperkenannya organisasi ataupun pihak lainnya menggandeng pihak ketiga dalam upaya meningkatkan profesional wartawan. Karena disadari, implikasi dari wartawan yang profesional adalah output jurnalistik yang juga akan lebih berkualitas. Karenanya, memang semua pihak harus bersama-sama mendorong upaya peningkatan profesional wartawan. Diantaranya, dengan menggelar UKW gratis. Yang dana penyelengaraannya diperoleh dari pihak-pihak terkait dan tidak mengikat. Sehingga peserta UKW tidak perlu mengeluarkan biaya untuk itu.
Disadari, dalam menjalankan profesinya, jurnalis terkadang tersadung masalah. Baik dalam proses mendapat informasi maupun ketika produk jurnalistiknya dinikmati masyarakat. Sebagai organisasi profesi, tentu sangat wajar kalau PWI Sumsel juga dapat mengoptimalkan pembelaan ini. Sehingga wartawan merasa nyaman dan terlindungi saat menjalankan tugasnya. Kode etik tentu saja harus menjadi pedoman utama. Dan hasil Kongres 2018, PWI juga berhasil menelurkan kode perilaku yang menjadi pedoman teknis bagaimana wartawan itu berperilaku sesuai profesinya. Ini tentu menjadi barang baru yang semakin membuat masyarakat bisa berharap sajian berita yang memang penting dan bernilai. Karena, kehadiran kode perilaku ini ditujukan bagi wartawan tetapi sesungguhnya dinikmati oleh masyarakat melalui produk jurnalistik yang dihasilkan para kuli disket.
Mengacu Peraturan Dewan Pers No 1/P-DP/III/2013 tentang Pedoman Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan, diketahui bahwa beragam ancaman didapai wartawan ketika menajalan profesi jurnalistiknya ataupun akibat karya jurnalistiknya. Setidaknya, berbentuk kekerasan fisik; kekerasan nonfisik seperti ancaman verbal, penghinaan, pengunaan kata-kata penghinaan dan pelecehan; perusakan peralatan kerja; dan upaya menghalangi kerja sehingga terhambatnya proses menghasilkan karya jurnalistik, serta bentuk lainnya.
Prinsip penanganan kekerasan wartawan tersebut, yang terkait kerja jurnalistik menjadi tanggung jawab bersama perusahaan pers, organisasi profesi wartawan (termasuk PWI), dan Dewan Pers. Prinsip lain, sesuai pedoman tersebut, organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk penanganan kekerasan wartawan dengan difasilitasi Dewan Pers.
Dalam pedoman itu disebutkan juga bahwa, perusahaan pers merupakan pihak pertama yang segera memberikan perlindungan terhadap wartawan dan keluarga. Termasuk diantaranya, biaya pengobatan, evakuasi, pencarian fakta; koodinasi dengan organisasi pers, Dewan Pers, dan penegak hukum; serta memberi pendampingan hukum. Sementara, organisasi wartawan diharuskan mengambil peran yang lebih besar dan bertindak proaktif untuk memberikan advokasi bagi wartawan dan keluarganya; mengupayakan dana bagi penanganan kasus; dan tidak membuat pernyataan menyalahkan pihak tertentu sebelum melakukan pengumpulan data dan verifikasi data.
Berdasarkan pedoman itulah, Ketua PWI Sumsel terpilih setidaknya menyadari dan memahami bahwa dirinya bersama pengurusnya harus bisa berperan lebih besar dan proaktif, serta bersinergi dengan perusahaan pers dan Dewan Pers. Yang paling penting, menyiapkan lumbung dana taktis.
Serta dalam menangani kasus kekerasan wartawan senantiasa mengikuti tahapan yang ditetapkan Dewan Pers, yakni pengumpulan informasi, veifikasi data, identifikasi keperluan korban, baru menyimpulkan dan memberikan rekomendasi. Sehinggan bisa ditetapkan langkah penyelesaiannya melalui ligitasi atau nonligitasi. Dan tak pernah lepas dari koodinasi dengan pihak terkait, seperti perusahaan pers, Dewan pers, LSM Media, LSM HAM, dan penegak hukum.
Dengan sosok ketua PWI Sumsel yang bisa mengambil langkah yang tepat dan optimal dalam penanganan pembelaan wartawan, tentu akan memberikan jaminan rasa aman bagi anggotanya, wartawan yang menjalan profesi di wilayah Sumsel, sehingga karya jurnalsitik yang dihasilkan akan sesuai dengan fungsi dan tujuan pers itu sendiri yang independen dan melakukan kontrol sosial.
