“DEMI keselamatan jemaah, pemerintah memutuskan bahwa tahun ini (2021) tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia.”
Pengumuman itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, di Jakarta, Kamis (3/6/2021). Ancaman bagi jemaah yang dimaksud adalah soal pandemi COVID-19 yang belum mereda.
Keputusan yang diambil pemerintah terkait haji itupun beredar cepat. Reaksi publik pun beragam. Kabar yang beredar di ranah media sosial menyebut, pembatalan pemberangkatan jemaah haji itu dikarenakan dana haji dikelola secara tidak benar. Ada yang menyebut dana haji itu diinvestasikan untuk infrastruktur, banyak juga yang bilang dana haji dikelola tidak sesuai prinsip syariah. Benarkah?
Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu pun sigap menjawab. Di hari yang sama (3/6/2021), dalam Konferensi Pers Bersama di Kantor Kementerian Agama, Anggito menjamin dana haji dikelola dengan prinsip syariah dan aman.
Menguatkan argumennya, Anggito pun menyodorkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga resmi negara itu menilai pengelolaan dana haji dinyatakan wajar tanpa pengecualian (WTP).
Per Mei 2021, dana haji mencapai Rp 150 triliun. “Kami menyatakan tetap aman, tidak ada utang akomodasi ke Arab Saudi,” ujar Anggito.
Anggota juga menyangkal soal kabar dana haji diinvestasikan untuk infrastruktur yang menimbulkan risiko tinggi bagi pengelolaan dana haji. “Alokasi investasi ditunjukkan pada investasi dengan profil risiko untuk low to moderate. 90% adalah dalam bentuk investasi SBSN dan sukuk korporasi. Tentu masih ada investasi lain yang semua profil risikonya low to moderate,” jelas Anggito.
Anggito menyebut pada tahun 2020, BPKH membukukan surplus lebih dari Rp 5 triliun dan dana kelolaannya tumbuh lebih dari 15 persen. Dana haji milik jemaah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Jadi terlindungi dari gagal bayar. “Sekali lagi tidak ada kesulitan dan gagal investasi,” ujar dia.
Menurut Anggito, dana kelolaan haji pada tahun 2020 meningkat 15% dari tahun 2019. Dana kelolaan haji pada 2020 tercatat sebesar Rp 143,1 triliun, naik 15% dibanding tahun 2019 yang sebesar Rp 124,32 triliun.
Dana kelolaan haji tersebut, menurut Anggito, di antaranya digunakan untuk investasi dan penempatan di bank syariah. Sebesar 69,6% dana atau Rp 99,53 triliun untuk investasi dan 30,4% atau Rp 43,53 ditempatkan di Bank Syariah.
“Dari jumlah tersebut menghasilkan nilai manfaat atau return sebesar Rp 7,46 triliun,” ujar dia.
Pada tahun 2020, kata Anggito, sebanyak 196.865 jemaah haji reguler sudah melakukan pelunasan. Dana yang terkumpul dari setoran awal dan pelunasan sebanyak Rp 7,5 triliun.
Sedangkan jemaah haji khusus yang telah melakukan pelunasan sebanyak 15.084 jemaah. Dana setoran awal dan setoran lunas sebesar US$ 120,60 juta.
“Tahun itu pula, ada 569 jemaah yang membatalkan, jadi hanya 0,7 persen. Kemudian yang haji khusus yang membatalkan hanya 162, jadi hanya 1 persen,” kata dia.
Dana Haji, Bisakah Ditarik?
Dengan dibatalkannya pemberangkatan jemaah haji tahun ini, para jemaah bisa saja menarik dana hajinya. Namun, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengingatkan, para jemaah haji yang menarik dananya bakal kehilangan antrean pemberangkatan.
“Pada prinsipnya kami akan mengembalikan permintaan untuk pembatalan dan pencairan, karena ini uangnya jamaah kami harus layani,” ujar Anggito.
Adapun jumlah jemaah lunas tunda reguler sebanyak 196.865 orang. Kemudian yang membatalkan atau menarik dananya diperkirakan saat ini mencapai 600 jemaah
Menurut Anggito, rata-rata biaya pemberangkatan haji sebesar Rp 70 juta. Namun, jemaah hanya membayar tunainya sebesar Rp 35 juta. “Kekurangannya disubsidi BPKH,” ujar dia.
(Warga menunjukan Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) di Kantor Kemenag Kota Serang, Banten, Selasa (8/6/2021). Menurut petugas meski pemerintah telah mengumumkan pembatalan pemberangkatan haji tahun ini namun minat warga setempat untuk mendaftar haji tetap tinggi dengan kuota antrean hingga 24 tahun ke depan. InfoPublik (***)
Ril