GUNA Melestarikan Bahasa Daerah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah, secara daring Selasa (22/2).
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengatakan bahwa salah satu penyebab punahnya bahasa daerah adalah karena para penutur jatinya tidak lagi mewariskan Bahasa daerah ke generasi berikutnya.
“Indonesia memiliki sekitar 718 bahasa daerah, namun sayangnya banyak yang terancam punah. Penyebab utamanya adalah para penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya pada generasi berikutnya,” ungkap Menteri Nadiem, seperti dikutip dalam rilis Kemendikbudristek di Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Oleh karenanya, salah satu strategi revitalisasi bahasa daerah adalah dengan mendorong satuan pendidikan memuat pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal ini juga perlu didorong oleh kebijakan pemerintah daerah masing-masing.
Pada provinsi, kabupaten, serta kota yang memiliki bahasa daerah dominan seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali, kami berharap muatan lokal yang diwajibkan adalah pelajaran bahasa daerah. “Tetapi, wilayah-wilayah yang tidak punya bahasa daerah yang dominan, maka muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jadi, pilihannya benar-benar ada di masing-masing sekolah,” kata Menteri Nadiem.
“Namun, wajib tidaknya bahasa daerah menjadi muatan lokal di sekolah, akan tergantung kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Kalau bukan kebebasan masing-masing daerah, berarti bukan Merdeka Belajar. Jadi tergantung,” lanjut Mendikbudristek.
Hadirnya program Revitalisasi Bahasa Daerah makin menggugah sekolah untuk bergerak mengembangkan pembelajaran bahasa daerah yang membangkitkan kreativitas peserta didik. “Saya juga berharap, sekolah-sekolah menggerakkan bahasa daerah bagi para pelajar dan membuat jembatan lintas generasi, kembali pada identitas kita dan merayakan kebinekaan,” harap Menteri Nadiem.
Untuk melindungi penutur asli bahasa daerah, dijelaskan Menteri Nadiem, strategi terbaik adalah dengan memberi peluang seluas-luasnya pada semua penutur asli bahasa daerah untuk menggunakan bahasanya.
“Itulah mengapa kami mengembangkan tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pertama, bagi bahasa daerah yang daya hidup bahasanya masih aman, kami melakukan pewarisan lewat pembelajaran di sekolah. Bagi bahasa daerah yang daya hidupnya tergolong rentan, walau jumlah penuturnya relatif banyak, kami gunakan model kedua, di mana kita fokus bukan hanya ke sekolah tapi juga komunitas-komunitas,” jelasnya.
Model ketiga, lanjut Menteri Nadiem, di mana daya hidup bahasa daerah kategori ini mengalami kemunduran, terancam punah, dan kritis, Kemendikbudristek akan berfokus pada komunitas, masyarakat, dan melibatkan komunitas tutur, keluarga-keluarga, forum-forum, dan tempat-tempat ibadah yang dapat dimasukkan pembelajaran bahasa daerah.InfoPublik (***)