DULU orang pacaran ngapel ke rumah gebetan bawa pisang goreng dan teh hangat, sekarang zamannya berubah. Yang datang ngapel ke rumah bukan cuma calon mantu, tapi juga bank. Betul, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Sekayu, tanpa canggung, ngelapak manis di Guest House Griya Bumi Serasan Sekate tempat keramat tempat Bupati Muba H. M. Toha biasa ngopi dan ngatur strategi membangun negeri.
Bedanya, yang dibawa bukan teh panas atau martabak asin, tapi proposal sinergi lintas sektoral yang isinya bisa bikin ASN (Aparatur Sipil Negara) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) senyum sambil ngelirik kalender pensiun. Ada dana pensiun, pinjaman lunak, bahkan dana talangan K3S Migas. Ibarat menu kondangan, lengkap dari pembuka sampai pencuci mulut. Tinggal makan, eh, tinggal eksekusi.
Dalam audiensi Selasa (5/8/2025) itu, hadir pula pasukan penting Pemkab Muba. Kepala BPKAD, Kepala Bappeda, sampai Kabid Komunikasi Publik hadir. Nggak tanggung-tanggung, ini semacam pertemuan antara calon besan yang serius mau mantu.
Pimpinan BRI Cabang Sekayu, Heru Wijaya, tampil bak sales handal. “Kami nggak cuma ngasih ATM dan token internet banking. Kami ini kayak tukang bajigur keliling: bisa masuk sampai pelosok, lewat 12 kantor layanan dan agen BRILink kami. Yang penting, ASN dan UMKM di Muba jangan sampai lapar uang,” ujarnya.
Lha iya, sekarang kan banyak orang lebih takut saldo nol daripada hujan deras. Maka BRI datang membawa angin segar Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan buat UMKM, dan layanan pensiun yang enggak cuma bikin tenang, tapi juga bisa jadi modal buka usaha setelah pensiun. Lumayan, pensiun bukan berarti pensiun dari kehidupan.
Bupati H. M. Toha pun menyambut dengan tangan terbuka, seperti emak-emak nyambut anak pulang dari rantau. “Sinergi kayak gini bukan sekadar urusan cuan, tapi juga bekal masa depan. Kalau ASN kita sejahtera, pembangunan pun bisa digenjot. Harapan saya, ke depan BRI juga ikut bantu ngangkat BUMD kita biar gak cuma jadi pajangan,” ujar beliau.
Nah, ini dia pesan moral yang agak-agak masuk ke ranah dakwah ekonomi, betul kata pepatah uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang, termasuk pembangunan daerah.
BRI, kalau benar-benar serius, bisa jadi jembatan emas antara birokrasi dan ekonomi kerakyatan. Jangan cuma fokus ke ASN yang punya slip gaji bulanan. UMKM di pelosok juga perlu disapa, dibantu, jangan cuma dikasih stiker “Ayo Belanja di Warung Tetangga”, tapi dananya mampet di tengah jalan.
BRI juga mulai paham bahwa edukasi keuangan itu bukan cuma soal bunga dan cicilan. Tapi soal bagaimana orang desa paham kapan harus nabung, kapan boleh ngutang, dan kapan waktunya pensiun dari gaya hidup sok kaya.
Kalau edukasi keuangan disampaikan lewat seminar kaku di hotel berbintang, bisa-bisa peserta cuma datang buat makan siang. Tapi kalau disisipin cerita lucu macam juragan sawit yang bangkrut karena beli mobil tiga biji sebelum panen barulah masyarakat bisa nyambung dan paham.
Jadi, kemitraan ini harus lebih dari sekadar angka dan target. Harus ada rasa. Harus ada misi. Harus ada… gorengan juga gak apa-apa, asal jangan jadi bancakan elit saja.
Pertemuan antara Pemkab Muba dan BRI ini bisa jadi tonggak baru, bukan hanya urusan pinjaman dan pensiun, tapi juga perubahan cara pandang: bahwa ekonomi bukan cuma soal tabel dan grafik, tapi juga rasa, logika, dan keberpihakan.
Karena, di ujung hari, membangun Muba bukan hanya soal membangun jalan dan jembatan, tapi juga membangun harapan buat ASN yang akan pensiun, buat UMKM yang mau bangkit, dan buat rakyat kecil yang selama ini cuma bisa nonton iklan bank di TV tanpa pernah tahu cara mengajukan pinjaman.
Dan seperti kata pepatah lama yang baru diubah Bank yang baik bukan yang bisa kasih bunga tinggi, tapi yang bisa tumbuh bersama rakyat dari bibit, jadi pohon, lalu berbuah kesejahteraan.