HARI Keanekaragaman Hayati yang jatuh pada 22 Mei lalu diperingati oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan melakukan sejumlah kegiatan melestarikan satwa liar di habitat alaminya masing-masing seperti di Papua.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Abdul Azis Bakry, mengatakan salah satu kegiatan pelestarian yang dilakukan adalah melepasliarkan 38 satwa endemik Papua di Hutan Adat Isyo, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.
“Saya mengharapkan keanekaragaman hayati Papua terus terjaga, sebagai bagian penting dari keanekaragaman hayati dunia,” ujar Plt Kepala BBKSDA Papua dalam keterangan resmi yang diterima InfoPublik pada Minggu (22/5/2022).
Lebih lanjut Abdul Azis menjelaskan, satwa yang dilepasliarkan adalah satu ekor Mambruk Victoria (Goura Victoria), Sembilan ekor Kakatua Koki (Cacatua Galerita), Empat ekor Kasturi Kepala Hitam (Lorius Lory), 18 ekor Nuri Kelam (Pseudeos Fuscata), Tiga ekor Nuri Bayan (Eclectus Roratus), dan Tiga ekor Jagal Papua (Cracticus Cassicus).
Sebagian satwa tersebut berasal dari translokasi (pemulangan kembali ke daerah asalnya) dari Jawa Timur dan sebagian lagi merupakan penyerahan dari masyarakat di Jayapura.
“Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor:P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, semua satwa tersebut dilindungi undang-undang, kecuali Jagal Papua),” jelasnya.
Dalam daftar CITES, lanjutnya, semua satwa tersebut masuk dalam appendix II, yaitu spesies yang mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa regulasi.
Sementara berdasarkan daftar IUCN, semua satwa berstatus Least Concern (risiko rendah), kecuali Mambruk Victoria berstatus Near Threatened (hampir terancam), dengan tren populasi menurun.
Menurut Abdul Aziz, pelepasliaran satwa endemik Papua ke habitat alaminya merupakan salah satu upaya dalam melestarikan satwa liar milik negara.
“Selama masih terdapat satwa liar di luar habitat alaminya, entah karena tindak ilegal atau terdapat situasi khusus lainnya, BBKSDA Papua akan terus berupaya sebaik mungkin mengembalikannya ke rumah mereka yang semestinya,” katanya.
Dia mengapresiasi pihak pengelola Hutan Adat Isyo yang selama ini telah bekerja sama dengan BBKSDA Papua, terutama dalam hal pelepasliaran satwa.
Tim BBKSDA Papua juga dinilai telah berhasil menyukseskan pelepasliaran satwa ini dengan berpedoman pada Surat Edaran (SE) Dirjen KSDAE Nomor: 8/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelepasliaran Satwa Liar di Masa Pandemi COVID-19.
Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan, dan Pengawetan BBKSDA Papua, Lusiana Dyah Ratnawati menambahkan, 38 satwa endemik Papua yang dilepasliarkan tersebut telah tuntas menjalani habituasi di kandang transit Buper Waena, dan siap kembali ke alam.
Sebagian masyarakat Papua juga dinilai sudah memahami status konservasi satwa-satwa tersebut, namun masih terus perlu terus diberikan informasi tersebut.
“Saya berhadap masyarakat tidak akan bosan mendapatkan informasi ini kembali, karena sifatnya sangat penting. Bagaimanapun, saya tetap perlu menegaskan lagi dan lagi, bahwa semua satwa liar, khususnya endemik Papua, memerlukan perhatian kita bersama,” pungkasnya.InfoPublik (***)