Tanpa pandemi, sesunggunnya nasib Dulmuluk sudah terpuruk. Datangnya wabah dari Wuhan, memastikan, nasib mereka ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kesempatan manggung dan mendokumentasikan lakonannya dari Bank Indonesia (BI) dan Dewan Kesenian Palembang (DKP) seakan menjadi obat.
Jonhar Saad, maestro Dulmuluk menyatakan bahwa sejak tren organ tunggal merebak di Palembang, sejak itulah nasib mereka mulai tak jelas. Biasanya manggung full setiap hari, menjadi terkadang hanya sekali dalam sebulan itu pun belum tentu.
‘Dulu, lagi jaya-jayanya, dalam seminggu itu hampir dipastikan setiap hari dapat undangan manggung. Ya pesta nikahan, sunatan, ataupun keramaian lainnya,” ujar suami dari almarhumah Suharti Sani
Pemilik sanggar seni Harapan Jaya, ini menceritakan bahwa dia menggeluti Dulmuluk sejak 1972. Dimulai saat pemain Dulmuluk itu semuanya laki-laki. Kalaupun ada peran wanita, itu dimainkan oleh lelaki.
Jonhar pula yang kemudian mengubah pakem ini, di beberapa ceritanya, peran wanita kemudian memang dimainkan wanita. “Awalnya banyak yang menentang,” ujarnya. Diakui Jonhar, sejak masa pandemi, sekali pun dirinya belum pernah naik pentas. Sudah hampir enam bulan terakhir, sekali pun belum pernah mengenakan baju kebesaran sebagai raja di cerita Dulmuluk. Begitupun, teman-teman angota sanggar seninya. Mungkin pakaian pemain Dulmuluk ataupun alat-alat musik pengiringnya sudah berdebu.
Setiap kali main, Dulmuluk setidaknya melibatkan 15- 30 pemain. Bergantung lakon dan cerita yang dimainkan. Apakah lakon Bangsawan, atau Dulmuluk. “Kalau Dulmuluk, ceritanya kalau bukan Kisal Padukan Raja Abdul Muluk, ya Lakon Siti Zubaidah. Sementara Bangsawan, lebih variatif. Dari musik pengiring, Dulmuluk hanya enam pemain musik. Kalau Bangsawan, lebih banyak, ada saxophone, terompet dan jidor besar. Pemainnya bisa mencapai 40 orang termasuk pemusik. Sementara kalau Dulmuluk, 15 orang termasuk pemusik, bisa jalan,” jelas sang maestro Dulmuluk ini.
Nah, selama korona, Jonhar dan kawan-kawan sama sekali belum pernah manggung. “Jadi bisa dibayangkan, bagaimana urusan perut kami,” tambahnya. Padahal, di zaman jayanya dulu, setiap pemain itu setiap bulan bisa menyisihkan pendapatannya untuk membeli sesuku emas. Nah, sekarang, setahun pun belum tentu bisa terbeli emas sesuku.
Selama itu, menurut Jonhar, perhatian dari pihak terkait rasanya minim. “Untung seperti saya, masih ada anak-anak yang bisa membantu. Saya membayangkan, bagaimana dengan seniman lain yang menggantungkan sepenuhnya kehidupannya pada pendapatan dari panggung Dulmuluk.
Kalau seniman-seninam lain bisa tetap eksis di panggung daring, tidak berlaku untuk teater pertunjukan Dulmuluk ini, karena mereka umumnya, tidak menguasai teknologi alias gaptek (gagap teknologi). Selain tu, pertunjukan daring pun, lebih banyak tunggal dan dengan jumlah terbatas. “Sementara kami, belasan bahkan puluhan orang. Bagaimana mau main di dunia maya dengan jumlah sebanyak itu. Apalagi dengan syarat harus patuh protokol kesehatan, jaga jarak dan cuci tangan. Bisa-bisa panggungnya harus seluas lapangan sepak bola. Waktu mainnya, karena harus cuci tangan terus, bisa-bisa dari tujuh jam jadi tiga hari tiga malam,” selorohnya, sembari menambahkan, penontonya siapa kalau sepanjang itu.
Karena itu, ketika ada peluang untuk mentas secara tatap muka, dirinya menyambut baik, “Anak saya, Randi, kebetulan dapat kesempatandari Bank Indonesia. Tentu saja, ceritanya membawa pesan-pesan khusus,” tambahnya.
