Sumselterkini.co.id, – Kalau biasanya kita dengar Al Quran diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, Inggris, bahkan Korea, kini giliran wong kito Palembang bersuara “Nak paham isi Al Quran tu, dak perlu jauh-jauh, cukup pakai bahasa kito dewek!”
Iya, ini bukan mimpi tengah siang atau efek makan pempek kebanyakan. Ratu Dewa, Wali Kota Palembang yang gayanya nyantai tapi langkahnya selalu bikin mata terbelalak, kali ini bikin gebrakan yang sejuk di hati dan hangat di lidah mendukung penuh Al Quran terjemahan Bahasa Palembang! Lah, ini baru namanya strategi dak cuma main kata, tapi juga main rasa.
Coba bayangkan, di mushola-mushola kecil sampai rumah-rumah warga, terdengar lantunan ayat Al Quran yang kemudian dijelaskan dengan terjemahan :
“Dan dak usah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karno Allah tu Mahapemaaf dan Mahapenyayang,”
Kan adem betul di hati. Ngaji jadi lebih deket, lebih nyambung, dan yang paling penting dak ribet!
Langkah Ratu Dewa ini jelas, ini strategi tingkat dewa pun intended. Karena selama ini, banyak generasi muda yang merasa asing sama bahasa kitab suci, padahal hati mereka ingin dekat. Nah, di sinilah peran penting bahasa daerah sebagai jembatan antara langit dan bumi. Kalau bisa pakai Bahasa Palembang, ngapain harus ribet-ribet mikir dua kali?
Lebih jauh lagi, beliau juga berencana mendistribusikan Quran Palembang ini sampai ke tingkat RT, RW, bahkan ke sudut-sudut lorong yang selama ini lebih akrab dengan toa mushola daripada isi kitabnya. Ini namanya “meng-Quran-kan” masyarakat, dengan pendekatan yang membumi, bukan mengawang-awang.
Tapi tentu Ratu Dewa tak sendiri. Di belakang layar, ada pejuang sunyi seperti Edi Ari’fai dan tim penulis Mulok Bahasa Palembang. Sejak 2003 mereka udah ngulik, nulis, nyusun, dan kadang mungkin juga menghela napas panjang saking peliknya perjuangan. Tapi hasilnya? Al Quran terjemahan resmi dalam Bahasa Palembang, bahkan sudah disahkan Kementerian Agama sejak 2019! Wah, ini bukan kaleng-kaleng, ini kaleng pempek isi emas.
Sayangnya, baru 80 eksemplar yang berhasil dicetak. Delapan puluh, bukan delapan ribu. Artinya, Quran ini masih lebih langka dari sambal tempoyak di bulan puasa. Tapi jangan khawatir, karena Ratu Dewa tampaknya siap menjadi distributor ulung untuk kitab suci beraksen lokal ini. Semoga saja setelah ini, jumlahnya bertambah, menyebar, dan jadi bahan ngaji rutin di tongkrongan, bukan cuma di pengajian emak-emak.
Nah, bukan cuma soal terjemahan Quran. Ratu Dewa juga punya visi lebih luas budaya Palembang harus tampil di segala lini. Mau sambutan? Sisipkan Bahasa Palembang. Mau acara resmi? Pakai baju adat. Mau makan? Jangan lupa sebut nama asli kuliner kito, bukan sekadar “fish cake with vinegar sauce.” Please, itu kan pempek!
Ada pula proyek kamus Bahasa Palembang yang katanya bakal memuat kosakata khas dari “nguntingkan” sampai “walimatul tasmiyah.” Kalau kamus ini sukses, bisa jadi kita bakal nemu terjemahan dari istilah cinta Palembang kayak “Rasoku ke kau tu cak cuko nempel di pempek pedas, tapi nagih.”
Inilah contoh konkret bahwa agama dan budaya lokal tak perlu dipertentangkan. Justru keduanya bisa bersinergi, kayak sambal dan kerupuk. Ratu Dewa paham betul untuk menanamkan nilai-nilai ilahiah, kadang yang kita butuhkan bukan mimbar tinggi, tapi bahasa yang membumi.
Dengan Quran versi Bahasa Palembang, asanya anak-anak muda bisa lebih dekat dengan agama, tanpa merasa jauh dari akar budaya mereka. Bahasa daerah bukan sekadar alat komunikasi, tapi jembatan identitas. Dan ketika identitas itu menyatu dengan iman, maka jadilah masyarakat yang bukan cuma tahu cara hidup, tapi juga tahu ke mana arah hidup.[***]
