Artikel ini tersedia dalam dua bahasa, versi Bahasa Inggris tersedia di bawah setelah garis pemisah.
PAGI yang masih diselimuti embun Gandus dan aroma minyak rambut anak SMP yang belum sempat kering, Wakil Wali Kota Palembang, Prima Salam, tampil bak petugas upacara veteran, bukan untuk sekadar membaca amanat UUD atau memimpin tepuk Pramuka 4 kali tepuk, tapi menyelipkan kejutan manis seragam gratis, langsung dari Pemkot, tanpa lewat pihak ketiga, apalagi calo seragam!.
Sebanyak 211 siswa kelas VII SMPN 47 Palembang mendadak jadi model dadakan pagi itu, dengan wajah antara bahagia dan cemas bahagia karena gratisan, cemas karena takut ukurannya kegedean, mereka menerima seragam putih biru nasional.
Sebuah simbol sederhana yang menyimpan banyak makna pemerataan, kehadiran negara, dan kadang… bahan rebutan rebutan setrika di rumah.
Kalau kata pepatah lama, “Anak muda itu butuh asa, bukan cuma kuota”. Maka seragam ini bukan sekadar baju. Ia adalah janji. Janji bahwa negara tidak cuma hadir saat kampanye atau saat panen piala Adipura, tapi juga hadir di tengah keringat orang tua yang baru saja ambil kredit motor bekas demi menyekolahkan anaknya.
Seragam gratis ini ibarat nasi bungkus gratis di tengah antrean BBM menyelamatkan hari, dan menimbulkan senyum di warung tetangga. Meski sederhana, efeknya menjalar hingga dapur rumah. Uang seragam yang biasanya bikin dompet orang tua langsung kurus dalam semalam, kini bisa dipakai beli buku, sepatu, atau kalau nekat: cicilan gas melon.
Kalau kata Prima Salam, ini bagian dari Palembang Cerdas program yang (kita harapkan) tak hanya cerdas di baliho, tapi juga cerdas di realisasi. Dan kalau benar nanti seragam Pramuka juga digratiskan, maka Palembang mungkin bisa ganti slogan dari “Baju Kita Bangkit”.
Tentu kita sambut gembira. Tapi seragam, tak bisa menyelamatkan segalanya. Seragam gratis bisa memicu semangat, tapi tanpa guru yang tulus dan sistem pendidikan yang menggugah logika, ya ujung-ujungnya cuma formalitas, seperti punya jas tapi isinya tetap gelandangan ilmu.
“Apa gunanya putih biru kalau isi otaknya tetap kelabu?” tanya netizen bijak di Twitter (yang tentu saja, akun parody).
Sudah saatnya seragam ini dibarengi program pengayaan kualitas guru, revisi kurikulum yang bukan sekadar beban, dan ruang belajar yang tidak panas seperti oven kue kering. Pendidikan bukan hanya tentang terlihat rapi di foto upacara, tapi tentang menanam ide, bukan hanya hafalan.
Nelson Mandela pernah bilang, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”.
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia.”
Kalimat ini diucapkan Nelson Mandela, tokoh pejuang anti-apartheid dan mantan Presiden Afrika Selatan. Maknanya dalam banget, bro.
Intinya, kalau kamu mau mengubah masyarakat, bangsa, bahkan dunia ini jadi lebih baik bukan dengan kekerasan, bukan dengan harta, tapi dengan pendidikan, karena lewat pendidikan, orang bisa berpikir kritis, berinovasi, memahami perbedaan, dan mencari solusi buat masalah yang ada.
Atau kalau mau dimodifikasi dengan gaya kita “Senjata tajam bisa melukai tubuh, tapi pendidikan bisa menyembuhkan bangsa”.
Tapi jangan lupa, kata Mamak di warung sebelah juga tak kalah bijak “Seragam boleh gratis, tapi anak harus rajin, jangan gratisan juga semangatnya!”
