MENJELANG pemilu tahun 2024 terdapat namanya era disrupsi yang terjadi saat ini, berbagai masalah muncul dalam dunia perpolitikan negara ini. Disrupsi merupakan suatu kondisi di mana terjadinya suatu perubahan secara mendasar yang dapat memunculkan perubahan yang baru. Disruption mengambil alih teknologi lawas yang dilakukan oleh serba fisik dengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatu yang lebih modern, efisien, dan berguna. Seperti fenomena munculnya partai-partai baru yang menghiasi demokrasi dan menambak eksistensi perpolitikan yang sejatinya telah melekat dalam kepribadian berpolitik suatu bangsa.
Istilah disrupsi dalam pemilu merupakan masuknya kecanggihan teknologi dalam dunia kepemiluan. Kemunculan partai politik pendatang baru sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang disimpulkan oleh transformasi masyarakat secara luas. Krisis yang dimaksud adalah suatu sistem politik yang mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat yang modern yang kompleks.
Fenomena disrupsi yang terjadi di Indonesia ini mengakibatkan pergerakan dunia perpolitikan semakin cepat, dengan menciptakan pola tatanan baru dalam metode pelaksanaan politik bertahap dan berbeda-beda periode pada setiap tingkatan wilayah politik mulai di level daerah hingga pusat. Periode pemilihan politik memang tidak ubah hajatan berskala nasional. Peserta yang masif, partai dan penyelenggara yang luar biasa banyak, partai baru yang dan pendukungnya yang sangat banyak hingga ekosistem politik domestik pendukung yang besar, menyebabkan adanya proses ekonomi yang berputar di antara para pihak.
Munculnya Partai Politik Baru Jelang Pemilu 2024
Kehadiran partai baru kembali menjamur di Indonesia, mereka turut andil dalam ajang pemilihan umum tahun 2024 yang akan datang. Terdapat 6 (enam) partai politik pendatang baru turut meramaikan kontestasi politik yang akan di selenggarakan 2024 mendatang di antaranya adalah Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Ummat, Partai Pelita, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), dan Partai Rakyat.
Sebagai pendatang baru partai-partai tersebut memiliki strategi maupun pendekatan tersendiri agar dapat memikat simpati masyarakat sekaligus menggagas perubahan dengan tujuan menghancurkan kekecewaan dan kebosanan publik dengan partai politik yang dianggap korup dan manipulatif. Jika ini bisa dilakukan, partai baru memiliki peluang lebih besar untuk mengumpulkan suara dan memenangkan kepercayaan publik, dan jika mereka tidak memiliki strategi yang cukup mumpuni, partai hanya akan menjadi staging point dalam pemilu.
Tumbuhnya partai politik tidak terlepas dari akar sosial dan politik masyarakat. Lipset dan Rokkan menggambarkan hubungan antara diferensiasi sosial dan partai politik berdasarkan studi banding negara-negara Eropa Barat. Proses pembangunan negara awal dan Revolusi Industri membagi masyarakat, dan dengan munculnya demokrasi modern, perpecahan sosial yang dihasilkan dipolitisasi dalam bentuk partai politik.
kemunculan partai-partai politik baru di Indonesia selain didasarkan pada masyarakat yang pluralistik, yang terutama ditopang oleh demokrasi, demokrasi merupakan kondisi yang berlangsung dan berkelanjutan. Akan tetapi, sistem pemilu maupun sistem kepartaian di Indonesia belum mencapai standarisasi dan masih mencari bentuk yang paling ideal untuk diterapkan. Selain itu, tidak ada aturan ketat tentang pemungutan suara (election rules). Mengenai masuknya parpol baru dalam pemilu, misalnya parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen kemudian berubah haluan menjadi parpol baru agar dapat mengikuti pemilu. Sebab lain ialah surat suara pemilih tidak terikat erat dengan partai politik yang ada, sehingga pemilih tetap bisa bergerak dan mencari partai yang dipandang mewakili kepentingan pemilih.
Wacana hadirnya partai-partai baru dalam pemilu yang akan diselenggarakan 2024 mendatang tampaknya akan menjadi tahun politik yang berada dalam ambang kerawanan. Di era disrupsi ini akan menjadi hajatan demokrasi yang berpotensi memicu perpecahan partai politik apalagi pada koalisi elite, di antaranya ketika kubu internal tidak menggunakan sistem demokrasi dalam pemilu.
Selain itu juga didorong oleh perkembangan pola pikir masyarakat tentang pilihannya terutama politik partai yang akan terus berubah-ubah seiring pemilihan umum berlangsung. Hal tersebut memungkinkan partai politik mampu memosisikan diri di tengah dengan meredupnya ideologi dan platform politik partai itu sendiri. Situasi tersebutlah membuka peluang lahirnya partai-partai politik baru, karena proses pembentukan positioning dan segmentasi partai politik akan mudah dilakukan.
Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, beberapa partai politik melakukan langkah persiapan dan menyusun strategi sebagai bentuk persiapan ikut serta dalam Pemilu tersebut. Tidak hanya dimeriahkan oleh partai senior dan lawas, seperti PDI-Perjuangan, Golkar, ataupun Demokrat, sejumlah partai baru bermunculan untuk berkompetisi merebutkan kursi panas pada Pemilu 2024 mendatang. Berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan tanggal pemungutan suara untuk Pemilu 2024 yaitu 14 Februari 2024.
Partai-partai politik baru yang akan muncul pada pemilihan umum 2024 mendatang pada dasarnya sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia, karena pada umumnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat beragam, terdiri dari berbagai jenis latar belakang baik bahasa, suku, agama, adat istiadat. Keberagaman masyarakat Indonesia menjadi salah satu sebab utama keinginan melakukan penyederhanaan jumlah partai politik. Melihat struktur masyarakat Indonesia yang tidak memiliki kesamaan mendasar antara masing-masing kelompok, artinya masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda-beda. [***]
Penulis: Ayu Mila Rosa
Mahasiswi prodi ilmu politik
Fisip UIN Raden Fatah Palembang