Sumselterkin.co.id, – Kalau harga cabai bisa ngomong, mungkin dia udah minta tolong ke Lembaga Perlindungan Konsumen karena sering dijadikan kambing hitam tiap kali inflasi.
Kadang harga naik kayak semangat mantan waktu lihat kita susah move on, kadang turun kayak sinyal HP di pelosok OKU Selatan. Begitulah nasib harga pasar susah ditebak, lebih labil dari hubungan LDR tanpa komitmen.
Rabu kemarin di Halaman Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Selatan mendadak ramai. Bukan karena ada dangdutan atau syuting sinetron, tapi karena Ketua Tim Penggerak PKK Sumsel, Hj. Feby Herman Deru, turun gunungeh, turun lapangan meninjau pasar murah dalam rangka Hari Jadi ke-79 Provinsi Sumsel.
Pasar murah ini niatnya mulia, kayak teman kita yang ngajak diet tiap Senin, ingin membantu warga mendapatkan sembako lebih terjangkau.
Tapi ya itu, kadang teori tak semudah praktik. Harga pasar itu ibarat anak kecil yang baru belajar naik sepeda sekali-sekali oleng, seringnya jatuh, kadang muter sendiri ke arah yang tak kita inginkan.
“Pasar murah ini untuk bantu masyarakat, sekaligus jadi tempat para pedagang menjual produk mereka,” ujar Ibu Feby sambil menenteng belanjaan, mungkin isinya minyak goreng, gula pasir, dan setumpuk keresahan soal packaging.
Sambil menyapa warga dan pedagang, Bu Feby juga menekankan soal pentingnya kemasan yang bersih dan menarik. “Kalau jualan kotor, siapa yang mau beli? Apalagi makanan dan minuman,” katanya.
Betul, Bu. Tapi izinkan kami menyela dengan sopan. Kalau boleh ngasih masukan, selain kemasan yang kinclong, tolong juga perhatikan isi dompet rakyat kecil. Kadang bungkusnya boleh emas, tapi kalau isinya nggak ada diskonnya, ya sama saja bohong. Kami rakyat kecil ini butuh isi perut, bukan isi Instagram.
Lagipula, pasar murah yang munculnya musiman kayak jamur di musim hujan, rasanya belum jadi solusi jangka panjang. Hari ini murah, besok lusa harga balik ke kodratnya. Pedas, menggigit, dan bikin kantong mendidih. Boleh lah sekali-sekali kita selfie sambil belanja murah, tapi esoknya kembali ke realita harga normal lagi, dan dompet kempes lagi.
Seperti kata pepatah”Murahnya pasar hanya sementara, tapi lapar bisa datang tiap hari.” dan “Kalo nasinya mahal, dak biso nambah lauk. Kalo lauknya mahal, nasipun dak make kawan.”
Yang kami rindukan, bukan cuma pasar murah setahun sekali. Tapi kebijakan yang bikin harga bisa stabil kayak hubungan suami-istri yang rajin komunikasi.
Pasar murah ini boleh terus dilakukan, tapi jangan jadi kosmetik semata cantik dari luar, kosong di dalam. Karena rakyat butuh jaminan, bukan sekadar harapan.
Pasar murah itu ibarat balsem sementara mengurangi nyeri, tapi tak menyembuhkan akar masalahnya. Pemerintah harus memikirkan cara agar harga komoditas sehari-hari tidak naik-turun seenaknya, karena perut rakyat bukan yoyo.
Stabilkan pasokan, perbaiki distribusi, edukasi petani dan pedagang. Karena yang murah itu bukan hanya harga, tapi juga janji yang tak ditepati.
Ibu Feby sudah tampil prima, pedagang sudah berdagang manis, warga senang dapat diskon. Tapi semoga ini bukan sekadar acara ulang tahun yang penuh kue dan tenda biru.
Rakyat berharap pasar murah bukan hanya hiasan panggung, tapi bagian dari sistem yang membumi bukan sekadar gimmick yang tampil saat kamera menyala.Jadi, mari kita rayakan ulang tahun provinsi dengan hadiah paling mewah harga stabil, dapur ngebul, dan hati rakyat bahagia.[***]