RUPIAH minggu ini menunjukkan ketahanan yang bikin iri mata investor asing, bergerak di kisaran Rp16.425–16.455 per dolar AS, sementara Dolar AS lagi naik-turun seperti kucing mengejar laser pointer. Kalau Rupiah ini manusia, dia kayak atlet yoga yang tetap tenang di tengah konser rock santai tapi penuh kontrol.
Bank di Indonesia pun ikut rileks, stabilnya Rupiah dan yield SBN 10 tahun di 6,33–6,37% memberi ruang bernapas bagi bank untuk menyalurkan kredit dan mengelola likuiditas.
Strategi BI yang sigap menjaga pasar valas dan obligasi domestik membuat sektor perbankan tetap aman, meski investor asing sempat melakukan jual neto Rp14,24 triliun dalam pekan kedua September 2025.
Nonresiden menjual saham, SBN, dan SRBI, menunjukkan pasar global masih waspada, ini seperti teman yang tiba-tiba kabur dari pesta bikin suasana sedikit panik, tapi sirkus tetap jalan. Bank-bank domestik harus kreatif agar likuiditas tetap terjaga.
Kata Pepatah “Tak ada rotan, akar pun jadi”. Artinya, saat investor asing mundur, bank harus memaksimalkan produk lokal dan instrumen domestik untuk menjaga aliran dana. Strategi ini menjaga stabilitas perbankan, sekaligus memberi kepastian bagi nasabah. Rupiah stabil sama dengan Bank tenang, pelaku usaha happy
Stabilnya rupiah membawa efek domino, Bank dapat menyalurkan kredit dengan risiko terukur, pelaku usaha bisa merencanakan biaya impor dan ekspor lebih pasti, dan masyarakat umum tidak perlu panik melihat harga barang naik-turun. Premi CDS Indonesia 5 tahun yang turun ke 69,04 bps menandakan persepsi risiko menurun bank lebih dipercaya, investasi domestik lebih aman.
Kalau diibaratkan sirkus, pasar modal itu penuh badut, singa, dan trapeze. Investor asing yang jual neto itu badut yang lari dari panggung, tapi trapeze (bank dan BI) menjaga keseimbangan. Hasilnya pertunjukan tetap aman, penonton senang, dan ekonomi bergerak tanpa cedera.
Bank Indonesia berperan seperti manajer sirkus yang jago akrobatik memastikan semua tetap aman dan lancar. Stabilitas Rupiah dan likuiditas bank itu fondasi ekonomi, sama seperti pondasi rumah kokoh bisa tahan hujan badai dan angin kencang.
Bank yang tangguh bukan hanya soal uang di brankas, tapi juga strategi, adaptasi, dan koordinasi dengan otoritas moneter. Investor asing boleh tarik diri, tapi bank domestik tetap kuat karena fondasi ekonomi dan likuiditasnya solid.
Data BI menunjukkan satu hal jelas, stabilitas rupiah bukan kebetulan, ini hasil manajemen risiko cerdas, koordinasi antar lembaga keuangan, dan strategi moneter yang tepat. Bank Indonesia memastikan likuiditas terjaga, investor domestik tetap percaya, dan sektor perbankan bisa berjalan mulus.
Untuk masyarakat dan pelaku usaha, ini pelajaran berharga jangan panik melihat pasar naik-turun, pahami strategi bank dan BI yang menjaga ekonomi tetap sehat. Rupiah stabil, bank aman, nasabah tersenyum lega sambil menyeruput kopi hangat.
Kalau ekonomi adalah cerita, maka bank adalah karakter utama yang menjaga alur tetap berjalan, penuh tawa, pelajaran, dan akhirnya happy ending.[***]