Perbankan & Keuangan

Ekonomi Syariah Sumsel Tumbuh dari Potensi Lokal

ist

KALAU bicara soal ekonomi syariah, banyak orang langsung kepikiran, bank syariah, koperasi syariah, atau label halal di restoran. Padahal, ekonomi syariah itu lebih luas dari sekadar rekening dengan nama belakang Syariah. Di Sumatera Selatan, ekonomi syariah bisa lahir dari sawah, kebun, pasar kaget, bahkan dari semangkuk pempek yang dijual di pinggir jalan.

Begini ceritanya.

Kamis (18/9/2025), Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru menerima audiensi dari Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS). Kedengarannya resmi banget, ya? Tapi di balik meja rapat itu, ada obrolan yang kalau ditarik ke akar rumput sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari wong Sumsel.

Herman Deru bilang, potensi ekonomi syariah di Sumsel luar biasa besar, dari sektor pertanian yang jadi urat nadi, UMKM yang jadi tulang punggung, sampai pariwisata halal yang mulai bikin orang luar negeri penasaran. Nah, di sini letak serunya ekonomi syariah bukan melulu soal hitungan bunga atau tepatnya tidak bunga, tapi soal bagaimana masyarakat hidup sejahtera dengan cara yang berkah.

Coba bayangkan, petani kopi di Pagaralam, kalau dia jual hasil panen dengan akad yang jelas, tanpa praktik tengkulak yang mencekik, itu sudah bagian dari praktik ekonomi syariah. Atau pedagang pempek di Pasar 26 Ilir, kalau dia jujur sama takaran ikan, enggak main banyakin sagu, itu juga bagian dari ekonomi syariah.

Jadi, jangan pikir ekonomi syariah cuma hidup di gedung tinggi dengan jas dan dasi. Ia juga hidup di warung kopi, di kebun, bahkan di lapangan bola saat turnamen kampung (asal panitianya nggak “nggondol” dana kas).

Pepatah lama bilang, “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Nah, di Sumsel, ekonomi syariah ini mestinya juga mengikuti tanah yang dipijak, tanah subur pertanian, jalur perdagangan yang ramai, dan budaya masyarakat yang guyub. Jangan sampai ekonomi syariah jadi “baju impor” yang dipakai hanya untuk gaya, tapi tidak sesuai ukuran tubuh daerah.

Tentu saja, kita harus jujur, selama ini, banyak program ekonomi syariah terkesan eksklusif, hanya jadi jargon di seminar hotel berbintang, lalu pulang bawa goodie bag tapi masyarakat bawah nggak merasakan apa-apa. Ini yang sering jadi bahan dagelan rakyat “Ekonomi syariah kok syariah di brosur doang”

Herman Deru sudah wanti-wanti, KDEKS jangan cuma jadi papan nama, harus ada regenerasi, anak muda ikut terlibat, biar ada inovasi. Kalau tidak, ya KDEKS bisa jadi kayak grup WhatsApp alumni, rame di awal, tapi lama-lama cuma jadi tempat share stiker dan ucapan selamat ulang tahun.

Mari kita bawa humor sedikit, ekonomi syariah itu mirip pempek, semua orang suka, banyak variannya, tapi intinya tetap sama harus ada ikannya. Kalau pempek tanpa ikan, ya sama aja kayak ekonomi syariah tanpa nilai kejujuran hambar.

Atau kopi Pagaralam, kalau diseduh pakai air panas tapi nggak disaring, ampasnya bisa bikin seret di tenggorokan. Sama juga, ekonomi syariah yang jalan tanpa manajemen bisa bikin rakyat seret juga, jadi, jangan asal ada label halal, tapi sistemnya berantakan.

Pariwisata halal pun jangan disalahartikan, bukan berarti wisatawan datang ke Danau Ranau lalu harus pakai sarung dan kopiah. Tapi bagaimana fasilitas ramah muslim disiapkan, mulai dari makanan halal, tempat ibadah, sampai kebersihan. Karena seperti kata pepatah, “Kebersihan sebagian dari iman, tapi kalau hotelnya kotor, iman pun bisa terganggu”

Intinya, ekonomi syariah di Sumsel akan kuat kalau benar-benar mengakar di potensi lokal. Petani, nelayan, pedagang pasar, hingga pengusaha pariwisata harus merasa terlibat. Jangan sampai ekonomi syariah hanya jadi hantu yang sering disebut tapi tak pernah kelihatan wujudnya.

Pesan moralnya sederhana, jangan remehkan kearifan lokal, kalau ekonomi syariah bisa jalan di sawah, di pasar, dan di UMKM, maka ia akan lebih kokoh daripada sekadar dibangun dari gedung tinggi.

Biar nggak basi, KDEKS perlu membuat program nyata untuk UMKM berbasis syariah. Melibatkan anak muda yang paham digital, biar promosi pariwisata halal nggak jadul dan menghubungkan petani dengan pasar lewat akad yang adil. Kalau bisa diwujudkan, KDEKS tidak cuma jadi singkatan, tapi benar-benar jadi jalan perubahan.

Ekonomi syariah di Sumatera Selatan bukan sekadar soal keuangan, tapi tentang kejujuran, keadilan, dan keberkahan yang hidup dalam keseharian masyarakat. Dari sawah sampai pasar, dari pempek sampai kopi, semua bisa jadi bagian dari ekosistem syariah.

Seperti kata pepatah, “Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit”, Kalau KDEKS konsisten, ekonomi syariah Sumsel bisa jadi bukit yang kokoh, bukan gundukan pasir yang gampang ambruk.

Jadi, mari kita kawal bersama, karena kalau ekonomi syariah hanya jadi jargon, rakyat hanya bisa bilang “Oh syariah? Syariah di mana? Syariah di mulut saja”. Tapi kalau benar-benar jalan, rakyat akan berkata “Alhamdulillah, syariah terasa sampai ke dapur rumah”.[***]

Terpopuler

To Top