Uncategorized

Gagal Moto GP yang Datang Piala Dunia U-20

DALAM sebuah keterangan pers tahun 2017, saya teringat penjelasan yang disampaikan Alex Noerdin Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) masa jabatan (2008 – 2013 & 2013 – 2018), menyatakan pasca Asian Games XVIII – 2018, di komplek Jakabaring Sport City (JSC) akan memiliki Convention Halluntuk pertandingan tenis yang bisa menghadirkan bintang tenis dunia Maria Sharapova dan dibangunnya sirkuit Moto GP.

Namun semua itu kandas. Pasca Asian Games, Sumatera Selatan yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai destinasi sport tourismdi Indonesia, nyaris eventolahraga berskala internasional atau dunia kurang menggema. Alex Noerdin mengakhiri masa jabatannya, semua rencana itu urung terealisasi.

Saya bermimpi bisa menyaksikan langsung Moto GP di JSC, mimpi itu hilang ditelan bumi, Presiden Joko Widodo mengalihkannya ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di sirkuit GP Mandalika. Rencana pembangunan Convention Hall yang didanai CSR PT Bukit Asam Tbk, tempat pertandingan tenis in dooratau menjadi arena konser musik tidak terwujud.

Akhirnya semua itu bisa sedikit terobati ketika FIFA yang telah menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2021 menunjuk enam stadion sebagai tempat pertandingan Piala Dunia U-20. Enam stadion tersebut adalah Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Gelora Sriwijaya (Palembang), Stadion Si Jalak Harupat (Bandung), Stadion Manahan (Solo), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya) dan Stadion Kapten I Wayan Dipta (Gianyar).

Gagal meraih mimpi menjadi tuan rumah Moto GP 2021 pasca Asian Games XVIII akhirnya Sumatera Selatan (Sumsel) mendapat berkah menjadi salah satu tempat pertandingan atau host Piala Dunia U-20 yang dijadwalkan berlangsung 20 Mei-12 Juni tahun 2021.

Pilihan FIFA menetapkan stadion Gelora Sriwijaya (GSJ) di komplek Jakabaring Sport City (JSC) sebagai tempat pertandingan Piala Dunia U-20 bukan anugerah yang tiba-tiba jatuh dari langit. Bagi saya, terpilihnya stadion GSJ adalah buah perjuangan seorang pengurus Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Sumsel bernama Faisal Mursyid yang akrab saya panggil “Datuk.”

Jika punya mimpi menjadi tuan rumah Moto GP atau Piala Dunia, Piala Thomas dan Piala Uber atau tuan rumah Olimpiade bukanlah suatu yang muluk atau mengawang-awang tergantung di langit. Siapa yang bisa menduga, ketika Palembang ditetapkan menjadi tuan rumah Sea Games XXVI tahun 2011 bersama Jakarta.

Mungkin saja itu hal yang mustahil karena pekan olahraga multi eventseperti Sea Games atau Asian Games selama ini yang menjadi tempat pertandingan selalu ibu kota negara, untuk Indonesia adalah Jakarta. Jadi tidak mungkin, Surabaya atau Bandung apa lagi Palembang menjadi tempat penyelenggaraannya.

Ternyata semua itu menjadi mungkin. Usai Alex Noerdin kembali ke Indonesia setelah memimpin atau menjadi Chief de Mission(CdM) kontingen Indonesia pada Sea Games XXV yang berlangsung di Vientiane, Laos tahun 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhyono menetapkan Palembang sebagai tuan rumah Sea Games XXVI dengan Jakarta sebagai pendamping.

Sebagai CdM Alex Noerdin sukses memimpin kontingen Indonesia meraih target memperbaiki peringkat Indonesia dari peringkat empat ke tiga besar. Lalu pada Sea Games 2011 di Palembang, Indonesia kembali meraih mahkotanya menjadi juara umum berada di peringkat pertama.

