DIREKTUR Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam membuka acara Seminar Pendidikan Antikorupsi untuk Pimpinan Perguruan Tinggi. Acara dilaksanakan secara daring dan dihadiri oleh 506 peserta yang merupakan pimpinan PTN/PTS di wilayah Pulau Jawa,
Nizam menyampaikan, bahwa acara ini merupakan upaya untuk melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang bersih dari korupsi, dan amanah dalam menjalankan tugas. Membangun Zona Integritas merupakan tujuan terpenting dalam mewujudkan Pendidikan Antikorupsi, hal ini akan menjadi contoh bagi anak bangsa bahwa perguruan tinggi bebas dari korupsi dengan budaya antikorupsi dan administrasi dan tata kelola yang bersih serta melayani.
“Reformasi birokrasi dan transformasi ekonomi, dalam reformasi birokrasi ini, visi misi presiden mewujudkan dan menggelola pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya. Untuk bisa mendidik anak-anak bangsa menjadi pemimpin yang bersih dari korupsi. Oleh sebab itu, perguruan tinggi harus mampu menjadi contoh bagi para mahasiswa untuk mengenalkan pendidikan antikorupsi,” ujar Nizam, seperti dikutip dalam rilis Ditjen Dikti di Jakarta, Kemaren.
Dalam mewujudkan reformasi birokasi yang baik, harus memiliki 3 tujuan penting. Birokrasi yang bersih dan akuntabel, kapabel, dan memberikan layanan publik secara prima. Dengan ini, diharapkan dapat meningkatkan tata kelola yang efisien, inovatif, dan membangun zona-zona integritas di perguruan tinggi.
Nizam menjelaskan, terkait kendali pada sistem terbentuk diakibatkan oleh tata kelola yang baik. Adanya sistem check and balance yang kuat, system reward dan punishment yang baik, dan semangat dari seluruh insan perguruan tinggi untuk mendidik anak-anaknya bebas dari korupsi.
“Wilayah bebas korupsi diwujudkan oleh Zona Integritas terwujud, dan birokrasi yang bersih, serta melayani akan terwujud,” ujar Nizam,
Dampak hilir dari korupsi adalah kemiskinan, kesenjangan sosial, keterpurukan, dan akan menghambat investasi yang akan berdampak kepada menurunnya lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan menghambat kesejahteraan masyarakat.
Nizam pun mengingatkan, terkait sektor-sektor yang potensial untuk adanya praktik korupsi, seperti sektor perizinan dan pelayanan publik.
“Kita harus bisa membersihkan dari hulu anak-anak kita, punya sikap untuk antikorupsi dan membangun semangat cinta produk dalam negeri,” ujarnya.
Harapan Nizam, perguruan tinggi dapat mewujudkan zona-zona integritas, dalam bentuk tata kelola, inovasi, regulasi, dan penataan sistem yang bisa diyakini akan mewujudkan zona berintegritas, serta mewujudkan kemudahan layanan, adanya program yang menyetuh masyarakat, dan manajemen media guna menunjukan transparasi perguruan tinggi.
Acara Seminar Pendidikan Antikorupsi untuk Pimpinan Perguruan Tinggi yang dilaksanakan secara daring, Selasa (22/6) tersebut, turut dihadiri juga oleh Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Direktur Jejaring KPK, dan tim narasumber dari berbagai perguruan tinggi Indonesia.
Pada kesempatan tersebut, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menyampaikan, berdasarkan monitoring dari KPK, tahun 2020 sudah lebih dari 1.500 perguruan tinggi telah mengimplementasikan Pendidikan Antikorupsi baik secara mandiri atau inversi. Ini merupakan kerja sama yang sudah berjalan selama ini.
“Kita sedang memperbaiki sistem guna menutup celah-celah korupsi yang ada di sebuah sistem lewat gratifikasi, KPN, monitoring, dan antikorupsi badan usaha. Sementara itu, di pendidikan serta peran masyarakat lebih ditingkatkan dalam mengedukasi dan mendidik individual, sehingga terbebas dari korupsi,” katanya.
Pendidikan Antikorupsi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya membangun generasi Indonesia berintegritas tinggi, bermartabat, dan berakhlak mulia, serta bertanggung jawab sesuai dengan pendidikan nasional yang ada. Oleh karena itu, pemangku kepentingan memiliki peran penting dalam menjalankan Pendidikan Antikorupsi.
Lebih lanjut lagi, Wawan menyampaikan bahwa diperlukannya kolaborasi dan sinergitas serta upaya-upaya untuk membangun watak dan karakter generasi penerus bangsa yang memahami Pendidikan Antikorupsi.
Harapan Wawan ke depannya agar KPK melalui Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat berrsama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek dapat terus bekerja sama dalam dua aspek pendekatan, meningkatkan kuantitas dan kualitas Pendidikan Antikorupsi.
Pada kesempatan yang sama juga, Direktur Jejaring Pendidikan KPK Aidha Ratna Zulaiha menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, karna sudah merusak sendi-sendi bangsa, merusak tujuan bernegara kita, dan merusak upaya menyejahterakan masyarakat Indonesia.
“Hingga saat ini, Indonesia masih berada di angka 37 dari 100 hasil optimal, angka tersebut menunjukan bahwa Indonesia masih memiliki risiko kejadian korupsi yang tinggi,” ujar Aidha.
KPK memiliki alat bantu guna mengetahui indeks korupsi yang terjadi, diantaranya penilaian integritas, guna mengukur dan membantu institusi untuk memetakan resiko korupsi dan mengukur efektivitas upaya-upaya pencegahan korupsi yang sudah dilakukan oleh institusi tersebut.
Lebih lanjut, Aidha menjelaskan terkait data statistik korupsi, angka korupsi suap di Indonesia di tingkat Asia sebesar 30%, dari sektor public school sebesar 22% kasus suap terjadi dalam mengurus layanan.
“Ini menjadi PR bagi pengajar untuk memperhatikan dan mengawal angka-angka ini, untuk tidak menjadi lebih besar lagi,” tuturnya.
Aidha menambahkan, agar pemerintah membuat peraturan dan regulasi bagi para pengajar untuk terhindar dari praktik korupsi yang sudah banyak terjadi. Dalam pemberantasan korupsi, pendidikan menjadi satu dari strategi yang dilakukan di luar pencegahan dan penindakan.
Dalam rangka penguatan anti korupsi, Ditjen Dikti Kemdikbudristek sejak tahun 2011 secara proaktif telah melakukan Pendidikan Anti Korupsi bagi lebih dari 4.500 dosen di lebih dari 2.000 perguruan tinggi di seluruh Indonesia yang merupakan hasil kerja sama dengan KPK dan berbagai LSM pegiat anti Korupsi.InfoPublik (***)
Ril