Politik

Babak Baru PSU Empat Lawang [Belajar dari Kekeliruan, Melangkah dengan Kesadaran]

ist

Sumselterkini.co.id, – Bagi warga Empat Lawang, 19 April 2025 nanti bukan cuma hari biasa. Itu hari penting. Hari penentuan. bahkan hari dimana yang bisa warga deg-degan melebihi saat nunggu hasil undian arisan RT, pasalnya  ditanggal itu, akan digelar Pemungutan Suara Ulang alias PSU, babak baru penentuan ulang siapa yang pantas jadi nahkoda kabupaten tercinta.

Tapi mari kita buka dulu dengan pertanyaan paling filosofis abad ini. “Kenapa pemilu kita suka diulang kayak sinetron jadul Tersanjung?”

Apakah karena kurang greget? Apakah karena episode pertama penuh spoiler dan intrik? Ataukah karena naskahnya kelewat dramatis hingga bikin Dewan Juri Pilkada mengernyitkan dahi sambil bilang, “Cut! Ulang dari awal, ya!”

Yang jelas, Pilkada Empat Lawang kali ini masuk daftar tontonan ulang. Bukan karena acaranya laris, tapi karena ada masalah yang bikin hasilnya kudu ditata ulang. Semacam “Oops, kita salah pasang kompor, mari kita masak dari awal.”

PSU ini bukan agenda main-main. Ini bukan seperti ulang tahun yang bisa dirayakan sambil makan kue dan tiup lilin. Ini adalah kerja keras negara untuk menjamin bahwa suara rakyat benar-benar dihitung dengan jujur, adil, dan gak ada titip salam dari makhluk tak kasat mata.

Untungnya, Wakil Gubernur Sumsel, H. Cik Ujang alias yang sering disingkat CU (maaf.. bukan singkatan dari “Cuma Ucapan” atau “Cuma Untung”, ya!), Wagub Sumsel malah turun langsung ke gelanggang. Dalam rapat virtual bersama Kemendagri dan delapan daerah lain yang juga kena “PSU Fever”, CU menegaskan  logistik sudah siap, keamanan terkendali, bahkan dana sudah digelontorkan dari Pemprov.Sumsel. IniI baratnya mau gelar pesta, tenda sudah berdiri, nasi kotak sudah dikukus, MC sudah disewa, tinggal panitia jangan ada yang nyolong mic.

CU pun berpesan supaya dua pasangan calon yang akan bertarung dalam PSU nanti tidak terprovokasi. Soalnya, masyarakat Empat Lawang ini kan satu kampung besar. Jangan sampai gara-gara beda warna bendera, tetangga jadi musuhan, dan grup WhatsApp keluarga mendadak hening kayak kuburan pas Maghrib.

Kita semua tahu, pemilu di negeri ini kadang mirip FTV penuh drama, plot twist, dan kadang-kadang nggak masuk akal. Ada yang kalah langsung gugat ke Mahkamah Konstitusi, padahal selisih suaranya bisa dihitung pakai jari kaki. Ada yang menang malah sibuk pasang baliho segede gaban dengan senyum 32 karat, tapi lupa gimana cara bikin drainase di musim hujan.

Dirjen Otonomi Daerah, Dr. Akmal Malik, pun sampai berharap agar PSU kali ini tidak melahirkan lagi sengketa baru. Bahasa halusnya “Tolong ya, jangan bikin MK harus lembur. Kasihan, mereka juga punya keluarga.”

Karena demokrasi bukan ajang baper nasional. Yang kalah jangan bawa-bawa mantan. Yang menang jangan pongah kayak menang arisan pertama kali.

Mari kita lirik ke arah timur sedikit, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Tahun lalu mereka juga punya agenda PSU. Tapi warga di sana adem ayem, damai, bahkan panitia pemilu-nya dapat pujian nasional. Tidak ada huru-hara, tidak ada saling tuding, bahkan relawan dua paslon sempat nyanyi bareng di TPS. Itu baru namanya pesta demokrasi, bukan gladiator politik.

Intinya Sigi sukses karena tiga hal edukasi politik yang jalan, panitia yang tegas dan adil, serta masyarakat yang sadar bahwa beda pilihan itu biasa. Yang luar biasa lagi adalah tetap bersatu, meski isi coblosannya beda. Coba bayangin, mereka bisa PSU sambil ngopi bareng di warung. Gimana dengan Empat Lawang? percaya pasti bisa juga !.

Warga Empat Lawang, perlu kita ingatkan setelah PSU nanti, siapapun yang menang, yang akan tetap tinggal di kampung kalian ya kalian-kalian juga. Gak mungkin paslon pemenang ngangkut satu kampung untuk dipindah ke planet Mars, he…he..he.

Makanya, CU benar saat bilang, “Di sana banyak sanak saudara.”
Ini kode keras buat semua pihak  jangan sampai gegara pilihan bupati, hubungan saudara jadi putus, bahkan saling unfollow di medsos! Jangan sampai nanti lebaran, satu keluarga cuma salaman pakai emoticon di grup WA.

Oleh sebab itu, Pemilu bukan tempat barter. Jangan tukar hak pilih Anda dengan sebungkus beras dan minyak goreng. Itu sama aja kayak nyerahin remote TV ke maling hanya karena dikasih es teh manis.

Pilih pemimpin karena programnya masuk akal, bukan karena janjinya bisa bikin hujan turun tiap sore. Karena janji manis tanpa bukti itu cuma cocok untuk lirik lagu dangdut, bukan kebijakan publik.

Mari jadikan PSU Empat Lawang sebagai momentum emas. Kalau sebelumnya ada kekeliruan, ini saatnya diperbaiki. Tapi ingat jangan ulangi kesalahan dengan cara yang lebih canggih.

PSU ini bukan cuma tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Ini tentang apakah kita sudah cukup dewasa dalam berdemokrasi, atau masih kayak anak-anak rebutan mainan di pasar malam.

Jangan sampai PSU ini jadi singkatan dari “Pesta Sengketa Ulang” atau “Pemilu Sakit Ulang-Ulang”. Mari buktikan bahwa Empat Lawang bukan daerah yang mudah diadu domba, tapi kampung besar yang siap membuktikan, dan warga super cerdas,  demokrasi bisa damai, lucu, santai, tapi tetap serius.

Semoga PSU kali ini sukses, tanpa drama tambahan. Karena jujur aja, kita semua sudah cukup capek nonton sinetron politik. Mending habis nyoblos, pulang nonton sinetron Korea yang udah pasti ending-nya bahagia.[***]

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com