Setelah Sea Games XXVI, Sumatera Selatan atau komplek JSC kembali menjadi tuan rumah untuk pekan olahraga multi eventyaitu Islamic Solidarity Games (ISG) III – 2013 dan Pekan Olahraga Mahasiswa Asean atau Asean University Games (AUG) – 2014. Puncaknya adalah Asian Games XVIII – 2018 bersama Jakarta.

Dari berbagai eventolahraga internasional atau dunia yang berlangsung di Sumatera Selatan, bukan sekedar hiburan atau hura-hura apa lagi politis. Melihat olahraga seperti sepak bola dari kaca mata politik adalah hal kuno, sudah sejak lama ditinggalkan. Dulu memang olahraga dikaitkan dengan politik bukan hanya lokal tapi global.

Saat Moskow atau Uni Sovyet menjadi tuan rumah Olimpiade XXII tahun 1980 diboikot oleh Amerika Serikat dan sekutunya dengan alasan invasi Uni Sovyet ke Afghanistan tahun 1979. Pada Olimpiade XXIII – 1984 yang berlangsung di Los Angeles, Amerika Serikat giliran Uni Sovyet balas memboikot.

Saat ini olahraga atau sepakbola adalah industri dan hiburan. Jika ada yang masih menganggap olahraga bagian dari politik adalah orang yang naif. Olahraga itu adalah spirit yang melahirkan sportivitas. Olahraga itu adalah industri yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sebuah negara atau daerah.

Jangan sampai gagal paham, mari pahami bahwa Asian Games XVIII – 2018 bukan sebuah hura-hura yang menghambur-hamburkan anggaran negara atau daerah. Asian Games 2018 lalu bagi Sumatera Selatan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Ketua INASGOC Erick Thohir yang kini Menteri BUMN menyatakan, pada Asian Games 2018 dampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai Rp 45,1 triliun yang sangat dipengaruhi oleh dunia usaha seperti makanan, minuman, transportasi, dan tempat wisata.

Adanya Asian Games pelaku usaha UMKM dapat hidup yang berarti mengurangi angka pengangguran. Ada 400 pelaku UMKM yang menjadi bagian dari produsen barang souvenir Asian Games di Jakarta dan Palembang yang digandeng oleh 17 pemegang lisensi resmi khusus, di mana 15 diantaranya merupakan perusahaan lokal.

Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan pagelaran Asian Games 2018 selama sebulan lamanya telah membawa dampak pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah tempat pertandingan berlangsung, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat serta Banten.

Bappenas mencatat Sumatera Selatan mendapatkan pertumbuhan ekonomi domestik paling tinggi selepas Asian Games. Sumsel pertumbuhan ekonominya bisa bertambah 0,57 persen akibat Asian Games karena kebagian cukup banyak venue. Pertumbuhan ekonomi riilnya bisa jadi 6,57 persen. Penciptaan nilai tambah atau keuntungan ekonomi riil-nya mencapai Rp2,3 triliun pada 2018 keuntungan ekonomi riil yang tercipta selama periode 2015-2019 adalah Rp7,5 triliun. Adapun efek pengganda terhadap output perekonomian 2015-2019 adalah sebesar Rp 14 triliun.

Fakta ini tentu bukan dusta atau sekedar pemuas dahaga politik belaka. Survei Kementrian PPN/ Bappenas bekerjasama dengan LPEM Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) mencatat, Asian Games 2018 merupakan yang terbesar dalam sejarah penyelenggaraan Asian Games dengan jumlah atlet mencapai 11.478 orang dari 45 negara Asia termasuk Indonesia sebagai tuan rumah. Berlaga di 40 cabang olahraga dan 465 nomor yang dipertandingkan. Jumlah atletnya melampaui Asian Games Incheon 2014 (Korea Selatan), Guangzhou 2010 (Tiongkok) atau Doha 2006 (Qatar).

Asian Games 2018 juga mampu menarik perhatian dunia internasional tidak terbatas pada Kawasan Asia saja. Ajang ini diliput tidak kurang dari 10 ribu jurnalis dari media cetak, online dan televisi internasional dari berbagai penjuru dunia. Selain itu, ajang ini juga mampu menyedot hampir 79 ribu wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia dengan tujuan utama atau bahkan secara khusus untuk menonton pertandingan di Asian Games.

