(Cerita Dagelan Tentang Banjir Kilat, BPBD Sigap, dan Warga yang Tetap Waras Meski Basah)
DI BAYUNG Lencir, Musi Banyuasin, hujan turun tak kenal kompromi sejak subuh, bukan gerimis manja ala sinetron, tapi hujan yang kalau diumpamakan seperti emak-emak marah karena panci hilang. Akibatnya, air anak sungai yang biasanya anteng seperti murid kelas 1 SD waktu ujian mendadak ngamuk, naik pangkat jadi banjir. Dusun 1, Desa Simpang Bayat, jadi korban. Air masuk rumah, bukan lewat pintu depan, tapi langsung dari segala arah, kayak tamu tak diundang bawa ember.
Pagi-pagi buta, warga yang baru mau seduh kopi malah disambut genangan air sampai selutut. Bahkan ada yang sandal jepitnya kabur lebih dulu, katanya sih “nggak kuat mental”. Tapi belum juga sempat update status “Banjir Lagi, Gusti…”, tim BPBD Muba langsung muncul. Kayak superhero lokal, mereka datang bukan pakai jubah, tapi dengan perahu karet dan mata panda bekas lembur.
Menurut Pak Pathi Riduan, Kepala BPBD Muba yang low profile tapi tanggap darurat, laporan banjir masuk lewat media sosial. Jadi ini bukti nyata: medsos bukan cuma buat upload foto makan bakso, tapi juga bisa nyelametin warga. Begitu dapat kabar, tim posko Bayung Lencir langsung gerak cepat. Tak pakai teori panjang, mereka terjun langsung bukan ke TikTok, tapi ke lokasi banjir.
“Kami tiba sekitar pukul 14.50 WIB, dan syukurnya air sudah surut, ketinggian sempat mencapai 1 meter di pinggir sungai, dan 30-50 cm di rumah warga,” ujar Pak Pathi sambil menepuk dada, antara lega dan masuk angin.
Bupati Muba, H. M. Toha, pun ikut angkat suara. Ia memuji tim BPBD yang sigap seperti gorengan panas di warung kopi—selalu habis diserbu dalam waktu singkat. Kata beliau, ini bukti bahwa antara pemerintah dan warga sudah mulai paham pentingnya kolaborasi, bukan cuma kolaborasi endorse-an di Instagram.
Tentu saja, kejadian ini membawa banyak pelajaran. Pertama, bahwa anak sungai itu bisa ngambek juga kalau terus-terusan ditumpuk sampah. Kedua, pentingnya peran BPBD sebagai garda terdepan di medan perbanjiran. Ketiga, kita harus lebih rajin pantau cuaca, bukan cuma pantau harga cabai.
Banjir boleh datang, tapi jangan sampai akal sehat ikut hanyut. Warga Simpang Bayat sudah membuktikan: walau sandal hanyut, mereka masih bisa tertawa. Seorang ibu bahkan sempat berkata, “Air boleh naik, tapi semangat tetap di permukaan.” Pepatah baru ini seharusnya dicatat di buku pelajaran PPKn edisi revisi.
Dan yang paling penting, mari kita rawat lingkungan, jaga sungai, dan jangan mentang-mentang hujan cuma air dari langit, lalu kita abaikan dampaknya. Seperti kata orang bijak “Kalau kamu tak sanggup menampung air mata, jangan buat orang lain menangis. Kalau kamu tak bisa jaga anak sungai, jangan kaget kalau dia marah dan naik ke rumah.”
Akhir kata, mari terus dukung BPBD, bukan cuma saat banjir datang, tapi juga dalam usaha pencegahan. Karena lebih baik mencegah banjir dengan got yang bersih, daripada mengungsi bareng tikus got karena selokan mampet.
Oh iya, sandal siapa tadi yang lewat depan pos ronda? Ada nama “Udin” di bawahnya. Silakan klaim sebelum ikut hanyut ke Sungai Musi.[***]