Perbankan & Keuangan

“Rupiah Mabuk di Pasar, Investor Senyum atau Garuk Kepala?”

BI

DI akhir Oktober 2025, rupiah tampak seperti orang habis minum kopi terlalu banyak, hehe…kadang semangat, kadang meringis. Bank Indonesia (BI) dalam laman resminya mencatat, pada Kamis, 30 Oktober 2025, rupiah ditutup di level Rp16.635 per dolar AS (bid). Investor pun tersenyum tipis, sambil garuk-garuk kepala, “Eh…, ini untung atau buntung, ya?”

Sementara itu, yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun naik ke 6,03%, tanda pasar tetap hati-hati, seolah berkata “Aku di sini menjaga tempo”. Dolar AS menguat (DXY) ke level 99,53, sementara yield US Treasury 10 tahun naik ke 4,097%. BI menegaskan, “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia”.

Pagi hari Jumat, 31 Oktober 2025, rupiah dibuka lebih jinak di Rp16.620 per dolar AS, sementara yield SBN 10 tahun naik tipis ke 6,04%. Aliran modal asing pun ikut meramaikan pasar. Premi CDS Indonesia 5 tahun tercatat 73,07 bps, turun dibanding 78,95 bps pada 24 Oktober 2025.

Berdasarkan data transaksi 27–30 Oktober, nonresiden tercatat beli neto Rp1 triliun, beli neto Rp4,40 triliun di pasar saham, tapi jual neto Rp3,23 triliun di pasar SBN dan Rp0,17 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Kalau dijumlah sejak awal 2025 sampai 30 Oktober, nonresiden menjual neto Rp46,17 triliun di pasar saham dan Rp135,86 triliun di SRBI, sementara SBN justru dibeli neto Rp3,89 triliun. Bayangkan ini seperti beli martabak, tapi sebagian cokelat dijual ke teman, pasar memang manusiawi, kadang pilih-pilih, kadang impulsif.

Dampak angka-angka ini terasa nyata. Investor bisa tersenyum karena risiko menurun, tapi tetap waspada. BI menekankan bahwa strategi bauran kebijakan akan terus dijaga agar stabilitas ekonomi dan nilai tukar Rupiah tetap terjaga, meski tekanan global ada. Seperti pepatah “Air tenang menghanyutkan”, stabilitas yang terlihat sederhana bisa menyelamatkan ekonomi di saat krisis.

Menyisipkan sedikit humor, pasar Indonesia ibarat sirkus, ada badut yang bikin ketawa (rupiah naik-turun), tapi di belakang panggung, pemilik sirkus (BI & pemerintah) serius menghitung untung-rugi. Efeknya ke ekonomi nyata pun ada, distribusi modal, efisiensi logistik, dan prospek investasi tetap berjalan walau pasar bergoyang.

Nah, penguatan DXY dan yield UST menunjukkan tekanan global tetap ada, tapi aliran modal asing yang masih membeli saham menandakan optimisme terhadap fundamental domestik. BI menegaskan, koordinasi dengan pemerintah dan strategi bauran kebijakan adalah kunci menjaga ketahanan eksternal.

Jadi, meski rupiah naik turun bak roller coaster, indikator stabilitas tetap sehat. BI siap menahan guncangan eksternal, aliran modal asing memberi sinyal optimisme, dan pasar Indonesia tetap hidup. Investor jangan panik, tapi juga jangan terlalu euforia.

Oleh karena itu, rupiah memang bikin garuk kepala, tapi dengan koordinasi BI, kebijakan tepat, dan strategi matang, dan tentu stabilitas ekonomi bisa dijaga.

Bahkan, drama pasar memang kocak, tapi janji tindakan nyata di lapangan, bukan hanya angka di layar –lah yang membuat fondasi ekonomi tetap kuat. “Janji yang baik hanya bermakna jika dibarengi tindakan nyata”.[***]

Terpopuler

To Top