HIJAU dedaunan di belantara
Padi menguning menyisakan belukar
Warisan berpindah sudah biasa
Gizi tanah sebatas kulit akar
Selaksa kata bisa merusak
Tak banyak jumlah tiada berdampak
Belukar kembali jelma rumpak
Puntung kayu pun berjejer tombak
Pisau di tangan mungil robohkan pohon meraksasa
kecil pun diratakan semua
Matahari panas layukan tebangan bersama
Bakar pilihan sangkil dan mangkus kerja
Gambut dirambah pula
Sela nugal sama-sama cari pasangan seusia
Ngetam, desa pun diramaikan pesta
Ayah muda lasak cari hutan baru di rimba
Menyebar bibit padi dan keluarga
Beranak pinak dan penuhi lumbung desa
Mentradisi ajaran puyang dipelihara
Habitat dan ekosistem punah binasa biarkan saja
Sebanyak-banyak ume di belantara
tak lah bertumpuk lahan tak terpelihara
api memang melahap segala
asap tak urung membumbung diselingi gegana
Air rawa tak mampu redam jalaran bara
belum lah sampai gerahkan negeri tetangga
Daerah dan istana kerahkan strategi dan tenaga
Takut terganggu pesta olahraga
Gergaji kapak meraung silang timpali
Hutan pun rawa sedikit bersisa
Jikalau sekedar lapar, bukan pohon yang dihabisi
Itu bukan soal perut semata
Itu rakus, pongah, tamak, dan loba bin kikir hati
Dijadikan pengasah kikir tajamkan belati
Petani membakar demi sepiring nasi
Pemegang HGU bersiasat hemat dengan berkongsi
Kobaran api menyambar ikat pinggang
Langit pun memutih menyesakkan pandang
Dari hidung di tenggorokan menghilang
berasa hingga jantung dan paru tembus ke belulang
Pun mata berkaca-kaca pedih berlinang
Masker sekadar aksesoris biasa berandang
Protes kanan kiri pekakkan telinga terasa berdentang
Melebihi volume suara berpelantang
Televisi putar dramatis pesawat rental
menyedot sungai mengebom api sekam dipintal
harian dan daring pamerkan laman penuh advertorial
Majalah dan intel bersaing investigasi personal
Siswa dan pegawai bersorak menikmati libur insidental
Radio siarrkan nyanyian pengusaha lokal hingga internasional
LSM menuding banyak pelanggaran operasional
Aparat berbaris kokangkan senjata bergaya kolonial
Maklumat disebar ikuti angin tak bertepi
Semua anggaran banjiri panasnya api
Senantiasa terulang bergalat tanpa solusi
Jadi bendera pejabat sekedar publikasi dan sensasi
Petani menyepi di bibir hutan
Semua mata dipaksa menyaksikan
Hutan gundul membotak tak bertuan
Asap di langit goda pilot uji kemampuan
Gambut membara pedihkan mata
Menjadi tontonan karyawan
Dibahas direksi dan komisaris senantiasa
Target produksi tak bisa diprovokasi dan intervensi meski berkawan
Bencana negeri coba disiasati
Allah ciptakan musim kunci asap lasak
Kemarau ditutup musim hujan alami
Kalender berganti tanpa garansi asap tak lagi membuat sesak.[***]
Karya : Muhamad Nasir
Dosen Universitas PGRI Palembang dan Kandidat Doktor Bahasa
Palembang, Panen Asap 2019