Organisasi yang kuat adalah organisasi yang mandiri. Kemandirian, bisa diperoleh karena organisasi itu punya sumber-sumber pendapatan yang bisa menunjang kerja dan kinerja. Tanpa harus bergantung kepada pihak manapun. Setidaknya, sosok yang akan memimpin PWI Sumsel, adalah mereka yang bisa menghidupkan dan membangun kemandirian. Bisa saja dengan mengaktifkan unit kerja berbentuk koperasi ataupun bentuk lainnya seperti even organiser (EO). Para anggota PWI Sumsel diaktifkan dalam kegiatan dan aktivitas ini. Meski tidak bisa full karena harus dilakukan di sela-sela tugas jurnalistik, paling tidak hasilnya bisa digunakan untuk membangun kemandirian. Termasuk menyediakan lumbung taktis untuk pembelaan wartawan.
Profesional tentu diharapkan bisa diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Sebenarnya yang paling berkewajiban dengan profesionaltas wartawan adalah perusahan pers. Tetapi, sebagai organisasi yang mengimpun wartawan, tentu merupakan nilai plus kalau organisasi sebesar PWI pun bisa memberikan andil yang cukup besar bagi peningkatan profesionalitas wartawan. Bisa dilakukan secara mandiri maupun bersinergi dengan pihak pihak. Karenanya, memang dibutuhkan sosok yang bisa membangun sinergi dengan berbagai stake holder sehingga upaya pelatihan maupun pendidikan wartawan bisa berlangsung secara kontinu dan berkelanjutan.
Bagi Organisasi
Aktvitas organisasi organisasi akan lebi berdenyut kalau sosok pemimpinnya mampu merangkul pengurus dan anggota untuk senantiasi aktif dan berinovasi serta mengembangkan kreativitas. Termasuk, dengan menggagas dan melaksanakan berbagai kegiatan. Sebut saja misalnya lomba-lomba yang berhubungan dengan aktivitas jurnalistik, olahraga, seni dan hiburan, ataupun even-even lain. Karena sesungguhnya sosok jurnalis itu adalah mereka yang banyak memiliki hubungan dan koneksi. Tentu menjadi hal yang positif, kalau peluang dan potensi yang ada di kalangan wartawan bisa dimanfaatkan secara optimal. Organisasi akan lebih merasakan manfaatnya dan anggota serta pengurus pun bisa menikmatinya.
Sekretariat tentu merupakan sarana dan fasilitas yang bisa lebih memotivasi anggota dan pengurus untuk lebih aktif. Ada atmosfer dan nuansa tersendiri bila PWI Sumsel memiliki sekretariat yang permanen dan lebih Kondusif. Dengan sekretariat yang ada sekarang pun, berbagai prestasi dan kualitas kinerja yang mumpuni telah dibuktikan kepengurusan sebelumnya. Apalagi, kalau di periode berikutnya, bisa mewujudkan sekretariat yang lebih permanen dan lebih kondusif. Tentu, semangat dan motivasi anggota maupun pengurus akan lebih terpompa. Terutama dalam menghadapi tantangan pers kini yang jauh lebih berat.
Tak dapat dipungkiri, fungsi utama pers itu adalah melakukan kontrol sosial. Tetapi, sebagai organisasi wartawan, tentu tidaklah salah, kalau PWI Sumsel memiliki sosok pemimpin yang mampu membangun sinergisitas dengan berbagai stake holder.
Terutama untuk menunjang eksistensi organisasi dan menumbuhkan kebersamaan dalam upaya membangun daerah dan negara. Peran pers sebagai pilar keempat dalam alam demokrasi tentu menggambarkan betapa strategisnya peran wartawan termasuk organisasi wartawan. Di tengah era digital terkini, dimana peran media sosial, seakan menjadi pilar kelima dalam berdemokrasi, tentu kita membutuhkan sosok yang bisa tampil prima, menempatkan diri pada posisi dan tempat yang tepat. Sinergi yang dibangun Ketua PWI Sumsel, akan mendongkrak posisi dan peran wartawan maupun organisasinya ke posisi yang lebih terhormat dan berwibawa. Disegani, meskipun tidak ditakuti.
Organisasi itu adalah ilmu. Berdasarkan ilmunya, organisasi itu adalah bagaimana seni membangun partisipasi. Dengan adanya partisipasi, semua unsur dalam organisasi itu mengetahui dan menyadari apa yang harus dilakukan. Tidak ada pemaksaan, otoriter, dan ancaman. Menurut Keith Davis, ada tiga unsur penting dalam partisipasi itu. Yakni keterlibatan mental dan perasaan, kesediaan dan sukarela, dan yang ketiga tanggung jawab.