Survei tersebut menyimpulkan bahwa bagi perekonomian Indonesia, Asian Games 2018 memiliki dampak ekonomi dalam jangka pendek dari pengeluaran atlet, country officials, jurnalis, penonton dan panitia baik yang datang dari luar maupun dalam negeri.

Dalam jangka panjang, Asian Games 2018 juga memiliki potensi dampak ekonomi yang positif terhadap sektor pariwisata. Asian Games mampu meningkatkan citra positif negara, budaya, masyarakat dan kota di Indonesia di dunia internasional. Responden internasional dari survei tersebut menyatakan keinginannya untuk berkunjung kembali ke Indonesia untuk berwisata dengan membawa rombongan keluarga atau kolega dengan rencana waktu tinggal yang cukup lama.

 Dalam jangka panjang, Asian Games 2018 juga memiliki potensi dampak yang positif pada kegiatan sport tourism di Indonesia, yaitu meningkatnya peluang Indonesia sebagai penyelenggara international sport event baik dalam skala single-event maupun multi-event. Selain itu, terdapat juga kemungkinan menjadikan Indonesia sebagai lokasi latihan untuk tim olahraga berbagai negara di berbagai cabang olahraga.

Dampak positif Asian Games juga terpotret pada survei terhadap UMKM dan mitra INASGOC. UMKM yang berdagang di sekitar lokasi pertandingan menikmati tambahan penjualan yang keuntungannya pada jangka pendek dapat digunakan untuk menambah barang dagangan dan dalam jangka panjang untuk menambah atau mengganti peralatan.

Salah satu kesimpulan survei tersebut menyebutkan, Indonesia siap dan perlu secara aktif berusaha menyelenggarakan sport eventdalam skala internasional di masa depan, baik yang bersifat multi-event atau untuk beberapa kompetisi cabang olahraga tertentu. Kini kesempatan itu sudah tiba yaitueventolahraga internasional Piala Dunia U-20 tahun 2021. Jangan lagi berpikir meniadakan kegiatan internasional dengan menyatakan, akan fokus ke dalam negeri tidak butuh gointernasional.

Bagi saya sepak bola adalah permainan atau olahraga unversal yang bisa menyatukan dunia. Maka Piala Dunia yang diselenggarakan FIFA adalah roh dari sepak bola itu sendiri. Bahkan ada yang sampai menempatkan sepak bola sebagai agama. Sepak bola tidak hanya sebuah pertandingan dengan nuansa hiburan dan kompetisi. Sepak bola telah menjadi performa religius. Seperti di Brasil atau Kolombia, dan Nigeria sepak bola adalah agama itu sendiri.

Mengapa banyak negara ingin menjadi tuan rumah Piala Dunia khususnya Piala Dunia senior? Dex Glenniza Managing editor of Pandit Footballmenulis, Komite Olimpiade Internasional atau IOC pernah menyimpulkan bahwa menjadi tuan rumah acara olahraga seperti Olimpiade atau Piala Dunia (sepak bola) tak membuat sebuah negara bertambah kaya. Lalu kenapa banyak negara yang mau menjadi tuan rumah acara olahraga?

Dex Glenniza menjawab sendiri pertanyaannya, secara singkat, alasan politisnya adalah itu bisa menjadi magnet bagi turis, menaikkan nama kota atau negara, kebanggaan, sampai warisan jalan dan infrastruktur yang tercipta untuk dimanfaatkan sampai generasi-generasi berikutnya.

Piala Dunia U-20 merupakan turnamen tertua kedua FIFA. Secara historis, turnamen ini menjadi tempat beraksinya para pemain sebelum menjadi legenda sepak bola dunia. Tercatat Diego Maradona, Lionel Messi, Robert Prosinecki, Andres Iniesta, Antoine Griezmann, Mohamed Salah, Gerard Pique, Paul Pogba dan banyak pemain lain pernah berlaga di Piala Dunia U-20.

