Pendidikan

Jepang Panggil ‘Jeriyo’ Sekayu, Tapi Ada Satu Rahasia!

ist

JERIYO Perdinan mengibas-ngibas koper kecilnya di halaman BLK Sekayu. Matahari pagi menyinari halaman, tapi semangat Jeriyo lebih terang daripada lampu stadion waktu final Piala Dunia.

“Eh, Jeriyo! jangan cuma bawa koper, bawa otak juga!” teriak Sensei Zulfikar dari jauh.
Jeriyo ketawa sambil menjawab, “Tenang, sensei! Otak ku sudah full charge, lengkap sama Wi-Fi dan paket data unlimited!”

Sambil melangkah, Jeriyo bergumam sendiri, “Namaku Jeriyo… katanya. Artinya orang berani dan ceria. Semoga sesuai sama hidup aku  yang penuh sandiwara,tapi tetap lucu ini”.

Tapi ada satu rahasia yang Jeriyo simpan rapat-rapat, dia nggak cuma belajar bahasa Jepang, namun juga mempelajari trik unik untuk bikin semua orang tertawa di tengah tekanan tes. Rahasia ini yang bikin perjalanannya beda dari peserta lain.

Kesempatan emas ini datang dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) melalui Disnakertrans, yang membuka pelatihan bahasa Jepang Muba untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja lokal.

Bahkan ceritanya itu,  tak sekadar “konnichiwa” hingga “arigatou”, semua diuji.

Jeriyo dan teman-temannya harus siap tempur, bukan cuma fisik tapi juga mental.

“Kerja di Jepang itu kayak naik rakit di Sungai Musi pasalnya harus fokus, jangan oleng, kalau jatuh ya… basah kuyup!.

Tapi kalau basah, jangan lupa selfie biar Instagram makin hits!” Jeriyo berguyon.

Sebelum berangkat, mereka latihan tiap hari. Ada yang serius, ada yang kocak. Jeriyo pernah salah ucap “Watashi… suka… pisang!” Semua ketawa sampai perut kram.

Sensei cuma geleng-geleng, “Jeriyo, kalau suka pisang di Jepang, jangan salah waktu bilang ‘arigatou’, nanti dikira nyanyi lagu anak-anak!”

Selain belajar bahasa, peserta dilatih mental. Ada simulasi wawancara, belajar sopan santun, hingga cara membungkuk dengan tepat.

Jeriyo berkata, “Kalau di sini membungkuk cuma 45 derajat, di Jepang bisa-bisa 90 derajat… punggung aku nyut-nyutan!”.

Hari keberangkatan tiba. Jeriyo menjadi wakil pertama berangkat ke Bekasi untuk tes di PT Subame, sementara empat teman lainnya menyusul. 14 peserta lain dijadwalkan mengikuti Program IM Japan di Jambi.

Program ini selektif banget, kayak undangan konser BTS tapi versi kerja.

Dalam perjalanan ke Bekasi, Jeriyo menatap jendela bus sambil merenung.

“Belajar Jepang itu kayak masak pindang. Bumbu harus pas, sabar, jangan buru-buru. Kalau salah, rasanya pahit… dan bisa bikin lidah kram kayak habis makan sambal 10 sendok!”

Sesampainya di Bekasi, Jeriyo disambut hangat. Pegawai PT Subame tersenyum, “Ini anak Muba ya? Semangat banget!”
Jeriyo menjawab, “Iya, Pak! Dari Sekayu langsung meluncur ke Jepang, semoga hati nggak ketinggalan di sini… dan jangan sampai Wi-Fi putus!”.

Saat tes berlangsung, Jeriyo ngobrol sama teman dari daerah lain:
“Lo yakin bisa lulus?” tanya temannya.
Jeriyo nyengir, “Kalau nggak yakin, mending pulang naik perahu… eh, pesawat maksudnya. Tapi pesawat ekonomi ya, jangan bisnis, dompet gue nangis kalau bisnis class!”

