Sumselterkini.co.id, – HANGZHOU, CHINA [ Media OutReach Newswire] – Dari tanggal 23 hingga 25 April, Forum Tingkat Tinggi UNESCO untuk Museum yang ketiga digelar di Hangzhou. Lebih dari 190 direktur museum, pakar, dan perwakilan institusi dari lebih dari 60 negara dan wilayah hadir dalam forum ini. Mereka membahas tema besar seperti: “Evolusi dan Peran Transformatif Museum”, “Penerapan Teknologi Digital dan Kecerdasan Buatan”, serta “Museum sebagai Sarana Edukasi dan Platform Pembelajaran Sepanjang Hayat”. Hasil dari forum ini akan disampaikan dalam Konferensi Dunia tentang Kebijakan Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan di Spanyol pada September 2025.
Namun forum ini bukan cuma ajang serius penuh diskusi ilmiah—ia juga menjadi panggung seru bagi pertemuan lintas budaya anak muda dunia. Salah satunya adalah Aymene, mahasiswa Gen Z asal Maroko yang kini kuliah di Hangzhou. Ia mengunjungi Museum Liangzhu dan langsung mengalami bagaimana teknologi digital menyulap museum jadi tempat main sekaligus tempat ngobrol bareng sejarah.
Di Museum Liangzhu, Aymene mencoba wahana “Liangzhu Ancestors AI Face Swap Generator”. Dengan teknologi AI, wajahnya dipoles ala leluhur Liangzhu. Di depan kamera, dia takjub: “Beneran, ini muka saya versi prasejarah!” Berkat AI, museum kini bukan cuma tempat lihat-lihat sejarah, tapi juga tempat ngedate sama sejarah. Teknologi bikin budaya tradisional jadi bisa dipegang, dirasakan, bahkan diajak selfie.
Puncaknya lagi: tur pakai headset AR. Aymene seolah masuk mesin waktu. Dengan satu gerakan tangan, artefak tembikar dan jade cong berumur 5.000 tahun tiba-tiba nongol di hadapannya, lengkap dengan penjelasan fungsi, teknik pembuatannya, dan konteks sejarah. “Simbol budaya 5.000 tahun ini kini jadi bahasa universal,” ujar Aymene. Bahkan headset buatan Hangzhou ini sukses bikin kagum para bos museum se-dunia.
Melalui mata para pemuda internasional, forum ini melemparkan pertanyaan seru: “Bagaimana cara Gen Z dan museum saling ngena?” Jawabannya mulai muncul: cerita artefak lewat video pendek, bangkitkan reruntuhan kuno pakai AI—semua ini menabrak batas ruang dan persepsi, sekaligus mengubah cara orang nyambung sama warisan budaya.
Buat Gen Z, museum itu bukan lemari debu—tapi momen selfie sama masa lalu, toss sama sejarah yang lagi lewat. Dengan teknologi digital dan meningkatnya kesadaran budaya di kalangan pemuda dunia, museum masa depan mungkin akan berubah dari sekadar gudang kenangan menjadi lab eksperimental masa depan.
Dari yang semula “melihat” jadi “ikut andil”, dari “menerima pasif” jadi “berinteraksi aktif”, anak muda internasional sedang mendefinisikan ulang cara membuka pintu museum. Percakapan lintas dunia ini bikin museum jadi lebih hidup dan membuka peluang tak terbatas untuk masa depan.[***]