Assalamualaikum wr wb. Mohon izn bertanya, usatdz, terkait praktik qunut pada shalat witir di bulan Ramadhan itu penjelasannya seperti apa ustadz. Terimkasih”
Jawaban:
Dalam madzhab Syafi’i dan Hanbali qunut witir hukumnya sunnah, namun terkait detail kesunnahannya dua madzhab ini sedikit berbeda.
Imam As-Syafi’i berkata, seperti yang tulis oleh Imam Al-Mawardi dalam kitab al-Hawi Al-Kabir, terkait qunut witir:
وَلَا يَقْنُتُ إِلَّا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِلَّا فِي النِّصْفِ الْأَخِيرِ مِنْهُ
“Jangan qunut (witir) kecuali pada seperdua bulan ramadhan”
Dari sinilah akhir dalam madzhab Syafi’i memutuskan bhwa sunnah qunut witir hanya pada limah belas malam terakhir dari bulan Ramadhan, dalilnya adalah atsar (perkataan/perbuatan) para sahabat di masa Umar bin Kahttab ra:
عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ جَمَعَ النَّاسَ عَلَى أُبَيٍّ وَقَالَ: صَلِّ بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً، وَلَا تَقْنُتْ بِهِمْ إِلَّا فِي النِّصْفِ الْأَخِيرِ
Dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwa Umar bin Khattab ra mengumpulkan masyarakat untuk shalat pada malam bulan ramadhan dengan diimami oleh Ubai bin Ka’ab, umar berkata kepada Ubai: “Shalatlah bersama mereka 20 rakaat, dan jangan kamu qunut bersama mereka kecuali pada seperdua ramadhan terakhir”
Berbeda dengan madzhab Hanbali, menururt infoemasi dari Imam Ibnu Qudamah, yang berpendapat bahwa qunut witir disunnahkan pada setiap tahun bukan hanya ada saat witir di bulan ramadhan saja, diyakini ini adalah pendapat sahabat Ibnu Mas’ud .
Lebih lanjut, dalam madzhab Syafi’i urusan teknis qunut ini disamakan dengan qunut subuh; dikerjakan setelah ruku’, lafadznya sama dengan lafadz qunut shubuh, disunnahkan mengangkat tangan , makmum mengaminkan pada lima kalimat doa qunut, dan makmum mengikuti bacaan imam pada lafazh tsana’ (pujian), tidak mengusap wajah setelahnya, bila tidak sengaja terlewat, juga disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi .
Berikut ini bacaan doa qunut witir dalam madzhab Syafi’i yang juga disunnahkan untuk dibaca pada shalat subuh , lafazh ini juga disunnahkan dalam madzhab Hanbali :
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ
وَعَافَنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ
وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ
وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ
وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ
Pada lima kalimat diatas imam membacanya jahar (keras) dan makmum mengaminkan sambil mengangkat kedua tangan tentunya, lalu untuk bagian doa selanjutnya makmum mengikuti bacaan imam, yaitu pada:
إنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ
إنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ
وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ
تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ
فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَسَلَّمَ
Khusus untuk imam saat membaca doa diatas, disunnahkan untuk berdao dengan lafazh jama , caranya adalah dengan mengganti dhomir ana menjadi nahnu, sehingga lafazhnya nanti akan berbunyi seperti ini:
اللَّهُمَّ اهْدِنا فِيمَنْ هَدَيْت، وَعَافَنا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِنا فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنا شَرَّ مَا قَضَيْتَ. إنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، إنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوبُ إلَيْكَ، وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَسَلَّمَ.
Dan jikapun ingin ditambah dengan isi doa yang lainnya, misalnya saja doa agar Allah swt segera mengangkat wabah Covid-19 dari bumi ini, dan doa-doa baik lainnya tentunya itu dihukumi boleh-boleh saja, asalkan tetap diucapkan alam bahasa Arab, bukan bahasa Indonesia. Wallahu a’lam.
Saiyid Mahadhir, Lc., M. A
Dosen STIT Raudhatul Ulum Sakatiga