Pemerintahan

“MBG Sudah Mantap? Atau Baru Separuh Jalan?”

ist

BICARA soal Program Makan Bersama Gratis (MBG) di Sumsel, rasanya kita ini seperti tetangga yang melihat asap dapur sebelah, ada wangi sedapnya, tapi kadang juga bikin bertanya, itu masak apa sih sebenernya?

Nah, kemarin Gubernur Sumsel, H. Herman Deru, tampil percaya diri di acara Rakorda Evaluasi Survei Monev Program MBG Tahap II Tahun 2025.

Gayanya yakin betul, seperti anak kelas lima yang baru dapat nilai 90 lalu langsung duduk paling depan. Di depan para pejabat dan tamu undangan, beliau menyampaikan bahwa MBG ini makin masif, makin nendang, dan makin sinkron sama Program GSMP (Gerakan Sumsel Mandiri Pangan).

Menurut beliau, GSMP ini katanya berhasil bikin masyarakat berubah mindset dari yang nunggu harga naik jadi yang siap-siap ngatur stok pangan sendiri. Intinya, dapur Sumsel aman sentosa.

Dalam pemaparannya, HD bilang kalau MBG sudah menjangkau 1,5 juta penerima manfaat. Target totalnya 2,5 juta, jadi kalau diibaratkan pertandingan bola, baru babak pertama tapi sudah leading 1–0.

Tapi ini bukan pertandingan, bro. Ini kebutuhan perut orang banyak, dan perut itu tidak bisa diajak negosiasi.

Kepala BPS Sumsel, Pak Wahyu (gelarnya panjang seperti katalog buku perpustakaan), menjelaskan kalau MBG ini bukan cuma soal ngenyangin anak sekolah, tapi juga ngasih vitamin buat ekonomi Sumsel.

Katanya, berdasarkan survei khusus industri makanan & minuman tumbuh 9,6%, sektor penunjang 9,1%, perdagangan eceran 10,3% dan penyediaan Makanan & Minum 12,6%.

Wah, angka-angka ini kalau dibacakan di seminar, pasti langsung bikin tepuk tangan. Apalagi ditambah info bahwa ekonomi Sumsel tahun 2025 tumbuh 5,2%, lebih tinggi dari nasional (5,04%), mantap betul…..

Namun angka itu memang indah, tapi realitas sering kali lebih suka bercanda. Di beberapa daerah, masih ada warung yang bilang bahan baku naik, pasar yang ramai cuma di tanggal muda, dan dapur-dapur MBG yang kadang tak berjalan seindah narasi.

HD bilang juga bahwa dari target 808 Sentra Pengelolaan Pangan Gratis (SPPG), sampai akhir Desember 2025 baru 500 yang beroperasi.

Kalau diibaratkan, ini seperti ibu-ibu yang janji mau masak 10 lauk untuk arisan, tapi yang baru jadi baru 6. Sisanya? Wajan belum dipanasin.

Tentu kita apresiasi capaian 500 itu, tapi itu bukan angka kecil, karena kalau targetnya 808, ya… tetap masih ada separuh jalan yang belum diselesaikan.

Pertanyaan besarnya, apakah data sama dengan realitas di lapangan?. Nah.. ini dia inti dari semua obrolan kopi sore.

Apakah data sudah sepenuhnya mencerminkan realitas lapangan? jawabannya belum tentu sebab, kadang yang dilaporkan “berjalan baik” tapi di lapangan masih bingung-bingung.

Ada dapur yang jalan lancar, ada yang masih pakai istilah “menyesuaikan”. Ada anak yang benar-benar mendapat makanan bergizi, ada daerah yang distribusinya kadang terlambat dan ekonomi naik di angka, tapi pedagang kecil tetap bilang “omset masih terasa seret”.

Ini bukan menyalahkan pemerintah, hanya untuk  mengingatkan bahwa data itu instrumen, bukan kenyataan mutlak. Pepatah lama bilang “Air tenang jangan dikira tak berarus”.

Begitu pula angka-angka indah itu, terkadang di baliknya ada arus kecil yang harus diwaspadai.

Namun Pemprov Sumsel patut diapresiasi karena setidaknya punya program jelas dan skema pembangunan terarah. Tapi ada baiknya juga di atas panggung keberhasilan itu, pemerintah sedikit menunduk, melihat ke bawah cek dapur-dapur yang belum siap. Tinjau daerah terpencil yang distribusinya belum mulus.

Selain itu, dengarkan suara nenek-nanek penjaga dapur umum yang bilang beras datangnya kadang telat. Pastikan bahwa MBG tidak hanya sukses sebagai program, tapi juga terasa manfaatnya tanpa drama.

Karena rakyat itu bukan butuh angka, tapi butuh rasa kenyang dan rasa adil, jadi setidaknya pemerintah jangan berhenti di angka, rakyat jangan cepat puas

Oleh karena itu, pemerintah harus ingat bahwa program sebesar MBG bukan kompetisi mencari “angka paling keren” tapi perjuangan memastikan tidak ada anak di Sumsel yang sekolah dalam keadaan lapar, tidak ada lagi siswanya keracunan lagi.

Sementara kita sebagai masyarakat juga jangan cuma jadi tim horee, dan tim senyum-senyum dan nyengir… yang hanya ikut-ikutan tepuk tangan.

Kita harus ikut memastikan program benar-benar tepat sasaran, karena kritik itu bukan tanda benci justru tanda sayang.

Memang MBG ini di Sumsel sudah mantap, tapi masih perlu diasinkan sedikit, program MBG di Sumsel ibarat masakan rumah yang aromanya sudah ada, rasanya sudah lumayan, tapi masih perlu ditambahkan sedikit garam, sedikit bawang goreng, dan kadang perlu diaduk ulang biar merata.

Kalau pemerintah Sumsel mau benar-benar bikin program ini jadi ikon nasional, maka PR-nya masih ada,  dan PR itu tidak bisa dikerjakan dengan angka saja, tapi dengan ketelatenan, kehadiran, dan keberanian untuk mengakui mana yang belum beres.

Karena pembangunan itu bukan sprint, tapi lari estafet, yang penting bukan cuma cepat, tapi juga tepat….begitu, bro…[***]

Terpopuler

To Top