Peristiwa

Hari Masyarakat Adat Sedunia!

Ist

SELAIN potensi terpapar COVID-19 dengan minimnya fasilitas kesehatan di sekitar mereka, konflik agraria terus menimpa masyarakat adat. Pandemi ini seperti menambah derita masyarakat adat karena laju perampasan tanah, penggusuran, dan sejumlah aksi brutal di wilayah konflik agraria tidak serta merta berhenti.

Catatan Akhir Tahun 2020 Konsorsium Pembaruan Agraria merekam telah terjadi 241 konflik agraria yang tersebar pada 359 kampung/desa. Konflik-konflik ini terjadi di atas lahan seluas lebih dari 624 ribu hektar dan berdampak pada lebih dari 135 ribu kepala keluarga.

Pulau Sumatera mendominasi kejadian konflik agraria tahun 2020. Provinsi Riau paling banyak terjadi konflik agraria sebanyak 21 kasus yang didominasi oleh perkebunan sawit. Sedangkan wilayah konflik terluas terjadi di Provinsi Papua dengan total wilayah terdampak lebih dari 283 ribu hektar.

Perkebunan dan kehutanan jadi dua sektor dengan konflik tertinggi.

Konflik agraria terus terjadi bahkan saat ekonomi Indonesia mengalami penurunan akibat pandemi. Atas nama investasi dan upaya menggenjot kembali ekonomi, bukan tidak mungkin konflik agraria akan meningkat di tahun mendatang dan sangat berisiko terhadap lebih banyak masyarakat serta wilayah adat.

Laporan terbaru Yayasan Madani Berkelanjutan berjudul “Menakar Perkembangan RUU Masyarakat Adat” menemukan bahwa dari total 9,3 juta hektar wilayah adat yang teridentifikasi, terdapat tumpang tindih izin/konsesi dan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) atau area moratorium hutan dan lahan gambut pada 8,5 juta hektar dari lahan tersebut.

Perizinan hutan di Indonesia yang semrawut ini menjadi ancaman besar bagi hutan adat di Indonesia, apalagi dengan maraknya perkebunan sawit. Salah satunya terjadi di Papua. Masyarakat adat masih menanti kepastian soal legalitas hutan adat yang izinnya sudah dicabut berdasarkan kebijakan Moratorium Sawit.

Greenpeace Indonesia membahas lebih banyak masalah ini lewat #PodcastNgobrolLingkungan “Baku Tipu Perizinan Hutan di Tanah Adat Masyarakat Papua” yang bisa kamu dengarkan di Spotify.

Wilayah adat adalah rumah sekaligus penghidupan mereka. Terus menerus membuka hutan untuk investasi berarti menghilangkan kesempatan mereka untuk hidup. Tak hanya itu, masyarakat adat adalah benteng terdepan untuk menjaga tutupan hutan Indonesia dan dapat turut berkontribusi untuk mencapai komitmen iklim Indonesia.

Disinilah perlunya Rancangan Undang-Undang (RUU MHA) segera disahkan. Di bulan Februari, RUU MHA diumumkan masuk prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Namun hingga sekarang RUU MHA belum juga dibawa ke sidang paripurna. Hal ini bukan pertama kali terjadi, tapi tentu kami tidak berharap RUU ini lagi-lagi berakhir sebagai rancangan seperti di tahun 2020.

Kamu bisa ambil bagian untuk bersama kami mendesak pengesahan RUU MHA dengan menandatangani petisi di bawah ini.[***]

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com