Sumselterkini.co.id, – Ada pepatah lama bilang, “di mana ada tumpukan sampah, di situ ada harapan.” Ya, harapan untuk listrik, bukan harapan mantan kembali. Dan harapan itulah yang sedang diolah secara serius dan semoga bukan hanya sekadar seremoni di proyek Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) Keramasan di Palembang.
Sabtu akhir pekan lalu, biasanya cocok untuk cuci motor atau tidur siang, malah jadi hari penting bagi Wali Kota Palembang Ratu Dewa, ia mendampingi Menteri Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq, blusukan ke lokasi proyek di Jalan Mayjen Satibi Darwis, Kertapati. Bukan untuk sekadar selfie di atas tumpukan sampah atau bikin video di media sosial, sebut saja TikTok yang bikin viral di TPS, tapi tujuannya untuk memantau progres proyek yang katanya akan menyulap bau jadi cahaya.
Bayangkan, tumpukan sampah yang selama ini bikin kita menutup hidung saat lewat, bakal berubah jadi energi listrik. Kayak mantan yang dulu nyakitin, sekarang malah bantu bayar PLN. Proyek PSEL ini ibarat pacar idaman guna mengurangi beban, memberi manfaat, dan nggak bikin bau-bau drama.
Wali Kota Ratu Dewa menyampaikan dukungannya dengan nada semangat proyek ini jadi solusi dari masalah sampah Palembang. Tapi semoga bukan cuma jadi solusi di spanduk.
Lantas ? jangan jadi beban di kemudian hari, karena pengelolaan yang setengah hati, banyak masukan dan arahan dari Pak Menteri katanya siap ditindaklanjuti. Nah, semoga bukan ditindak-nanti.
Menteri Lingkungan Hidup pun menekankan pentingnya teknologi dan pemilahan sampah yang benar. Organik ya organik, non-organik ya jangan dicampur kayak hubungan yang nggak jelas statusnya. Karena bau itu datang bukan karena sampahnya banyak, tapi karena kita males memilah mirip kayak kehidupan yang nggak disortir, akhirnya jadi berantakan.
Pak Menteri juga mengingatkan bahwa proyek ini bukan sulap, tapi peraturan. Lebih tepatnya, Perpres No. 35 Tahun 2018. Ini bukan main-main. Kalau gagal, kita bukan cuma gagal mengelola sampah, tapi juga gagal paham soal masa depan.
Contohlah Kota Tokyo yang sudah menerapkan Waste-to-Energy (WTE) sejak zaman Tamagotchi masih ngetren. Di sana, pembakaran sampah menghasilkan listrik yang cukup untuk menerangi ratusan ribu rumah tanpa bau bakaran. Sementara di Stockholm, Swedia, sampah organik diolah jadi biogas untuk bus kota. Jadi penumpang nggak cuma bisa duduk nyaman, tapi juga sadar bahwa mereka naik bus berbahan bakar semangka busuk dan kulit kentang.
Sementara kita? Kadang masih buang popok ke sungai, terus komplain karena ikan makin susah dicari. Hadeh..!!.
Semua pihak, dari Pemkot sampai kementerian, bilang siap kerja sama. Tapi ingat, pengelolaan sampah itu bukan soal proyek besar doang. Itu juga soal kebiasaan kecil masyarakat dan konsistensi pemerintah. Jangan sampai proyeknya canggih, tapi warganya masih buang bungkus nasi ke parit depan rumah. Jangan sampai mesinnya modern, tapi SOP-nya kayak zaman penjajahan.
Kalau proyek ini hanya selesai di tataran seremoni, ya sama saja kayak pesta pernikahan mewah tapi rumah tangganya bubar di bulan kedua.
Kalau proyek ini berhasil, maka Palembang akan mencatat sejarah dari kota yang dikeluhkan karena sampah, jadi kota yang jadi panutan pengelolaan sampah nasional. Tapi kalau gagal? Ya.., kita hanya akan mewariskan satu hal pada anak cucu bau, dan tak ada yang lebih menyedihkan daripada meninggalkan dunia ini dalam keadaan cucu kita masih mengeluh soal aroma TPA yang menyelimuti pagi hari.
Maka dari itu, mari kita dukung PSEL Keramasan ini dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar kunjungan dan liputan, tapi juga pengawasan dan pelibatan karena urusan sampah bukan hanya milik tukang angkut, tapi tanggung jawab kolektif.
Dan untuk kita semua, yang masih suka buang sembarangan ingatlah, sampah yang kau buang hari ini, bisa jadi tagihan listrik cucumu nanti.[***]