Pojok Fisip UIN Raden Fatah

Hamba Tuhan atau Hamba Uang?

ist

PASCA bebasnya Angelina Sondakh, mantan politikus sekaligus artis dari 10 tahun masa tahanan di penjara seolah membuka luka lama mengenai penanganan korupsi di Indonesia. Seorang jurnalis senior, Rosi Silalahi melalui acara wawancara khusus terhadap Angelina Sondakh pada 31 Maret 2022, menanyakan sejumlah hal terkait perjuangan Angie, nama sapaan Angelina Sondakh, saat melalui proses persidangan sampai dengan proses berat dan panjang menjadi tahanan korupsi dalam sel.

Jawaban Angie yang penuh dengan linang air mata mengungkapkan beratnya menjadi politikus di masa dia menjabat sebagai anggota DPR. Secara terang-terangan, Angie mengakui jabatan saat itu seperti buah simalakama, hanya ada dua pilihan yakni mengikuti ‘sistem kotor’ yang sudah berjalan atau tergeser.

Pilihan yang berat sebagai pejabat legislatif yang posisinya diperebutkan ribuan orang di negeri ini. Kisah Angie sebagai mantan koruptor adalah kisah 10 tahun yang lalu karena Angie ditangkap oleh KPK pada tahun 2012 atas kasus suap Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang yang dibangun untuk SEA GAMES Jakarta-Palembang.

Kasus yang menyeret sejumlah nama besar politisi lainnya memperjelas pernyataan Angie soal ‘sistem kotor’ dan ‘melakukan korupsi tidak bisa sendirian’ adalah benar. Angie berharap hukuman penjara bisa membuat koruptor kapok, seperti dirinya yang sudah jera. Namun Angie kini mengaku prihatin dan heran karena saat ini dirinya malah menemukan berita tindak pidana korupsi tidak kunjung redam. Angie heran, saya heran dan pembaca yang budiman mungkin sama herannya saat kita menemukan 1 dekade berlalu dan persoalan korupsi di Indonesia malah makin menjadi-jadi saat ini.

Malah kita menemukan diri kita sebagai penduduk daerah Sumatera Selatan, juga hidup di sarang korupsi berdasarkan data yang dilansir dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa Sumatera Selatan memiliki tingkat korupsi per wilayah tertinggi di Indonesia tahun 2021 dengan jumlah tindak pidana korupsi mencapai 30 kasus. Miris rasanya melihat mantan pucuk tertinggi daerah Sumatera Selatan juga dicokok KPK bersama dengan sejumlah pejabat dan kepala daerah area Sumatera Selatan.

Minim Integritas Jika berkaca dari data statistik latar belakang pendidikan para pelaku korupsi per November 2021, sebagaimana disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD, bahwa persentase jumlah koruptor yang mengenyam bangku perguruan tinggi mencapai 86 %. Artinya, para koruptor didominasi oleh mereka yang berpendidikan cukup tinggi dan selayaknya memiliki tingkat pemahaman yang baik dalam berperilaku sesuai nilai dan etika moral.

Ditambah lagi dengan latar belakang jabatan dan status sosial pelaku koruptor yang rata-rata tinggi di mata masyarakat umum, membuat kita bertanya, apakah benar pelaku bertindak hanya demi mendapat uang tambahan di luar gaji tetap? Ataukah karena tidak mampu bertahan menjadi ‘bersih’ di tengah sistem yang ternyata masih kotor? Apa sebenarnya akar tindakan korupsi? Ketua KPK, Firli Bahuri pernah mengingatkan bahwa akar dari tindakan korupsi sesungguhnya adalah minimnya integritas.

Rumus korupsi menurut Firli adalah ‘kekuasaan’ ditambah ‘jabatan’ dikurangi ‘integritas’. Integritas sendiri berarti bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut. Nilai ini bisa berasal dari kode etik profesi, norma hukum atau sosial di masyarakat, nilai moral pribadi dan nilai dari norma agama. Memaknai integritas dari norma agama dalam hal ini agama Islam, maka kita sudah memiliki contoh sempurna yakni Rasulullah SAW yang sudah menjalankan integritas secara total dengan melakukan apa yang dinasehatkan dan diajarkan beliau kepada umat serta menjalankan amanah berat dari Allah SWT dalam syiar Islam.

Akhlak integritas seorang muslim tercermin dari sifat Rasulullah SAW yang harus kita teladani yakni Shidiq dan Amanah. Shidiq berarti selalu menyampaikan hal yang benar dan Amanah berarti dapat dipercaya. Memiliki akhlak yang senantiasa jujur serta dapat menjaga kepercayaan akan mencegah kita jadi orang yang munafik. Sejatinya jabatan atau tahta adalah titipan alias amanah rakyat yang harus kita jaga baik-baik. Semakin tinggi jabatan, maka godaan akan semakin tinggi.

Manusia adalah makhluk free will. Artinya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas dalam menentukan pilihan hidupnya. Dalam kondisi apapun, manusia tetap bisa memilih apa yang akan dilewatinya, tentunya dengan konsekuensi di balik pilihan tersebut. Jika Angie mengatakan bahwa dirinya tidak dikorbankan dalam kasus korupsi tersebut, maka Angie sudah paham bahwa dirinya adalah makhluk free will.

Angie memperkuat status free will tersebut dengan mengakui bahwa dirinya saat itu memang bodoh, karena tidak memilih menolak dan mau saja diperintah oleh dalang kasus tersebut. Sebagai muslim, kita akan dituntut oleh Tuhan atas segala perbuatan kita di muka bumi ini, walau sebesar biji zarrah. Dosa kita akan ditelanjangi satu per satu di padang mashyar.

Rasulullah bersabda melalui hadits Bukhari 4789, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.

” Memilih untuk tidak terjebak sistem yang kotor, memilih untuk berani tergeser atau memilih untuk mencari penghasilan secara halal atau haram adalah free will kita semua. Kita berkaca kepada tujuan kita sebagai manusia dengan usia sangat terbatas ini. Kepada Tuhan kita akan kembali. Masihkah kita merelakan pilihan terbaik hidup kita dikendalikan oleh orang lain? Masihkah kita menuju Tuhan kita sebagai hambaNya? Hidup ini adalah medan pertarungan integritas manusia. Pandailah dan bijaklah memilih jalan hidup. Sebab integritas kita sebagai muslim dengan godaan korupsi akan terdikotomi menjadi dua; menjadi hamba Tuhan atau hamba uang?[***]

 

Oleh : Sari Bayurini Samudra, S.Sn., M.M.

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Raden Fatah Palembang

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com