PALEMBANG ibarat semangkuk tekwan, maka Wali Kota Ratu Dewa itu kuahnya yang panas, bening, tapi penuh rasa. HIPMI Kota Palembang lewat Peby Anggi Pratama dan kawan-kawan datang bukan cuma mau jadi soun atau jamur kuping, tapi pengin jadi daging ikan tenggiri yang bikin tekwan berkelas. Alias, mereka mau jadi penggerak utama, bukan hanya pemanis di pinggir mangkok pembangunan.
Audiensi resmi HIPMI dengan Wali Kota pada 2 Juli 2025 kemarin, bisa dibilang mirip lamaran formal. Bedanya, yang dilamar bukan anak gadis, tapi masa depan ekonomi Palembang. Tempatnya pun bukan di pelaminan, tapi di Rumah Dinas Wali Kota, serius, tapi tetap ada harapan bahagia di ujung pertemuan.
Dalam audiensi itu, HIPMI menyatakan lima niat baik, mulai dari jadi mitra strategis, buka rekrutmen, sampai bangun sekretariat UMKM yang siap bantu perizinan, kayak semacam warung kopi yang bukan cuma nyeduh kopi, tapi nyeduh semangat.
Mereka juga siap dilibatkan dalam program pemerintah, dari yang sifatnya ekonomi, sosial, sampai mindset nasionalisme. Jadi kalau dulu pengusaha muda mikirnya yang penting cuan, sekarang diajak mikir, yang penting cuan halal, ramah lingkungan, dan cinta NKRI.
Contohnya? HIPMI bareng Pemkot udah gelar Pasar Murah dan subsidi telur 1,5 ton, bukan telur biasa, tapi telur ideyang kalau menetas, bisa jadi kebijakan bergizi.
Program Palembang Gercep (Gerakan Cepat) dengan jargon “Ado Gawe” memang catchy. Tapi jangan sampai cuma ado gawe buat pejabat, tapi juga ado gawean buat rakyat.
HIPMI bisa bantu di sini, mereka bisa jadi penyambung lidah UMKM, pencipta lapangan kerja, dan pengasah bakat wirausaha muda.
Coba tengok Bandung lewat kolaborasi Pemkot dan komunitas kreatif, kota itu bisa ngasih lapangan kerja dari desain grafis sampai kedai kopi rasa startup. Di Surabaya, Bu Risma dulu galak bukan main, tapi hasilnya taman, UMKM, dan ekonomi rakyat naik daun.
Lihat juga Yogyakarta, kota yang saban hari penuh wisatawan tapi UMKM tetap diberdayakan, bahkan sampai ekspor batik dan kerajinan.
Lalu teropong keluar, tengok saja Seoul, Korea Selatan, pemerintah kasih inkubasi bisnis buat pengusaha muda, dari kantor gratis sampai pelatihan digital marketing. Masa Palembang kalah sama kota yang mayoritas isinya oppa?
Nah, kadang program Pemkot itu suka semangat di awal, tapi ngos-ngosan di tengah, ibarat lari sprint pas lagi marathon. Program bagus, tapi butuh konsistensi, jangan sampai HIPMI sudah ngumpulin telur ide, eh yang menetaskan justru ayam tetangga.
Solusinya, bentuk tim kecil kolaborasi rutin antara Pemkot dan HIPMI, bikin forum bulanan, bukan cuma seremoni tahunan. Dengar saran, bukan cuma dengar sambutan, buka peluang, bukan sekadar pamer program.
Kolaborasi HIPMI dan Pemkot ini seperti empek-empek dan cuko, kalau sendiri-sendiri hambar, tapi kalau bersatu bisa bikin orang luar kota bilang, “Enak nian nian!”. Oleh karena itu, biarlah HIPMI jadi daging empek-empeknya, Pemkot jadi cukonya bersatu dalam rasa, bergerak dalam kerja.
Pepatah bilang “Dak ado rotan, akar pun jadi”. Tapi kalau HIPMI dan Pemkot bisa bersinergi, yang ada bukan cuma rotan atau akar, tapi jadi kebun ekonomi yang bisa dipanen rame-rame.
Jadi, dukung HIPMI bukan cuma jadi pelengkap penderita, tapi jadi subjek aktif dalam kalimat besar pembangunan Palembang. Biar Palembang tak cuma dikenal dengan empek-empek, tapi juga sebagai kota pengusaha muda yang gercep, gerak cepat, bukan gerak-gerak tapi cepat hilang.
Toh, kalau Korea bisa terkenal karena BTS, masa Palembang tak bisa bersinar karena BTM Bocah Tangguh Mengusaha?.[***]