Sumselterkini,co,id. Kayuagung– Kendati Program Keluarga Harapan (PKH) dapat berdampak langsung bagi masyarakat miskin, Namun kenyataannya, pemanfaatan program justru kontradiksi dari tujun semestinya. Untuk Kabupaten Ogan Komering Ilir ini sendiri, tercatat di tahun 2018, penerima manfaat PKH mencapai 35 ribu orang. PKH ini memberikan bantuan untuk sekolah Rp4,2 juta/tahun dan Balita Rp4,2juta yang dibayarkan dalam 4 termin pencairan.
Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Badan Publik (LPKBP) Kabupaten OKI Harry Putra mengungkapkan, berbagai persoalan terjadi mengindikasikan telah terjadi budaya koruptif sistematis yang diduga dilakukan penyelenggara program PKH.
Dicontohkan Harry, sejumlah temuan carut-marutnya penyaluran PKH yang kerap terjadi setiap tahun ini, lantaran lemahnya sistem pengawasan dan suburnya praktik KKN untuk menyerobot hak warga miskin semakin menjadi.
“Dalam temuan kami di lapangan, berbagai modus dilakukan, diantaranya yang menimpa salah seorang warga Kelurahan Mangun Jaya RT 04 Kayuagung yang tidak memperoleh PKH meskipun telah terdaftar dan mengantongi PIN ATM,” ungkapnya Kamis (14/2/2019).
Ironisnya lagi, dengan berdalih dana mengalami kekosongan, warga tersebut harus merelakan haknya setiap tahun digondol oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Ia juga menilai, alasan ini mengada-ngada. Menurutnya, penerima manfaat lainnya justru tengah mencairkan bantuan yang ditujukan bagi warga miskin ini.
“Modus lainnya, ada upaya yang dilakukan dengan sengaja menyembunyikan informasi publik, meskipun sudah menjadi kewajiban Dinas Sosial mempublikasikan informasi serta-merta data penerima PKH ini,” jelasnya.
Dirinya menduga, kesengajaan menutup informasi ini untuk menghindari gelombang protes warga yang namanya hanya dipinjam sebagai penerima manfaat, namun nyatanya berlaku sebaliknya, warga harus gigit jari karena tidak mendapat apapun.
“Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk mendapat informasi yang benar mengenai pembuatan rencana, proses pembuatan keputusan, hingga alasan pengambilan suatu keputusan publik,” terangnya.
Dan untuk data penerima PKH sendiri bersifat serta merta yang artinya wajib diumumkan tanpa penundaan. Terlebih lagi, ia melanjutkan, dalam menentukan penerima manfaat, Dinsos seharusnya tidak berjalan sendirian, akan tetapi harus melibatkan pemerintahan setempat, seperti Kecamatan dan lainnya.
“Wajar saja, beberapa hari lalu, dalam postingan medsos, Camat Kayuagung Dedi Kurniawan sempat mempertanyakan data terakhir penerima PKH di wilayahnya. Jangankan dilibatkan, untuk mendapat informasi saja dipersulit. Pertanyaan besarmya adalah, jika memang pelaksanaan PKH berlangsung baik, kenapa harus disembunyikan,” tanya Harry keheranan.
Diakhir pembicaraan, ia mengharapkan kejadian yang menciderai keadilan sosial ini segera ditangani secara jujur dan terbuka.
“Dinsos harus segera mengefektifkan fungsi pengawasan serta pembinaan. Termasuk dengan mendata ulang (Verifikasi) penerima manfaat secara transparan,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Amirudin saat dikonfirmasi mengaku tidak terlalu paham terkait teknis permasalahan yang terjadi. Mantan Kadisbudpar ini malah mengatakan kemungkinan terjadi lantaran penerima manfaat sudah dikeluarkan dari pertanggungan atau kemungkinan lainnya yakni kartu tertukar dengan daerah lainnya.
“Untuk lebih jelas mengenai informasi terkait PKH ini, sebaiknya menanyakan langsung di Kantor Dinas Sosial melalui Koordinator PKH Kabupaten,” tuntasnya. (**)
Penulis : Indra