Kita perlu kombinasi dua kutipan ini. Baju gratis itu keren, tapi kalau semangat belajar dan sistem pendidikan kita masih suka “bolos dalam diam”, maka baju itu hanya akan jadi alat formalitas di kelas yang penting duduk, hadir, dan pulang tepat waktu (tanpa pernah benar-benar paham isi pelajaran).
Seragam gratis ini adalah langkah maju. Tapi jangan berhenti di situ. Pendidikan bukan cuma soal baju, tapi soal isi kepala. Mari kita kawal, agar putih biru itu bukan hanya warna pakaian, tapi juga simbol masa depan yang bersih dan segar.
Kata pepatah baru bikinan kita “Baju boleh gratis, tapi mimpi anak-anak jangan sampai diskon!”
Jadi, ayo terus dukung program cerdas yang bukan cuma tampil di mading sekolah, tapi juga tertanam di hati, otak, dan masa depan anak-anak Palembang.
Karena negeri ini tak butuh generasi yang hanya rapi, tapi juga yang bisa berpikir tajam, jujur, dan tentu saja… tetap pakai kaos kaki lengkap waktu upacara.[***]
This article is bilingual. English version starts here
EDUCATION: “Free Uniforms, Full Spirit, When Blue and White Fabric Becomes a Silent Revolution”
ON a Monday morning in Gandus, still wrapped in mist and the faint smell of teenage hair gel, Palembang’s Deputy Mayor Prima Salam arrived not just as a ceremonial guest, but as a bearer of good news. After leading the flag-raising ceremony at SMPN 47 Palembang, he surprised 211 seventh graders with a humble but powerful gift free school uniforms, straight from the city government no middlemen, no uniform-scalpers, just plain old civic care.
With mixed expressions of joy and “I hope it fits,” the students received their national school uniforms white and blue fabric that now meant more than just clothing. It was a symbol of equality, a whisper of state presence, and yes, sometimes, the cause of morning ironing wars in family homes.
As an old saying goes “Kids need hope, not just mobile data.” These uniforms aren’t just shirts they’re promises. A promise that the state won’t only show up during elections or environmental awards, but also at the breakfast tables of struggling families who are doing their best to send their kids to school.
These free uniforms are like a free rice packet in a long gas station queue they may seem simple, but they save the day. For families, the money saved can now go to books, shoes, or even a long-overdue gas refill.
Prima Salam calls this part of the “Smart Palembang” program a flagship initiative meant to improve access to education. And if, as planned, the city also hands out free scout uniforms next, Palembang might as well adopt a new slogan “We rise by dressing up.”
Of course, we applaud the gesture. But let’s be real: uniforms won’t fix everything. A free uniform may ignite the spark, but without sincere teachers and a curriculum that encourages thinking (not just memorizing), it’s like owning a fancy pen but not knowing how to write.
As a wise netizen once said “What’s the point of white and blue if the brain stays grey?”
It’s time to go beyond appearances. Education isn’t just about looking tidy in a classroom selfie it’s about planting ideas, not just repeating facts. We need better training for teachers, cooler classrooms (literally and figuratively), and content that doesn’t just prepare kids for exams but for life itself.
Nelson Mandela once said, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”
But don’t ignore this wisdom from Auntie at the corner food stall: “Free shirts are fine, but your kid still has to study – don’t let their ambition be free too!”
We need both perspectives. Free uniforms are amazing, but let’s not let the kids’ dreams go on sale. The outfit is just the shell what matters is the fire inside.
Free school uniforms are a step forward. But education is more than what we wear. Let’s ensure that these gifts lead to real transformation not just better photos, but better futures.
To quote a new proverb we just made up “Uniforms may be free, but our children’s dreams should never be discounted!”
So let’s support smart programs that don’t just appear on posters but actually show up in kids’ minds and lives. Because this country needs more than tidy students it needs thinkers, creators, and maybe even future mayors who know how to iron their own uniforms.[***]