Palembang Terkini

Pemuda Muhammadiyah Dilantik, Ratu Dewa Bernostalgia ke Tahun 1980: Saat Rambut Masih Tebal & BBM Masih Murah

ist

DI Palembang, pelantikan itu bisa macam-macam bentuknya dari yang serius pakai toga sampai yang santai pakai sandal jepit di balai RW. Tapi Senin kemarin, pelantikan Pemuda Muhammadiyah Kota Palembang digelar di Rumah Dinas Wali kota, [Rumah Aspirasi],  tempat yang biasanya dipakai rapat pejabat dan menampung keluhan proyek molor bahkan keluhan warga Palembang,   kini berubah jadi panggung pemuda dan semangat berpeci, kalau biasanya tamu datang pakai proposal, kali ini datang pakai niat.

Temanya cukup berat “Maju Bersama Membangun Palembang Sejahtera”. Beratnya itu setara kalimat motivasi di belakang truk kelihatan gagah, tapi nggak semua orang paham artinya, sampai tukang gorengan di depan rumah dinas pun sejenak menatap langit, membayangkan Palembang yang trotoarnya rapi, gorong-gorongnya nggak cuma tempat nyangkut sandal, dan lampu merahnya nggak perlu ditunggu dua kali Ramadan baru ganti.

Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, hadir dengan gaya khas pejabat era digital, dengan senyum minimalis, jas licin, dan kalimat pembuka yang tidak terlalu panjang agar tak disangka khutbah Jumat. Tapi di tengah pidato yang awalnya datar seperti nasi uduk dingin, Dewa tiba-tiba melempar nostalgia.

“Saya pertama kali mengenal Pemuda Muhammadiyah tahun 1980,” katanya.
Langsung suasana jadi syahdu. Tahun 1980, Bung! Tahun dimana rambut masih lebat kayak semak-semak di kebun tetangga, BBM masih semurah sabun batang, dan hoaks belum berbentuk meme tapi gosip dari tetangga yang suka nyapu sambil nguping.

Dewa tidak sekadar menyebut angka tahun, ia seperti membuka pintu mesin waktu, ke masa ketika radio adalah segalanya, celana cutbray berjaya, dan anak muda bisa bangga hanya dengan jadi panitia lomba 17-an.

Katanya, Pemuda Muhammadiyah itu berintelektual dan berjiwa kebangsaan, kalimat yang terdengar seperti pujian, tapi dalamnya kayak sindiran halus buat generasi sekarang yang lebih hafal nama-nama skincare daripada pasal AD/ART organisasi.

Acara ini melantik 35 orang, sebuah jumlah yang cukup buat bikin tim sepak bola, plus ofisial, cadangan, tukang galon, dan grup WA internal yang isinya lebih banyak stiker ketawa daripada notulen rapat. Mereka berdiri gagah, sebagian semangat, sebagian lagi menyembunyikan bingungnya di balik peci mungkin dalam hati bertanya “Kapan makan siangnya?”

Ketua terpilih periode 2024–2028, Krisna Aditya, tampil seperti mahasiswa semester lima habis PKL, kalem, hemat kata, dan tetap menjaga posisi tangan di perut agar terlihat siap tapi nggak tegang. “Kami akan fokus pada pengkaderan yang berjenjang”, ucapnya.
Kalimat itu artinya siapa pun yang mau naik jadi pengurus nggak bisa cuma bermodal rajin upload quotes, tapi harus ikut proses yang jelas dari dicuci, digosok, baru dijemur di forum musyawarah.

“Kami juga akan mensolidkan Pemuda Muhammadiyah di Palembang”, tambahnya.
Sebuah misi yang tampaknya lebih sulit daripada nyatuin grup alumni SD, karena di zaman sekarang, yang solid itu cuma gorengan kalo kelamaan digoreng. Tapi ya, niat baik harus dirawat, seperti kata pepatah lama “Jika ingin berdiri tegak, jangan saling sikut di tengah barisan”. Kalau nggak bisa saling dukung, ya minimal jangan saling tusuk dari belakang, apalagi pakai password Wi-Fi.

Janji paling bikin mata wali kota berbinar adalah “Pemuda Muhammadiyah siap mengawal program-program Pemkot”

Sebuah kalimat yang, dalam dunia nyata, artinya bisa luas, mulai dari ikut mendampingi, mengawasi, sampai sesekali mengingatkan kalau programnya udah mulai melenceng kayak arah panah kena angin ribut. Tapi begitulah pemuda ideal, bukan cuma ikut foto bareng pas launching, tapi ikut nyangkul ide, bantu angkut pikiran, bahkan jadi oposisi kalau perlu, asal jangan oposisi yang toxic kayak mantan yang belum move on.

Acara ditutup dengan salam-salaman, dokumentasi, dan obrolan ringan yang lebih banyak bercanda daripada bahas kerja. Tapi dari balik canda itu, ada rasa haru bahwa di tengah zaman yang lebih cepat berubah dari harga cabai, masih ada pemuda yang mau duduk serius, berdiskusi, dan siap jalan bareng.

Karena hari ini, jadi pemuda itu bukan cuma soal umur, tapi soal mau mikir dan bertindak, bukan cuma jago bikin poster, tapi siap turun ke lapangan meski bajunya belum disetrika.

Dan kelak, di tahun 2028, semoga mereka tak sekadar jadi catatan dalam SK, tapi jadi bukti nyata bahwa pemuda masih bisa jadi tulang punggung, bukan cuma tulang rusuk yang sibuk cari pasangan.

Di rumah dinas itulah sejarah kecil dicatat, bukan karena camilan enak atau lighting panggung, tapi karena sekelompok pemuda datang bukan untuk cari panggung, tapi untuk memikul amanah, dan seperti kata orang tua dulu. “Jangan takut jadi tua, takutlah kalau muda tapi nggak ngapa-ngapain”.

Terpopuler

To Top