Hal yang sama dikemukakan Bob Ibrahim pemilik sanggar seni Dulmuluk Citra Mandiri. Sejak korona mewabah mereka belum pernah dapat job manggung. “Untuk memenuhi kebutuhan sehari-jari, kami melakukan pekerjaan apapun. Teman-teman itu ada yang jualan baju, jualan makanan,” ujar Bob Ibrahim yang berdomisili di Pemulutan Ilir, Ogan Ilir. Anggota sanggarnya ada 20 orang. Mereka merasakan kesulitan selama masa pandemi.
Pada momen yang sama, DKP pun punya program mendokumentasikan cerita Dul Muluk. Karenanya pada Minggu (2/8) Lakon Dulmuluk pun dua kali mentas di Guns Cafe. Satu cerita untuk dokumentasi DKP. Dan satu cerita lainnya untuk menyampaikan pesan-pesan khusus dari BI. Yakni menyosialisasikan aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik atau mobile banking yang disebut QR Code Indonesia Standard (QRIS). Program transaksi nontunai yang diluncurkan 17 Agustus 2019 lalu.
Kalau biasanya cerita Dulmuluk cukup panjang, mencapai durasi 6-7 jam, kemarin ceritanya diperpendek menjadi hanya 15 menit.
Randi Putra Ramadan, mengungkapkan bahwa permainan Dul muluk itu melibatkan tiga sanggar seni tradisional yakni, Harapan Jaya, Melati Jaya, dan Citra Mandiri. Plus, satu teater modern, Wong Gerot.
Beberapa pemain milenial dilibatkan, di antaranya Rosa Putri Remaja Sumsel 2020. Pelibatan pemain milenial ini, diharapkan jadi penarik minat remaja milenial lainnya untuk suka dengan Dulmuluk.
Ini pengalaman sangat berarti, ungkap Rosa, yang dalam cerita Dulmuluk itu mendapat peran sebagai Putri Zahara Siti dari Negeri Yaman.
Lakon Rajo Menggalo pun mengalir disertai tawa pengunjung. Apalagi, memang Dulmuluk selalu disarati dengan lelucon pada pelakunya. Dalam cerita itu, menurut Randi, menceritakan Rajo Menggalo yang bujang tua. Punya keinginan mendapat keturunan. Mengetahui ada putri cantik dari negeri Yaman, dia berusaha mendapatkannya dan menjadikanya sebagai istri.
Cerita bergulir diselingi lelucon-lelucon yang ditingkahi dialog-dialog yang mengalir indah berbentuk syair-syair. “Inilah kelebihan Dulmuluk yang sarat pesan dan amanat yang dikemas dengan syair,” tambah Randi.
Akhir cerita, terjadilah pertempuran antara panglima –panglima Rajo Menggalo dan panglima Raja dari Negeri Yaman atau Berbari. Apalagi, setelah lamaran baik-baik Rajo Menggalo ditolak mentah-mentah oleh paduka raja, ayahanda Putri Zahara Siti. Soalnya, Rajo Menggalo ternyata penganut keyakinan tak percaya adanya Allah sang Khalik.
Ending cerita, Rajo Menggalo unggul dalam perkelahian itu, tapi belum berhasil mendapatkan Putri Zahara Siti. Karena paduka raja, ayah putri, menantang untuk adu kekuatan lagi setelah tujuh purnama. Tentunya selama menunggu waktu tantangan itu, pihaknya sembari menyusun kekuatan.
Bagaimana cerita selanjutnya, berhasil kah Rajo Menggalo menjadikan Putri Zahara sebagai istri, akan ditampilkan dalam episode berikutnya. Penasaran kan?
Dokumentasi
Pihak DKP mendokumentasikan seni pertunjukkan Dulmuluk, agar tetap berkembang, dilestarikan, dan bisa dinikmati hingga kapan pun
“Bagaimana menciptakan atau memperkenalkan dan mempromosikan pertunjukan Dulmuluk lewat digital. Nanti para pemain Dulmuluk akan memiliki sebuah hasil karya yang didokumentasikan dengan baik, dengan tata cahaya, kamera, dan audio yang baik,” ujar Didit, panggilan akrab Ketua DKP Ms Iqbal Rudianto.
Dengan pendokumentasian ini, diharapkan mampu memacu para seninam atau pekerja seni di Palembang untk terus berbuat, berkarya dan berkreativitas. “nantinya, seni-seni tradisional yang ada, akan sedikit demi sedikit didokumentasikan. Sehingga karya-karya itu bisa lestari,” tambahnya, didampingi Sekjen DKP, Qusoi. (Muhamad Nasir)