Tim nasional Indonesia pernah mencicip berlaga di Piala Dunia U-20 Indonesia U-20 di Piala Dunia 1979 yang berlangsung di Tokyo, Jepang. Tim nasional Indonesia yang dipimpin Chief de MissionPSSI, Maulwi Saelan berangkat sebagai wakil Asia. Selain Jepang sebagai tuan rumah yang lolos otomatis, dua jatah Asia menjadi milik juara dan runner-up Piala Asia Junior 1978, yaitu Korea Selatan dan Irak.

Pada putaran final Piala Dunia U-20 yang berlangsung 25 Agustus-7 September 1979 tersebut, Irak sebagai Runer Up Piala Asia Junior mundur, maka sebagai gantinya Korea Utara yang berada pada peringkat III. Korea Utara pun mundur dari turnamen yang disponsori perusahaan minuman Amerika Serikat (AS) Coca Cola.

Keburuntungan menjadi milik tim nasional Indonesia yang ada Piala Asia Junior sudah tersingkir sejak babak perempat final. Tim asal Timur Tengah yang menjadi perempat finalis tidak bersedia tampil di Piala Dunia U-20 1979 tersebut. FIFA akhirnya menentapkan tim nasional Indonesia sebagai wakil Asia. 

Tim nasional Indonesia pun berangkat ke Jepang bergabung di Grup D bersama bersama Argentina, Polandia, dan Yugoslavia. Tim yang dilatih Sutjipto Suntoro melakoni pertandingan dengan pertama melawan Argentina yang diperkuat calon legendanya Diego Armando Maradona. Hasilnya Indonesia kalah 5 – 0. Pada laga kedua melawan Polandia, Indonesia menelan kekalahan 6 – 0. Laga terakhir melawan Yugoslavia kembali tim nasional Indonesia kebobolan lima gol tanpa balas.

Jika kita membandingkan Piala Dunia senior yang terakhir berlangsung di Rusia pada 2018 lalu, ternyata dari Piala Dunia yang berlangsung setiap empat tahun sekali tersebut selalu memberikan sumbangan yang signifikan bagi laju pertumbuhan ekonomi negara penyelenggara.

Berdasarkan data FIFA, Piala Dunia 2006 di Jerman mampu meningkatkan perekonomian Jerman secara nasional. Pemerintah Jerman memproyeksikan pertumbuhan sebesar 1,6 persen. Ternyata setelah Piala Dunia 2006 selesai, realisasi pertumbuhan PDB Jerman mencapai 3,2 persen. Piala Dunia 2006 menghasilkan keuntungan bagi FIFA sebesar Rp28 triliun, sebesar  Rp14 triliun dari penjualan hak siar televisi dan Rp14 triliun dari penjualan pemasaran logo Piala Dunia.

Kemudian Piala Dunia 2010 yang berlangsung di Afrika Selatan juga berdampak positif bagi perekonomian negara Nelson Mandela tersebut. Menurut pernyataan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, negaranya meraih keuntungan dari FIFA World Cup 2010 tersebut mendapat keuntungan 33 milar Rand (setara Rp38,6 triliun) yang diinvestasikan dalam bentuk infrastruktur transportasi, telekomunikasi dan pembangunan stadion. Ada 66.000 orang mendapat pekerjaan dari proyek pembangunan dan renovasi stadion. Selain keuntungan ekonomi, Afrika Selatan mendapatkan citra dan publikasi positif ke seluruh dunia.

Semua data di atas adalah jumlah atau angka dari pelaksanaan Piala Dunia senior. Apakah Piala Dunia U-20 juga bisa memberikan keuntungan yang sama? Jangankan Piala Dunia, Asian Games XVIII yang regional Asia berdampak secara ekonomi.

Selamat menyongsong kehadiran Piala Dunia U-20 di stadion Gelora Sriwijaya. [***]

Penulis : Maspril Aries

Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com