Pendidikan

“Gurunya Gagah, Murid Makin Gagah – Filosofi Almamater Merah Marun Sekolah Rakyat”

ist

KALAU  muridnya terlihat bintang lima, gurunya sudah bintang delapan, begitulah filosofi yang tiba-tiba nongol di benak kita ketika  Menteri Sosial (Mensos) RI Saifullah Yusuf atau Gus IpulSosial, Gus Ipul dalam keterangan rilisnya, selasa (19/8/2025) memperkenalkan almamater Sekolah Rakyat terbaru. Warna merah marun berani, baret senada, pin di dada kiri memancarkan aura gagah seperti superhero lokal, tapi versi pendidikan Indonesia.

Gus Ipul berdiri di depan kepala sekolah dan guru sambil memakai almamater contoh itu, lengkap dengan tanda kepangkatan di bahu. Terbayang kalau murid-murid SD mengenakan jas merah marun ini, mereka tampak gagah, rapi, seperti miniatur bintang pop yang baru turun dari panggung.

Lalu guru-gurunya? Kalau murid bintang lima, guru sudah bintang delapan. Dasi merah marun, baret di kepala, senyum bijak ala pahlawan nasional. Dagelan visual yang bikin ngakak tapi bikin bangga.

Misalnya ada contoh adegan  sebut saja namanya Pak Joko, guru SMP, menunduk menata dasi, mukanya serius tapi matanya berbinar. Seorang murid menatapnya “Pak… bapak itu bintang delapan, ya?” Pak Joko mengangguk pelan sambil bergumam, “Kalau begitu, kamu harus jadi bintang sembilan, Nak”, lucu, tapi terselip pesan moral kedisiplinan, tanggung jawab, dan kebanggaan dalam belajar itu penting.

Filosofi almamater ini bukan sekadar pakaian, tapi simbol kesetaraan dan dorongan untuk menjadi lebih baik. Almamater merah marun ini menandakan identitas Sekolah Rakyat dan memberi pesan terselubung murid harus gagah, guru harus lebih gagah, supaya pendidikan bisa berjalan dengan penuh hormat dan tawa.

Seperti pepatah lama “Guru bagai lentera, murid bagai jalan”. Kalau lentera redup, jalan gelap. Tapi kalau lentera bersinar terang, bahkan genangan hujan pun terlihat cantik.

Apalagi almamater merah marun ini adalah lentera baru, siap menyalakan jalan murid-murid Indonesia dengan gagah dan percaya diri.

Detail kocak lain, tanda kepangkatan di bahu, murid-murid pasti bertanya, “Pak, Mbak… itu pangkat apa?” Guru bisa menjawab sambil bercanda “Itu pangkat guru gagah, Nak, kalau kamu rajin belajar, nanti pangkatmu muncul juga, tapi jangan terlalu cepat, nanti baretmu meledak.” Lucu, tapi pesan moralnya jelas, pendidikan karakter harus ditanam sejak dini.

Almamater ini punya “saudara kandung” seragam olahraga, seragam pramuka, batik khas Sekolah Rakyat, hingga kemeja batik nasional. Semua itu bukan sekadar fashion show, tapi bagian dari pendidikan karakter.

Anak-anak belajar setiap peran, antara lain olahraga, laboratorium, upacara, pantas diapresiasi, dan guru siap menemani mereka dengan wujud gagah yang seragam.

Bayangkan upacara bendera murid-murid memakai almamater merah marun, dasi rapi, celana putih dengan garis merah, baret di kepala.

Mereka tampak seperti miniatur pasukan pahlawan lokal yang mempersiapkan negeri untuk masa depan. Guru-gurunya berdiri gagah, lencana kepangkatan bersinar, senyum bijak menyelimuti wajah pesan terselubung. “Kalian bisa gagah, tapi aku di sini untuk memastikan kalian lebih gagah dari hari kemarin”.

Ini bukan hanya soal penampilan, filosofi ini bisa diterapkan sehari-hari, anak-anak belajar menyiapkan diri dengan baik, disiplin, dan percaya diri. Guru mencontohkan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tapi juga transfer sikap dan integritas.

Murid belajar dari guru yang gagah secara moral dan etika akan tumbuh jadi generasi gagah bukan hanya di penampilan, tapi di hati dan pikiran.

Bumbu dagelan visual dan bintang-bintang imajinatif terselip pesan moral kebanggaan itu menular. Murid bangga mengenakan almamater, guru bangga mendampingi murid, masyarakat bangga melihat generasi muda tumbuh penuh karakter. Lingkaran pendidikan yang harmonis, seperti pepatah Sunda “Leutik leutik jadi gede, gede gede jadi eling”. Hal kecil seragam, baret, pin tumbuh menjadi karakter besar.

Kesimpulannya, almamater merah marun Sekolah Rakyat bukan sekadar mode, tapi filosofi yang tertuang dalam kain, murid gagah, guru lebih gagah, pendidikan lebih menyenangkan.

Dengan dagelan, bintang-bintang imajinatif, dan senyum, kita bisa mengubah momen sederhana mengenakan jas menjadi pelajaran berharga disiplin, kebanggaan, dan keberanian tampil beda.

Mari sambut almamater merah marun ini bukan sekadar kain, tapi lentera bar pendidikan Indonesia gagahnya sejajar, moralnya lebih tinggi, dan tawa tetap mengalir.[***]u

Terpopuler

To Top