Sumselterkini.co.id, – Kalau ngomongin pahlawan, kita pasti langsung kepikiran sosok yang turun ke medan perang, bertempur, dan angkat senjata buat kemerdekaan. Tapi, pahlawan itu nggak melulu soal perang fisik, lho. Ada juga pahlawan yang berjuang lewat ide dan pemikiran brilian, membangun sistem yang bisa bikin rakyat berdikari. Nah, salah satu tokoh yang masuk kategori ini adalah Bung Hatta.
Sebagai Proklamator Kemerdekaan, Bung Hatta nggak cuma berpikir tentang bagaimana Indonesia bisa merdeka dari penjajah, tapi juga gimana caranya rakyat bisa sejahtera setelah merdeka. Salah satu gagasan emas beliau adalah koperasi—sebuah sistem ekonomi yang berbasis gotong royong dan kebersamaan. Sayangnya, di era modern ini, koperasi sering dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Padahal, kalau dikelola dengan benar, koperasi bisa jadi senjata ampuh buat melawan ketimpangan ekonomi yang makin menjadi-jadi.
Sebagai generasi penerus, menghargai jasa para pahlawan itu wajib! Bukan sekadar mengenang nama mereka dalam sejarah, tapi juga meneruskan perjuangan mereka dalam bentuk nyata. Itulah kenapa Sekolah Pemikiran Bung Hatta yang bakal didirikan Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan Yayasan Hatta adalah langkah yang sangat brilian. Ini bukan cuma proyek akademis, tapi sebuah gebrakan besar untuk menghidupkan kembali semangat ekonomi kerakyatan yang dulu diperjuangkan Bung Hatta!
Bung Hatta percaya bahwa koperasi adalah jalan tengah antara kapitalisme yang terlalu individualistik dan sosialisme yang terlalu kolektif. Dengan koperasi, rakyat bisa mandiri, punya akses ke modal usaha, dan nggak perlu takut dieksploitasi oleh pemodal besar atau tengkulak. Konsep ini dulu berhasil diterapkan dan sempat membuat koperasi menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.
Namun, seiring berjalannya waktu, koperasi mulai ditinggalkan. Banyak orang lebih tergiur dengan bisnis yang cepat menghasilkan keuntungan, meskipun dampaknya bisa memperlebar kesenjangan sosial. Padahal, kalau kita benar-benar menghargai jasa Bung Hatta dan para pendiri bangsa, koperasi seharusnya menjadi bagian dari identitas ekonomi kita yang terus berkembang.
Inilah kenapa pendirian Sekolah Pemikiran Bung Hatta menjadi langkah cerdas dan strategis. Sekolah ini nggak cuma ngajarin teori koperasi, tapi juga bagaimana cara membangun koperasi yang sesuai dengan tantangan zaman. Ini bukan hanya soal mengenang sejarah, tapi memastikan bahwa ide-ide brilian Bung Hatta tetap relevan dan bermanfaat bagi masa kini dan masa depan.
Kemenkop juga nggak main-main. Selain mendirikan sekolah pemikiran, mereka juga bakal membangun Kopdes Merah Putih—sebuah proyek ambisius untuk mendirikan 70.000-80.000 koperasi desa sebagai benteng ekonomi rakyat.
Kenapa ini penting? Karena selama ini, banyak petani, nelayan, dan pedagang kecil yang terjebak dalam lingkaran utang ke tengkulak atau pinjaman online ilegal dengan bunga mencekik. Mereka butuh modal, tapi akses ke bank atau lembaga keuangan formal susah. Akhirnya, mereka terpaksa ngutang ke pihak yang justru memperburuk keadaan mereka sendiri.
Dengan adanya Kopdes Merah Putih, masyarakat desa bisa mendapatkan akses pembiayaan yang adil, berbasis gotong royong, dan pastinya lebih menguntungkan buat mereka sendiri. Ini solusi konkret dan nyata, bukan sekadar wacana.
Yang bikin makin keren, Kopdes Merah Putih ditargetkan bakal diresmikan pada 12 Juli 2025, pas Hari Koperasi Nasional. Artinya, ini bukan sekadar mimpi, tapi sebuah langkah besar yang sudah ada target jelasnya! Kalau ini berhasil, koperasi desa bisa jadi alat yang efektif dan nyata dalam memutus rantai eksploitasi ekonomi yang selama ini terjadi di pedesaan.
Dan ini juga bakal jadi bukti bahwa kita benar-benar menghargai jasa Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Koperasi nggak boleh cuma jadi nostalgia sejarah, harus jadi solusi masa kini dan masa depan.
Salah satu tantangan terbesar koperasi saat ini adalah minimnya pemahaman generasi muda. Banyak yang berpikir koperasi itu kuno, ribet, dan nggak fleksibel, apalagi di era digital.
Makanya, pendirian Sekolah Pemikiran Bung Hatta ini adalah langkah cerdas. Sekolah ini nggak cuma bakal ngajarin teori, tapi juga cara mempraktikkan koperasi dalam ekonomi digital. Bisa jadi tempat belajar gimana koperasi bisa masuk ke bisnis startup, ekonomi berbasis teknologi, dan investasi berbasis komunitas.
Selain itu, Yayasan Hatta juga udah menyiapkan buku ke-10 tentang pemikiran Bung Hatta yang bakal diluncurkan Mei 2025 nanti. Buku ini bakal membahas pembangunan koperasi, pengelolaan sumber daya manusia, dan tata kelola pemerintahan. Ini bukti nyata bahwa ide-ide Bung Hatta tetap hidup dan berkembang, bukan sekadar kenangan sejarah.
Menghargai jasa pahlawan bukan cuma dengan mengenang mereka, tapi juga dengan menerapkan ide-ide brilian mereka dalam kehidupan nyata.
Bukan sekedar nostalgia
Kalau kita cuma mengenang jasa Bung Hatta tanpa menjalankan pemikirannya, itu artinya kita belum benar-benar menghargai perjuangan beliau. Koperasi bukan sekadar warisan masa lalu yang bisa kita biarkan berdebu di museum, tapi harus jadi alat nyata buat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Makanya, kita semua harus mendukung gerakan ini. Jangan cuma diam dan jadi penonton. Kalau ada kesempatan buat belajar di Sekolah Pemikiran Bung Hatta, manfaatin sebaik mungkin. Kalau ada koperasi di lingkungan kita, dukung dan bantu agar bisa berkembang. Kalau kita punya bisnis, coba pikirkan apakah bisa dikembangkan dalam model koperasi.
Menghargai jasa Bung Hatta dan para pendiri bangsa bukan cuma soal memasang foto mereka di dinding atau menghafal nama mereka dalam ujian sejarah. Yang lebih penting adalah memastikan bahwa gagasan mereka terus hidup dan memberi manfaat bagi generasi sekarang dan mendatang.
Koperasi adalah salah satu warisan emas Bung Hatta—dan kita punya tanggung jawab buat menjaganya tetap relevan.
Jadi, kalau kita beneran peduli sama Indonesia yang lebih baik, yuk, mulai dari sekarang kita gaspol dan bantu ngehidupin kembali semangat koperasi.[***]
