Seni & Budaya

Lomba Lukis & Mewarnai Dua Pahlawan Sumsel, Lukis Dulu, Paham Belakangan

[Cara Gaul Mengenal Pahlawan]

ist

Sumselterkini.co.id, -Jangan pernah remehkan anak-anak kecil yang sedang memegang krayon atau kuas, meskipun tangan mereka masih belepotan cat, kadang pakai baju batik tapi mirip kena serangan zombie warna, siapa sangka mereka sedang membangkitkan semangat dua pahlawan nasional dengan cara yang lebih sopan dan artistik dibanding demo di lampu merah?

Ya, inilah yang sedang terjadi di Palembang, Sumatera Selatan, lewat lomba lukis dan mewarnai bertema “Menggores Warna, Gelorakan Patriotisme”, generasi muda tidak hanya diajak mengenal sejarah, tapi juga diajak bermain-main dengan serius. Serius dalam berkarya, main-main dalam ekspresi, ibarat makan pempek pakai cuka pedas, perih di lidah tapi bikin nagih.

Orang Prancis saja bisa bikin Revolusi sambil minum kopi di kafe. Masa kita enggak bisa mengenang AK,Gani dan Sultan Mahmud Badaruddin II sambil mewarnai dengan krayon 12 warna isi dua yang sudah patah-patah?.

Di Paris, seni jalanan dijadikan alat kritik sosial yang ampuh, di Korea Selatan, mural-mural bersejarah menghiasi gang-gang sempit dan jadi tempat selfie turis mancanegara. Nah, kenapa Palembang enggak bisa?. Wong Palembang itu punya sejarah yang lebih berdarah-darah dari kisah cinta di sinetron jam tujuh malam.

Lewat lomba ini, kita sedang berkata “Hei, anak-anak Palembang!, Pahlawan itu bukan hanya tokoh di buku IPS, mereka itu seperti super hero, tapi dari masa lalu, dan kalian bisa memanggil kembali semangatnya lewat warna!”.

Sultan Mahmud Badaruddin II itu ibarat Iron Man-nya Palembang, melawan Belanda bukan pakai laser, tapi pakai tekad baja dan semangat rakyat. Bandara aja pakai nama beliau, tapi kadang penumpang lebih tahu soal delay daripada sejarah tokohnya.

Lalu ada AK. Gani, yang otaknya encer kayak es dawet, beliau bukan cuma tentara, tapi juga dokter, diplomat, dan orang yang kalau zaman sekarang mungkin jadi CEO startup sambil ngisi podcast motivasi. Kalau beliau masih hidup hari ini, bisa jadi follower-nya di Instagram sudah jutaan. Feed-nya pasti penuh quote seperti “Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa memadukan idealisme dengan akrilik” – bukan kutipan asli AK. Gani, tapi bolehlah kalau mau disebar di status WA.

Kadang kita terlalu sibuk ngomongin nasionalisme sambil ngopi di kedai kopi franchise luar negeri. Tapi lupa, bahwa nasionalisme bisa juga muncul dari gambar anak kecil yang mewarnai Sultan Mahmud pakai warna ungu karena crayon hitamnya hilang. Tidak apa-apa, dalam seni, ekspresi bebas itu hukumnya fardhu ain.

Kegiatan ini jadi penting, karena seperti kata pepatah “Kalau tak kenal sejarah, nanti dikira pahlawan kita itu anak TikTok”

Lomba ini juga mengingatkan kita bahwa edukasi tak harus kaku dan membosankan. Bisa sambil ketawa, sambil berkarya, sambil nempel warna. Di Yogya, lomba serupa pernah diadakan dengan menggambar Pangeran Diponegoro. Di Jakarta, mural Soekarno jadi tempat belajar sejarah jalanan. Di Palembang, saatnya kita juga bisa berkata, “Kami juga punya jagoan!”

Kata Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon you can use to change the world”. Nah, kalau pendidikan digabung seni, lalu ditaburi sejarah lokal, bisa-bisa anak-anak kita bukan hanya pinter menggambar, tapi juga ngerti arti merdeka, bukan cuma tahu tanggal merah di kalender.

Seni adalah bahasa yang bisa dipahami siapa saja, dari anak TK sampai pensiunan, dari tukang ojek sampai dosen. Dan ketika seni digoreskan untuk mengenang para pahlawan, maka setiap garis, setiap warna, adalah doa dan penghormatan.

Jadi kalau Anda lihat anak kecil duduk bersila di halaman museum, serius memulas warna di gambar pahlawan, jangan cuma bilang, “Ih, lucu ya.” Tapi bilanglah “Di tangan anak-anak itulah, sejarah bisa hidup kembali. Dan di kuas merekalah, semangat bangsa ini dilukis ulang, versi lebih ceria”. Karena seperti kata pepatah Minang “Nan tuo dihormati, nan mudo dibimbing, nan indak tau sejarah dilukis bae”.

Mari dukung terus kegiatan seperti ini. Jangan sampai nanti kita lebih kenal superhero Marvel daripada pahlawan yang bikin Palembang tetap bangga jadi bagian dari Indonesia.Jangan lupa bawa tisu. Kadang bangga itu bisa bikin mata berkaca-kaca. Tapi kalau berkaca-kaca karena debu di museum, ya itu lain cerita.[***]

Terpopuler

To Top