Artinya, organisasi itu bukanlah milik segelintir orang, melainkan milik bersama. Karenanya, sosok Ketua PWI Sumsel, setidaknya tidak membangun partisipasi pengurus dan anggotanya. Caranya dengan membangun sistem organisasi terbuka, transparan, dan akuntabel. Sehingga diharapkan PWI Sumsel bisa menjadi rumah besar tempat membangun mimpi dan harapan bersama. Semuanya berpartisipasi. Semuanya dilibatkan, sukarela, dan memiliki tanggung jawab.
Keharmonisan keluarga memberikan pengaruh terhadap kerja, kinerja, dan suasana organisasi. Karenanya, dalam berbagai organisasi, peran istri senantiasa memberikan andil yang tak sedikit dalam kesuksesan merealisasikan program. Mengacu hal tersebut, setidaknya aktivitas Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Sumsel tentu menjadi bagian yang tak terlepaskan dari upaya membangun organisasi yang kuat.
PWI Sumsel merupakan pusat organisasi bagi berbagai pengurus PWI kabupaten di wilayah ini. Kehadiran dan keberadaan kepengurusan ini tentu sangat vital dan strategis. Apalagi kalau mengacu ke PD/PRT PWI, bahwa Pengurus PWI Kabupaten/Kota memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan program kerja yang ditetapkan konferprov serta dijabarkan oleh konferkab serta melaksanakan keputusan-keputusan pengurus PWI Provinsi maupun pusat.
Karenanya, konsolidasi ini mutlak dibangun dan diperkuat guna lebih memperkuat partisipasi pengurus PWI Kabupaten/kota terhadap PWI Sumsel.
Media Massa
Persoalan yang dihadapi media massa adalah adanya kesenjangan antara media-media yang ada. Entah itu media harian, mingguan ataupun bulanan. Termasuk cetak ataukah media daring. Karena itu, Ketua PWI Sumsel setidaknya bisa mengupayakan dan memberi pemahaman kepada pihak terkait, terutama yang berhubungan dengan pembagian kue iklan. Ada mediasi dan upaya menjembatani dengan pihak terkait, sehingga masing-masing media bisa mendapatkan kue iklan yang proporsional. Kalau ini terealisasi, maka iklim dan hubungan antarmedia akan terjalin dengan baik. Masing-masing bisa bergandengan tangan, meskipun dalam upaya menghasilkan produk jurnalistik memiliki ciri dan karakter masing-masing.
Ketentuan Dewan Pers dalam upaya menumbuhkan media massa yang sehat, adalah dengan melakukan verifikasi terhadap media-media yang ada. Sebagai organisasi wartawan, sangat ideal kalau juga memberikan perhatian dan bisa memberi back up langsung dalam proses verifikasi media ini. Dengan terverifikasinya media, tentu akan berimplikasi terhadap kerja dan kinerja wartawannya.
Terakhir, sosok Ketua PWI Sumsel diharapkan bisa memberikan sentuhan kepada kehidupan pers di daerah maupun secara nasional. Piagam Palembang telah ditandatangani di Palembang tahun 2010 lalu. Menghasilkan kesepakatan untuk melaksanakan UKW dan menyelenggarakan Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI). Hingga kini, UKW dan SJI ini sudah terselenggara. Merespon ini, sosok Ketua PWI Smsel setidaknya bisa ikut merealisasikan amanat Piagam Palembang, yang juga menjadi program PWI Pusat. Meneruskan dan melanjutkan tentu sangat baik. Merealisasikan yang baru, seperti Sekolah Jurnaistik Asean, tentu juga merupakan hal yang sangat baik.
Pesta suksesi yang direncanakan pada 5 Januari 2019, kini disepakati diundurkan pada 26 Januari 2019. Konferprov PWI Sumsel, sesuai hasil audiensi Ketua Pelaksana dan pengurus harian dengan Gubernur Sumsel H Herman Deru ditetapkan untuk dilaksanakan di tanggal tersebut. Catatan ini bukanlah syarat untuk bisa memimpin PWI Sumsel ke depan. Tetapi, paling tidak melalui catatan singkat ini bisa menjadi inspirasi bagi para kandidat untuk mengelola dan memimpin PWI Sumsel ke depan, yang kini masih dipegang oleh H Octaf Riyadi SH.
Kontemplasi suksesi memang mulai terasa. Beberapa nama mulai muncul, sebut saja misalnya Hadi Prayogo, Afdhal Azmi Jambak, Jon Heri Mardin, Aan Sartana, Firdaus Komar, dan beberapa nama lainnya. Namun, sesuai PD/PRT, nama-nama kandidat yang pasti mencalon atau dicalonkan baru akan kelihatan pada hari H pemilihan. Hidup PWI Sumsel. [**]
Penulis : Muhamad Nasir
Sekretaris Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumsel dan
Penangggung Jawab Sumselterkini.co.id