Sambil menunggu giliran, peserta lain sibuk latihan. Ada yang baca buku, ada yang latihan membungkuk, ada yang malah tidur sambil mimpi sushi. Jeriyo tertawa, “Kalau di sini membungkuk 45 derajat, di Jepang bisa-bisa 90 derajat… punggung gue minta cuti!”

Sensei Zulfikar memberikan pesan terakhir. “Belajar serius itu penting, tapi jangan lupa bawa hati yang ringan. Jangan sampai sukses di Jepang tapi lupa kampung halaman. Ingat pepatah, ‘Kalau panen padi di sawah orang, jangan lupa benih di sawah sendiri”.

Kesempatan emas

Bupati Muba, HM Toha, melalui Kadisnakertrans Herryandi Sinulingga, AP, juga memberi motivasi.

Katanya “Teknologi, AI, dan pelatihan ini cuma alat. Kesuksesan tergantung usaha sendiri. Fokus belajar, manfaatkan kesempatan ini, dan jadikan kebanggaan bagi keluarga dan daerah!”.

Jeriyo pun bertekad. Setiap malam sebelum tidur, dia menulis catatan kecil, kata-kata baru bahasa Jepang, tips membungkuk sopan, dan hal-hal lucu. “Kalau gagal ucap ‘arigatou’, tersenyum aja, nanti orang Jepang pasti ketawa sama aku”

Selain latihan bahasa, mental mereka diasah melalui simulasi wawancara dan belajar etiket. Jeriyo bahkan bikin permainan kecil, siapa yang salah ucap kata Jepang harus joget ala idol Jepang.

“Kalau gagal, ya …minimal ngetawain diri sendiri dulu biar nggak stress”. katanya.

Hari H tes tiba. Jeriyo deg-degan tapi tetap fokus. Semua latihan, humor, dan persiapan jadi senjata utama. Rahasia kecilnya, dia selalu bawa humor untuk menenangkan diri dan teman-teman, jadi suasana nggak tegang.

Setelah tes, Jeriyo duduk termenung di pinggir jalan Bekasi. Angin malam mengusap wajahnya, dia tersenyum
“Kalau hidup ini perjalanan, aku pilih naik kapal yang benar walaupun ombak gede. Kalau nggak, ya cuma bisa tenggelam di sungai ketawa sendiri”.

Beberapa hari kemudian, teman-temannya di Jambi memberi kabar. Semua deg-degan tapi tetap semangat. Jeriyo bikin grup chat,
“Siap-siap, guys! Jepang menunggu, tapi jangan lupa bawa humor juga!”

Salah satu teman ngetik, “Waduh, humor aku tinggal di rumah, Jeriyo…”
Jeriyo balas, “Tenang, aku kirim via paket kilat, jangan sampai nyasar ke tetangga!”

Pelatihan ini bukan cuma soal bahasa Jepang, tapi soal keberanian, disiplin, dan humor. Jeriyo sadar, kesempatan ini bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk keluarga dan masyarakat Muba.

Selain itu, Jeriyo menekankan satu hal pada teman-temannya. “Kalau mau sukses di Jepang, jangan cuma hafal kata, tapi pahami cara mereka kerja. Kayak masak sambal, nggak cukup cuma cabe, harus ngerti api, timing, dan rasa”.

Oleh sebab itu, setidaknya dalam cerita ini  jelas,  kesempatan emas cuma datang sekali. Tapi kerja keras, tekad, dan hati ringan bisa bikin kita melesat lebih jauh lagi.

Jangan takut mencoba, jangan malas belajar, dan jangan lupa tertawa di tengah perjuangan. Hidup itu serius tapi nggak harus terlalu serius.

Akhirnya, Jeriyo sadar dengan satu  hal. “Kalau sukses itu nasi, humor itu lauknya. Nggak lengkap rasanya kalau nggak ada keduanya”.[***]

Catatan Redaksi: Cerita ini fiksi dan dibuat untuk hiburan. Tokoh dan dialog merupakan rekaan, meski terinspirasi dari program pelatihan nyata Disnakertrans Kab. Muba

Terpopuler

To Top