Pendidikan

Ketika Dunia Kampus Mulai ‘Cium Bau Mesin’, Bukti Vokasi Gak Lagi Ngawang!

ist

DULU, kalau dengar kata vokasi, banyak orang yang langsung mikir, “Oh, itu sekolah buat yang gak keterima di Universitas”. Padahal sekarang, yang dulu dianggap kelas cadangan, malah jadi jalur tol menuju masa depan industri, diharapkan semua orang, ibaratnya balapan, anak vokasi udah ngegas di pit stop, sementara anak kampus umum masih sibuk baca teori aerodinamika.

Nah, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga baru aja ngumumin kabar yang bikin senyum lebar animo pendaftar vokasi tahun ini naik 21,33 persen, Rasio pendaftar bahkan tembus 1:18,2.
Artinya, rebutan masuk politeknik Kemenperin sekarang hampir kayak rebutan tiket konser Coldplay, cuma yang beneran siap yang bisa lolos.

Nah, ini bukan sekadar angka, tapi tanda bahwa masyarakat mulai melek industri, Mereka sadar, dunia kerja itu bukan cuma soal ijazah dan toga, tapi soal skill, adaptasi, dan mental tahan oli,
karena jujur aja, di era sekarang, robot aja bisa ngetik laporan, tapi belum tentu bisa ngerti kabel mesin, dan di situlah anak vokasi punya nilai tambah.

Kalau anak kampus umum baru belajar teori supply chain, anak vokasi udah pegang forklift-nya langsung, kalau yang satu sibuk presentasi sebagai simulasi pabrik masa depan, yang satu lagi udah magang di pabrik beneran, nyium bau oli, dapet upah, plus pengalaman.

Dan jangan salah, pabrik zaman now bukan lagi tempat penuh debu dan suara mesin bising, banyak yang udah pakai sensor pintar, sistem otomasi, sampai teknologi AI. Industri sekarang udah mulai go green, bro….tapi meskipun makin hijau, tetap butuh tangan-tangan yang tahu cara nyalain mesin, bukan cuma ngomong di seminar.

Kemenperin, lewat jaringan politeknik dan akademinya, sebenarnya udah lama paham resep ini Link and match sama dunia industri, magang langsung 12 bulan di pabrik, kurikulum yang terus di-update biar nyambung sama tren otomasi, digitalisasi, dan energi hijau.

Artinya, mereka gak sekadar nyiapin mahasiswa buat cari kerja, tapi buat bikin kerjaan baru, entah itu jadi teknisi, inovator, atau penggerak industri ramah lingkungan.

Contoh negara

Kalau masih ragu sistem vokasi bisa ngangkat industri, coba lirik Jerman, negara itu udah puluhan tahun menerapkan sistem dual education, kuliah separuh waktu di kampus, separuh lagi kerja di pabrik.

Oleh karena itu, makanya, lulusannya bukan cuma paham teori, tapi juga bisa benerin mesin kalau ngadat, hasilnya? industri Jerman sampai sekarang jadi tulang punggung ekonomi Eropa, dan pengangguran mudanya termasuk paling rendah di dunia.

Lalu Korea Selatan, mereka dulu miskin sumber daya alam, tapi punya resource terbaik, yakni anak muda yang disiplin dan hands-on, lewat sekolah teknik dan politeknik yang dibiayai negara, mereka berhasil nyulap pabrik kecil jadi raksasa industri macam Hyundai, Samsung, dan LG, coba pikirkan, itu semua bermula dari sistem pendidikan vokasi yang serius, bukan wacana seminar.

Terakhir, Singapura juga demikian negara seupil itu ngerti banget, masa depan bukan di gelar akademik, tapi di kompetensi. Makanya, mereka bikin Institute of Technical Education (ITE) dan politeknik yang kurikulumnya dirancang langsung bareng industri.

Hasilnya?, lulusannya bisa langsung kerja di perusahaan global tanpa perlu pelatihan ulang, kita aja masih ngisi seminar cara menulis CV, mereka udah di depan ngerakit chip elektronik.

Kemenperin sepertinya mau ngambil jalur serupa, bukti nyatanya, tahun ini 82.655 pendaftar rela bersaing ketat masuk 11 Politeknik dan 2 Akademi Komunitas di bawah BPSDMI, bukan karena disuruh orang tua, tapi karena mereka mulai sadar, masa depan bukan di podium wisuda, tapi di ruang produksi yang terhubung ke cloud system.

Kalau mau jujur, inilah era di mana bau mesin jadi aroma masa depan, karena di balik suara bor dan dengung robot industri, ada generasi muda yang belajar langsung tentang efisiensi energi, digitalisasi pabrik, sampai pengelolaan limbah.

Mereka bukan cuma bisa presentasi PowerPoint, tapi bisa troubleshoot mesin produksi yang macet dan bikin solusi yang lebih hemat listrik. jadi, kalau sekarang kampus umum mulai “ciuman pertama” sama dunia industri, maka bikin teaching factory atau magang industri, ya… baguslah.

Tapi jangan lupa, anak-anak vokasi udah duluan nongkrong di situ dari dulu, mereka bukan cuma cium bau mesin, tapi udah jadi bagian dari mesin itu sendiri.

Dan kalau nanti Indonesia bener-bener mau masuk era industri hijau dan digital, ya jangan lupa siapa yang bakal muter baut pertama kali, bukan pejabat di podium, bukan dosen di seminar,
tapi anak-anak vokasi yang udah biasa kerja sambil bau oli dan kopi sachet.[***]

Terpopuler

To Top