Sumselterkini.co.id, – Di suatu pagi yang cerah, tepat setelah ayam tetangga sebelah berkokok pakai nada soprano, Wak Min duduk di teras rumahnya sambil mengelus-elus kartu sakti berwarna biru putih Kartu Indonesia Sehat (KIS).
“Ini kartu sakti, tapi kadang gak bisa dipakai buat semua jenis sihir,” gumam Wak Min sambil mengunyah singkong rebus.
Tak lama, datanglah tetangganya, Bu Yanti, sambil ngos-ngosan dan membawa map isi formulir rujukan. “Wak, katanya sosialisasi JKN hari ini di kantor wali kota, ada penjelasan baru! katanya sekarang luka kena paku enggak ditanggung kalau paku-nya bukan paku pemerintah!”
Mereka pun pergi bersama ke ruang rapat Parameswara, tempat sosialisasi digelar. Di sana, Assisten I Pemerintahan Kesejahteraan Rakyat, Ichsanul Akmal, membuka acara dengan semangat yang sehangat nasi uduk pagi-pagi belum lama ini.
“Sosialisasi ini penting, supaya masyarakat gak salah paham soal KIS. KIS itu bukan kartu serba bisa,” katanya.
“Karena ingat pepatah, jangan harap minum teh dari poci yang isinya kopi.”
Tepuk tangan pun terdengar, sebagian karena paham, sebagian lagi karena bingung.
Ichsanul menjelaskan dengan gaya khas mantan Kadinsos program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah bentuk kasih sayang pemerintah, tapi tentu saja kasih sayang yang bertanggung jawab. Tidak semua pengobatan bisa ditanggung. Misalnya, kalau luka karena ditusuk mantan saat ketahuan menikah lagi, itu masuk kategori bukan tanggungan JKN.
Di tengah ruangan, terdengar bisik-bisik antara Wak Min dan Bu Yanti.
“Kalau sakit hati ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, ditanggung KIS gak, Bu?”
“Kalau sakitnya karena overthinking, mungkin disuruh rawat inap di rumah saja, Wak.”
Sementara itu, Sugana Pujarama, Kepala Bagian Mutu Layanan Kepesertaan BPJS Kesehatan, menjelaskan bahwa KIS dibagi dua, yakni
PBI JK, buat masyarakat tidak mampu dan Non-PBI, buat peserta mandiri yang setor iuran sendiri, biasanya tiap tanggal 10 sambil berharap gaji belum habis.
Sugana menjelaskan dengan tenang, “Ada 21 layanan yang tidak dijamin JKN, tapi bisa ditanggung jaminan lain. Asal sesuai prosedur.”
Prosedur ini kadang seperti main ular tangga, naik dulu ke Posyandu, lalu dilempar ke Puskesmas, terus jalan mundur ke RSUD, dan kadang-kadang nyangkut di antrean 487 dengan nomor urut 9.273.
Di Kota Surabaya, program sosialisasi JKN ini dibarengi aplikasi digital, jadi warga bisa tanya langsung lewat chatbot. Ada yang nanya, “Kalau saya sakit karena terlalu mencintai pekerjaan, bisa klaim BPJS?”
Dijawab: “Silakan konsultasi ke psikolog. Biaya ditanggung asal pakai rujukan resmi.”
Di Bandung, ada kampung yang bikin drama edukasi tiap minggu. Judulnya “Cinta dalam Antrian BPJS”. Pemeran utama adalah pria yang harus memilih nemenin istrinya kontrol ke Puskesmas atau ikut rapat RT. Ending-nya dia ikut rapat tapi bawa surat rujukan juga.
Di luar negeri gimana? di Kanada, sistem universal health care mereka seperti kolam renang umum, semua boleh nyebur asal tahu jam bukanya. Tapi mereka juga tetap punya batasan. Misalnya, bedah kosmetik murni tidak ditanggung kecuali punya indikasi medis, bukan karena pengen tampil mirip K-pop idol.
Di Inggris, pasien bisa nunggu berbulan-bulan hanya buat operasi kecil, tapi mereka tetap percaya sistem, seperti kata mantan Perdana Menteri Aneurin Bevan (pendiri NHS) “No society can legitimately call itself civilized if a sick person is denied medical aid because of lack of means.” (Tak ada masyarakat yang pantas disebut beradab jika orang sakit ditolak berobat karena tak punya uang.)
Program JKN-KIS itu ibarat sandal jepit sangat berguna, tapi jangan dipakai buat naik gunung, sosialisasi seperti yang dilakukan Pemkot ini adalah upaya menyelaraskan ekspektasi dan realita.
Asa masyarakat tinggi, tapi harus ditopang pengetahuan yang cukup, bukan hanya berdasarkan cerita tetangga sebelah.
Karena, seperti kata Wak Min di akhir acara. “Kesehatan itu kayak cinta. Kalau gak ngerti cara kerjanya, kita bisa sakit karena harapan sendiri.”
Jadi, mari kita pahami dengan benar cara kerja kartu sakti ini. Bukan buat nyembuhin semua penyakit, tapi buat bikin hidup lebih ringan… asal prosedurnya diikuti dan jangan lupa bawa fotokopi KTP tiga lembar.
Dan JKN-KIS bukan jimat sakti dari Gunung Merapi yang bisa menyembuhkan semua penyakit tanpa syarat dan ketentuan. Ia adalah sistem perlindungan sosial yang punya aturan main. Kalau kita tidak paham cara kerjanya, ya seperti bawa kompor gas tapi gak tahu cara nyalainnya ujung-ujungnya makan mie instan mentah pakai air galon.
Pemerintah sudah menyediakan jaring pengaman kesehatan. Tapi, masyarakat juga harus tahu kapan bisa meloncat ke jaring, dan kapan harus hati-hati agar tidak jatuh ke jurang kekecewaan. Sosialisasi seperti ini penting agar tidak ada lagi yang marah-marah di IG Story gara-gara sakit karena jatuh dari motor, lalu BPJS gak menanggung.
Ingat, seperti kata pepatah masa kini “Kalau kita tahu batasan, kita bisa menyesuaikan harapan. Kalau gak tahu aturan, siap-siap jadi bahan status di grup WhatsApp RT”.
Jadi, sebelum menyalahkan sistem, yuk sama-sama belajar cara mainnya. Biar hidup sehat bukan cuma soal kartu, tapi juga soal tahu diri.
Dan terakhir, kata Wak Min. “JKN itu kayak mantu baru, harus disambut baik, tapi jangan langsung disuruh ngangkat galon.”[***]