PEMILU adalah cara untuk mempraktekkan sistem demokrasi dan mempraktekkan sila keempat Pancasila dan Pasal 1 (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan orang untuk menjadi wakilnya di lembaga Eksekutif dan Legislatif di tingkat nasional dan daerah dilakukan melalui pemilihan umum. Pemilu telah dilaksanakan sejak tahun 1955 sampai yang terakhir kali yaitu tahun 2019.
Salah satu Faktor utama dalam berlangsungnya kegiatan pemilu berasal dari seberapa besar keterlibatan partisipasi masyarakat di dalam nya. Ini adalah tanda perubahan dan kemajuan yang luar biasa ketika berbagai aplikasi untuk semua pola digitalisasi muncul. Sistem informasi digital untuk keperluan kepemiluan masih terus ditambah oleh penyelenggara pemilu. Untuk menghasilkan pemilu yang kredibel, hal ini dimaksudkan. Generasi muda tidak diragukan lagi memenuhi syarat untuk melakukan tugas pengawasan partisipatif karena mereka terbiasa dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Peningkatan partisipasi masyarakat diperlukan untuk menjaga pesta demokrasi ini selama lima tahun ke depan, terutama di kalangan anak muda.
Banyak aspek di tahap awal pemilu yang krusial untuk diperhatikan. Ketika data pemilih sedang diperbarui, misalnya. Pengawas sekarang harus berhati-hati untuk memastikan bahwa nama orang yang memenuhi kriteria untuk memilih terdaftar sebagai pemilih. Tahap nominasi adalah tahap berikutnya, di mana supervisor diharuskan memastikan bahwa profil kandidat yang mencalonkan diri sudah sesuai. Selanjutnya adalah fase kampanye, di mana materi kampanye peserta pemilu membutuhkan pengawasan publik secara langsung. Tahap akhir yang akan menentukan hasil dikenal dengan pemungutan suara, penghitungan, dan rekapitulasi suara. Mengingat banyaknya TPS di Indonesia, penting bagi anak muda untuk mencoblos sekaligus menjadi pengawas pemilu. Jika laporan dari masyarakat umum atau hasil dari pengawasan partisipatif diterima pada tahap manapun, Bawaslu akan menanggapinya sesuai dengan ketentuan hukum yang relevan.
Namun, tidak mudah untuk membuat gerakan sambil terlibat dalam pengawasan partisipatif dengan kaum muda. Masalah terkait pemilu umumnya tidak menarik minat anak muda. Pemuda sebenarnya tidak tertarik karena politik masih memiliki kualitas yang buruk dan tidak cukup banyak pemuda di pemerintahan. Dengan dimulainya Gerakan Pengawasan Pemilu Partisipatif dan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif sebagai salah satu cara untuk melibatkan generasi muda dalam pengawasan pemilu, Bawaslu sebagai lembaga yang memiliki mandat pengawasan telah mencapai terobosan yang memungkinkan lebih banyak pihak memahami tanggung jawab, prinsip, dan fungsi pengawasan pemilu ke depan, yang akan berdampak pada peningkatan jumlah pemilih yang terlibat aktif dalam proses pemilu.
Bagi anak muda, bukanlah keputusan yang bijaksana untuk hanya mengandalkan fungsi dan efektivitas lembaga negara (KPU dan Bawaslu) sambil pasif menyaksikan bagaimana proses pemilu 2024 berjalan. Waktunya telah tiba bagi kaum muda untuk mulai mengubah gerakan moral menjadi gerakan sosial.
Perorangan warga, organisasi kemasyarakatan pemuda, kelompok sosial, bahkan kelompok korporasi hanyalah beberapa contoh dari divisi kepemudaan yang harus berkolaborasi dan bekerja sama mengawal proses pemilu 2024 selain sekadar hadir untuk mencoblos di TPS nanti.
Namun, mereka juga ikut memantau proses pemilu dengan bekerja sebagai relawan untuk organisasi seperti Koalisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan kelompok pemantau pemilu.
Kaum muda dapat berpartisipasi dalam proses pemilu dengan membuat keputusan berdasarkan informasi dengan menyadari topik yang dipertaruhkan dalam pemilu dan hak mereka untuk memilih. Pemuda dapat berperan sebagai penyelenggara pemilu di tingkat daerah, desa, dan kelurahan, seperti halnya pada poin kedua. Ketiga, mencalonkan diri. Dari pusat hingga provinsi, anak muda bisa langsung berkontribusi dengan mencalonkan diri. Melalui ini, kaum muda akan memiliki kesempatan untuk mempengaruhi politik dan memajukan tujuan-tujuan penting. Keempat, bergabung dengan tim pemenangan bagi calon yang mencalonkan diri untuk jabatan legislatif atau eksekutif. Dengan bergabung dalam tim pemenangan, generasi muda akan belajar tentang dinamika politik dan elektoral, yang nantinya akan berguna bagi proses pembangunan demokrasi.[***]
Penulis: Intan Sri Rahayu
Mahasiswa FISIP UIN Raden Fatah